Wajah Ara berubah rata secara perlahan hingga menyisakan satu mata kiri yang merah menyala, dia terus menatap Hwan.
"Kamu jahat, Hwan! Jahat!"
Hwan menggigil ketakutan saat Ara mendekatinya. Bau busuk terkuar saat satu mata di hadapannya mengeluarkan darah. Suara rintihan dari sosok yang tidak memiliki mulut tersebut terdengar menyayat hati.
Hea dan Soyun menarik tangan Hwan lalu berlari sekuat tenaga keluar dari kamar Ara.
"Jangan pergi! Ibu mohon .... bantu Ara sembuh, Nak. Dia sering menyebut nama Hwan, apakah kalian mengenalnya?"
Mereka hanya saling pandang, menggeleng lalu berpamitan. Mereka nekat pulang meskipun hari sudah larut malam. Beruntungnya, masih ada taxi yang mau mengantar mereka hingga ke Hanok.
Keesokan harinya, Hea menemui Mudang Arin. Dia meminta agar permainan dihentikan karena sakit hatinya telah terbalas. Namun, dia terkejut saat mendengar cerita dari sang dukun.
Di luar dugaannya, ternyata Hwan pernah melakukan perundungan yang keji terhadap Ara. Hea baru ingat, mereka memang bersekolah di SMP yang sama. Ara sangat trauma dan berniat untuk balas dendam kepada siapa saja yang terlihat lemah di sekolah milik pamannya.
"Dalgyal Gwishin akan menghentikan aksinya setelah Ara dan Hwan benar-benar menjadi gila. Sebelum keinganannya terjadi, permainan tidak akan pernah selesai," ucap Mudang Arin lirih.
***End***
Catatan Kaki: