Mohon tunggu...
Dhamar Abdussalam
Dhamar Abdussalam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN khas jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Belajar Kognitivisme dan Penerapannya dalam Pembelajaran

14 Juni 2024   12:38 Diperbarui: 14 Juni 2024   13:22 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Definisi Teori Belajar Kognitivisme

Definisi "Cognitive" berasal dari kata "Cognition" yang mempunyai persamaan dengan "knowing" yang berarti mengetahui. Dalam arti yang luas kognition/kognisi ialah perolahan penataan, penggunaan pengetahuan. Teori belajar kognitivisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Baharudin menerangkan teori ini lebih menaruh perhatian dari pada peristiwa-peristiwa Internal. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon sebagaimana dalam teori behaviorisme, lebih dari itu belajar dengan teori kognitivisme melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif leih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari prses belajar hanya sebagai hubungan stimulusrespon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perceptual Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku sesorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Perubahan Belajar merupakan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebaigai tingkah laku yang Nampak.

Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian bahawa dari sistuasi salaing berhubungan dengan seluruh kontek situasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi /materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecilkecil dan mempelajarinya secara terpisah- pisah, akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan infirnasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berfikir yang ssangat komplek. Prose belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus. yang diitrerima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan sudah terbentuk dalam diri sesorang berdasarkan pemahman dan pengalaman-pengalaman sebelumnnya. Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan seperti: "tahap- tahap perkembangan" yang dikemukakan oleh jpiaget, advance organizer oleh ausubel, pemahaman konsep oleh bruner.

Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.

B. Tujuan Belajar Menurut Teori Belajar Kognitivisme

Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Kemampuan atau perkembangan kognitif adalah hasil dari hubungan perkembangan otak dan sistem nervous dan pengelaman-pengalaman yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungan.

Teori kognitif berasal dari dua teori, yaitu kognitif dan psikologi. Dalam konteks kognitif, hal ini menyoal tentang bagaimana manusia mendapatkan pemahaman tehadap diri dan lingkungannya serta bagaiamana manusia berhubugan secara sadar dengan lingkungannya. Sedangkan psikologi menyoal tentang interaksi manusia dan lingkungan psikologinya bersamaan. Oleh karenanya psikologi kognitif adalah teori yang menekankan pada pentingnya internal dan mental. Prinsip teori kognitif adalah sebagai berikut: Menurutnya, apa yang dikatakan mengenai pandangan dan kerangka konseptual dari perspektif kognitivisme adalah bentuk relasi yang terjalin antara otak, daya ingat, dan lingkungan saling kuat dan interaktif. Hubungan tersebut lahir dikarenakan hakikat dasar manusia adalah manusia sosial, memerlukan interaksi dengan sesama, lingkungan, dan Tuhan. Sifat dasar itu kemudian membentuk sebuah pola bagaimana keterhubungan daya fikir manusia dalam proses pembelajaran dan dibarengi dengan proses interaksi yang inheren dalam proses tersebut. Sehingga, pada tahap tertentu, seorang siswa mampu mengembangkan apa yang telah diketahui sebelumnya dengan mengelaborasi pengetahuan-pengetahuan baru.

Sedangkan tujuan dari teori pembelajaran kognitif menurut Gunawan & Palupi adalah membantu peserta didik agar mendapat pengalaman dan dengan itu akan bertambahlah kualitas dan kuantitas tingkah laku peserta didik. Tingkah laku ini merupakan ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan norm yang berfungsi sebagai pengontrol sikap dan tingkah laku peserta didik. Teori kognitif dikembangkan untuk membantu pendidik untuk memahami peserta didik. Di samping itu, kognitif juga mampu membantu memahami diri pendidik sendiri dengan baik. Kognitivisme memandang belajar sebagai proses hubungan manusia mendapatkan pemahaman baru dari perubahan struktur kognitif dan mengubah yang lama.

