"Gadis miskin sepertimu tidak pantas sekolah di sini!" ejek Ara.
"Dangsin-eun agchwi!" sahut Yuri sambil meludah.
"Danghogseuleoun!" timpal Yejin.
Umpatan dan makian sudah menjadi makanan Hea setiap hari di sekolah yang dilakukan oleh Ara dan kedua temannya.
Meskipun sayang untuk melepas beasiswanya di Seoul, Hea memilih pindah sekolah ke Hanok yang dekat dengan rumah neneknya. Untung saja, dia dapat diterima di sekolah baru tanpa persyaratan yang rumit.
Hea tahu sang nenek sangat sedih atas kepindahannya, tetapi menurut nenek kesehatan mental dan fisik Hea jauh lebih penting daripada harus bertahan di sekolah yang lama.
"Sekolah masih beberapa minggu lagi, Hea. Tenangkan pikiranmu agar dapat belajar dengan baik," kata nenek dengan lembut.
"Baik, Nek. Sekarang, bolehkah aku bertemu dengan Soyun dan Hwan?"
Setelah mendapat izin dari nenek, Hea menghubungi kedua sahabat lamanya. Mereka sepakat bertemu di kedai, melepas rindu sambil menikmati dakgalbi.
"Kurang ajar sekali teman-temanmu itu!" seru Hwan setelah mendengar cerita Hea.
"Ingin rasanya aku membalas perlakuan mereka, tetapi dengan cara apa?"