"Kok, gitu ngomongnya? Memangnya ada apa? Kamu lagi ribut sama Amar? Biasa itu Ti kalau mau menikah, pasti ada saja persoalan yang datang. Kamu cukup berdoa dan yakin. Insyaallah Amar laki-laki yang cocok buatmu, Sayang," jawab ibu.
"Ibu yakin? Amar akan setia dan sayang sama Aku?" tanyaku lagi.
"Iya, Nak. Ibu kenal betul sama Mamanya, Amar itu lelaki yang baik, perhatian dan akan selalu sayang sama kamu," jelas Ibu.
Pelukan ibu sangat menenangkan, dan juga memberikan kekuatan bagiku. Aku akan mencoba melapangkan hati dengan memberikan kata maaf untuk Amar.
Ada harapan besar terlihat di mata ibu tentang Amar, yang diyakininya, Amar laki-laki yang bisa buat aku bahagia.
Aku ingin mempercayai itu. Aku ingin meyakini keyakinan ibu. Restu ibu yang paling aku harapkan. Aku akan mempersembahkan Amar sebagai menantu idaman baginya, walau pernah ada rasa sakit yang aku rasakan. Rasa sakit dibohongi.
***
Amar pernah menjadi kor ban Rani, perempuan yang terlihat anggun di mataku, tapi mampu melakukan hal di luar na lar.
Amar pernah diberi minuman yang membuatnya tidak sadarkan diri, lalu setelah terbangun dia sudah berada di dalam sebuah kamar hotel. Amar kemudian mendapat kiriman gam bar di rinya t a n pa se he lai pa kai an dari Rani, guna mengancam. Amar pun berusaha mendekati Rani hanya untuk meminta file aslinya.
Perihal ha mil nya Rani, tentu saja hanya sebuah kebohongan belaka. Rani sakit hati saat Amar memberitahu telah melamarku, dia ter ob sesi pada Amar.
Entahlah ... apa aku harus percaya padanya atau tidak. Yang jelas di hatiku rasakan sakit dan kecewa.
"Aku hanya ingin selalu melihat binar bahagia di netramu, Bu," ucapku lirih dalam doa malam ini. Karena, hanya ibu yang aku miliki setelah kepergian bapak dua tahun lalu yang me ning gal dunia karena sakit, membuat sebagian tubuhnya mengalami ke lum pu han. Satu tahun menghabiskan sisa hidupnya hanya dengan berbaring. Ibu sangat telaten dan sabar kala itu menemani bapak sampai nafas terakhirnya.