Tujuan teori kognitif dibuat adalah sebagai rekonstruksi dasar belajar ilmiah. Hal ini akan menghasilkan prosedurprosedur yang bisa diterapkan daam kegiatan pembelajaran di dalam kelas guna mendapatkan hasil yang produktif. Dalam teori kognitif ditekankan bahwa proses pesertan didik mendapaatkan pemahaman terhadap diri juga lingkungannya, lalu menginterpretasikan adalah hal yang saling terkait. Karena latar belakang adanya teori ini adalah prilaku, citacita, cara dan metode seseorang memahami bagaimana dirinya dan lingkungannya berhasil meraih tujuan yang ingin didapatkan. Sehingga teori kognitif akan menghasilkan insight atau pemahaman pada diri sendiri dan lingkungannya. Tujuan Belajar Menurut Teori Belajar Kognitivisme Menurut teori belajar kognitivisme, tujuan belajar adalah memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru, mengembangkan keterampilan kognitif, dan mengubah struktur mental.

Berikut adalah beberapa penjelasan lebih rinci tentang tujuan belajar menurut teori kognitivisme:

1. Memperoleh Pengetahuan dan Pemahaman Baru::

Pembelajar secara aktif mencari informasi, memprosesnya, dan mengintegrasikannya dengan pengetahuan yang sudah ada.

Pengetahuan baru ini disimpan dalam memori jangka panjang dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan mengatasi situasi baru.

2. Mengembangkan Keterampilan Kognitif: Pembelajar belajar bagaimana berpikir kritis, memecahkan masalah, bernalar, membuat keputusan, dan belajar secara mandiri. Keterampilan kognitif ini penting untuk kesuksesan dalam belajar dan kehidupan.

3. Mengubah Struktur Mental: Struktur mental adalah cara pemikiran, pemahaman, dan pengetahuan seseorang terorganisir.

Belajar mengubah struktur mental dengan membentuk koneksi baru antara ide-ide, mengubah cara pandang, dan mengembangkan skema mental yang lebih kompleks.

Secara keseluruhan, tujuan belajar menurut teori kognitivisme adalah untuk membantu pembelajar menjadi pembelajar yang lebih mandiri, efektif, dan sukses.

Beberapa prinsip belajar kognitif yang dapat membantu mencapai tujuan ini adalah:

1. Pembelajaran aktif: Pembelajar harus terlibat secara aktif dalam proses belajar.

2. Pengulangan: Pembelajar harus mengulang informasi untuk menyimpannya dalam memori jangka panjang.

3. Organisasi Pembelajar harus mengorganisir informasi dengan cara yang bermakna bagi mereka.

4. Penerapan: Pembelajar harus menerapkan apa yang telah mereka pelajari dalam situasi nyata.

5. Motivasi: Pembelajar harus termotivasi untuk belajar.

Teori belajar kognitivisme telah banyak digunakan untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang efektif. Strategi ini dapat digunakan dalam berbagai pengaturan, seperti sekolah, tempat kerja, dan rumah.

Berikut adalah beberapa contoh strategi pembelajaran kognitif:

A. Pembelajaran berbasis masalah: Pembelajar memecahkan masalah nyata untuk mempelajari konsep dan keterampilan baru.

B. Pembelajaran kooperatif: Pembelajar bekerja sama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas.

C. Pembelajaran peta mental Pembelajar membuat peta mental untuk

memvisualisasikan hubungan antara ide-ide.

D. Pembelajaran dengan teknologi: Pembelajar menggunakan teknologi untuk belajar, seperti komputer, tablet, dan perangkat lunak pendidikan.Teori belajar kognitivisme adalah teori belajar yang kuat dan efektif yang dapat membantu pembelajar dari segala usia mencapai tujuan belajar mereka.

C. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Kognitivisme

Teori pembelajaran apabila dibandingkan dengan teori pembelajaran yang lain pastilah memiliki kelebihan maupun kekurangan. Namun teori pembelajaran tersebut saling melengkapi. Menurut Nurhadi, teori kognitivisme memiliki kelebihan sebagai berikut:" Pertama, peserta didik menjadi lebih mandiri dan kreatif, sehingga peserta didik akan lebih mudah memahami materi belajar dengan sendiri, kedua kurikulum Indonesia sebagian besar lebih mengedepankan aspek kognitif dan pengembangan pengetahuan yang dimiliki peserta didik, ketiga metode pembelajaran kognitifistik adalah pendidik memberikan pengantar materi dan dikembangkan oleh peserta didik. Artinya adalah pendidik hanya menjelaskan dari pengembangan materi yang telah disampaikan dan mengamati perkembangan peserat didik. Keempat, teori kognitif mampu memaksimalkan ingatan peserta didik terhadap materi-materi pembelajaran yang telah diberikan karena teori ini menekankan ingatan pada anak terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan. Kelima, teori kognitif adalah membuat hal baru terhadap suatu yang telah ada, metode yang digunakan dalam menyeleseikan pembelajaran adalah kreatif dan

inovatif.

kelebihan dari teori belajar kognitivisme termasuk penekanan pada proses mental individu, pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana manusia memproses informasi, fokus pada pengembangan keterampilan kognitif, dan aplikabilitasnya yang luas dalam berbagai konteks pembelajaran.

Namun, di samping kelebihannya teori kognitif juga memiliki kekurangan, diantaranya: pertama, teori kognitif tidak dapat digunakan menyeluruh pada tingkatan pendidikan khususnya pedidikan tingkat lanjut. Kedua, karena teori kognitif mefokuskan pada daya ingat peserta didik, sehingga memukul sama rata kemampuan ingatan peserta didik. Ketiga, jika metode pengajaran hanya menggunakan metodekognitif, pastilah peserta didik tidak akan paham scera detil apa yang telah disampaikan. Keempat, menerapkan teori kognitif harus memperhatikan kemampuan. siswa untuk dapat mengembangakan pelajaran yang telah diberikan.

Beberapa kekurangan dari teori belajar kognitivisme termasuk kesulitan dalam mengukur proses mental secara langsung, kurangnya perhatian terhadap aspek emosional dalam pembelajaran, serta keterbatasan dalam menjelaskan fenomena belajar yang lebih kompleks seperti pembentukan identitas dan pengaruh sosial dalam pembelajaranpembelajaran. 

D. Ciri-ciri Belajar Menurut Aliran Kognitivisme

Teori Kognitif merupakan teori yang menekankan pada usaha yang melibatkan mental diri manusia yang disebabkan oleh proses interaksi dengan lingkungannya sehingga mendapatkan suatu pengetahuan, pemahaman, nilai sikap atau tingkah laku, dan keterampilan. Dalam konteks belajar, Kognitivisme sangat setuju dengan faktor individu dan tidak meremehkan faktor lingkungan. Teori kognitif mengartikan belajar merupakan suatu proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya secara kontinyu hingga tiada.

Kognitif merupakan suatu pelengkap pada diri manusia yang bertugas menjadi sentral penggerak aktivitas; mengenal, melihat dan menganalisis masalah, mencari informasi, menyimpulkan dan lain sebagaianya. Secara umum pandangan teori kognitif adalah menyatakan pengertian belajar. ataupun pembelajaran merupakan usaha yang fokus pada proses membentuk ingatan, menyimpan dan mrengolah informasi, emosi dan hal- hal yang berhubungan dengan intelektualitas.

Sehingga belajar diartikan sebagai kegiatan yang melibatkan proses berpiki yang sangat kmpleks dan komprhensif. Ciri-ciri kognitivisme antara lain adalah:

1. menekankan segala yang ada pada diri manusia

2. menekankan pada seluruh bagian

3. menekankan peranan kognitif

4. mefokuskan pada situasi dan kondisi saat ini

5. menekankan struktur kognitif (Nugroho, 2015).

Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Tempat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat- tempat itu.

Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya tanggapan- tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku sesorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Perubahan Belajar merupakan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebaigai tingkah laku yang nampak,

E. Pembelajaran Menurut Aliran Kognitivistik Gagne

Robert. M. Gagne dalam bukunya The Conditioning of Learning mengemukakan bahwa, "Learning is a change in human disposition or capacity, wich persists over a period time, and wich is not simply ascribable to process of growth". Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalam diri dan keduanya saling berinteraksi. Gagne, mendefinisikan belajar adalah mekanisme di mana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi, skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilainilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalan berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas. Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh peserta didik dari stimulus dan lingkungan, dan proses kognitif.

Menurut Gagne, belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap individu sebagai hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan individu yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal lebih bermakna sebaiknya. diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan). Selain itu, dalam usaha mengatur kondisi eksternal diperlukan berbagai rangsangan yang dapat diterima oleh panca indera, yang dikenal dengan nama media dan sumber belajar.

Pembelajaran menurut Gagne hendaknya mampu menimbulkan peristiwa belajar dan proses kognitif. Peristiwa pembelajaran (instructional events) adalah peristiwa dengan urutan sebagai berikut:

1. Menimbulkan minat dan memusatkan perhatian agar peserta didik siap menerima pelajaran. Peserta didik tidak selalu siap dan terfokus perhatiannya pada awal pembelajaran. Guru perlu menimbulkan minat dan perhatian peserta didik melalui penyampaian sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi atau kompleks.

2. Menyampaikan tujuan pembelajaran agar peserta didik tahu apa yang diharapkan dalam belajar itu. Hal ini dilakukan agar peserta didik tidak menebak-nebak apa yang diharapkan dari dirinya oleh guru. Mereka perlu mengetahui unjuk kerja apa yang akan digunakan sebagai indikator penguasaan pengetahuan atau keterampilan.

3. Mengingat kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari sebelumnya yang merupakan prasyarat. Banyak pengetahuan baru yang merupakan kombinasi dari konsep, prinsip atau informasi yang sebelumnya. telah dipelajari, untuk memudahkan mempelajari materi baru.

4. Menyampaikan materi pembelajaran. Dalam menjelaskan. materi pembelajaran, menggunakan contoh, penekanan untuk menunjukkan perbedaan atau bagian yang penting, baik secara verbal maupun menggunakan feature tertentu (warna, huruf miring, atau garis bawah).

5. Memberikan bimbingan atau pedoman untuk belajar. Bimbingan diberikan melalui pertanyaan-pertanyaan yang membimbing proses/alur pikir peserta didik. Perlu diperhatikan. agar bimbingan tidak diberikan secara berlebihan.

6. Membangkitkan timbulnya unjuk kerja (merespon) peserta didik. Peserta didik diminta untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari, baik untuk meyakinkan guru maupun dirinya sendiri.

7. Memberikan umpan balik tentang kebenaran pelaksanaan tugas (penguatan). Umpan balik perlu diberikan untuk membantu peserta didik mengetahui tentang sejauh mana kebenaran atau unjuk kerja yang dihasilkannya.

8. Mengukur atau mengevaluasi hasil belajar. Pengukuran hasil belajar dapat dilakukan melalui tes maupun tugas (misalnya kerja laboratorium). Perlu dipertimbangkan validitas dan reliabilitas tes yang diberikan dan hasil observasi guru. i. Memperkuat retensi dan transfer belajar. Retensi dapat ditingkatkan melalui latihan berkali-kali menggunakan prinsip yang dipelajari dalam konteks yang berbeda. Kondisi atau situasi pada saat transfer belajar diharapkan terjadi, harus berbeda. Memecahkan masalah dalam suasana di kelas akan

sangat berbeda dengan suasana riil yang mengandung resiko.

Menurut Gagne, belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang kumulatif. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal. Belajar menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudahkarena belajar bersifat kompleks. Gagne mengkaji masalah belajar yang kompleks dan menyimpulkan bahwa informasi dasar atau keterampilan sederhana yang dipelajari mempengaruhi terjadinya belajar yang lebih. rumit.

Menurut Gagne ada lima kategori kemampuan belajar, yaitu:

1. Keterampilan intelektual atau kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan lambang. Keterampilan itu meliputi a. Asosiasi dan mata rantai (menghubungkan suatu lambang dengan suatu fakta atau kejadian. b. Diskriminasi (membedakan suatu lambang dengan lambang lain). c. Konsep (mendefinisikan suatu pengertian atau prosedur). d. Kaidah (mengkombinasikan beberapa konsep dengan suatu cara). e. Kaidah lebih tinggi (menggunakan berbagai kaidah dalam memecahkan masalah.

2. Strategi atau siasat kognitif yaitu keterampilan peserta didik untuk mengatur proses internal perhatian, belajar, ingatan, dan pikiran.

3. Informasi verbal yaitu kemampuan untuk mengenal dan menyimpan nama atau istilah, fakta, dan serangkaian fakta yang merupakan kumpulan pengetahuan.

4. Keterampilan motorik yaitu keterampilan mengorganisasikan. gerakan sehingga terbentuk keutuhan gerakan yang mulus, teratur, dan tepat waktu. Sikap yaitu keadaan dalam diri peserta didik yang mempengaruhi (bertindak sebagai moderator atas) pilihan untuk bertindak. Sikap ini meliputi komponen afektif (emosional), aspek kognitif, dan unjuk perbuatan. 

F. Pembelajaran Menurut Aliran Kognitivistik Piaget

Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Pinget, yang pernah mengemukakan pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap. Dalam hal pemerolehan bahasa ibu (B1) Piaget mengatakan bahwa (i) anak itu di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa ibunya; (ii) kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi; (iii) kognisi itu memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak lahir, sedangkan struktur kognisi bisa berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu.

Menurut piaget proses belajar sebenarnya terdir dari tiga tahapan, yakni asimilasi, akmodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan. Asimilasi adalah proses pengintegrasian informasi baru ke strktur kognitif yang sudah ada. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif dalam siruasi yang baru. Sedangkan equilibrasi adalah penyesuaian kesenamungan antara asimilasi dan akomodasi. Sebagai contoh, seorang siswa yang sudah mengetajhui prinsip-prinsip penjumlahan jika, gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dibenak siswa) dengan prinsip perkaliamn (sebagai informasi yang baru), inilah yang di maksud proses asimilasi. Jika siswa diberi sebuah soal perkalian maka situasi ini disebut akomodasi, dalam hal ini berarti penerapan prinsip perkalian dalam situasi yang baru dan spesifik. Agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, tapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, diperlukan prose penyeimbangan.

Proses inilah yang disebut equilibrasi, penyeimbangan antara duania luar dan dunia dalam, Tanpa proses ini erkembangan kgnitif seseorang akan tersendat-sendat dan berjlan tak teratur. Seseorang dengan kemampuan equilibrasi yang baik akan mampu menata berbagai informasi yang diterimanaya dalam urutan yang baik, jenih dan logis. Sebaliknya. jika kemampuan equilibrasi seseorang rendah, ia cenderung menyimpansemua informasi yang ada pada dirinya secara kurang teratur, sehingga ia tampil sebaga orang yang alr berpikiranya ruwet, tidak logis, berbelit-belit.

Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan. dengan tahap perkembanagan kognitif yang dilalui siswa. Dalam konteks ini terdapat empat tahap, yatu tahap sensori motoric (anak usia 1,5-2 tahun), tahap praoperasional (2-8 tahun), dan tahap operasional formal (14) tahun atau lebih). Proses belajar yang dialami seorang anak berbeda pada tahap yang satu dengan tahap yang lainnya. Secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara berfikirnya. Karena itu, gurur seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya, serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut.

G. Pembelajaran Menurut Aliran Kognitivistik Ausubel

Tawaran paradigma kognitivisme yang diajukan oleh Ausubel menakankan metode interpretasi dari objek pengetahuan yang sedang ditangkap. Menurutnya, metode penafsiran atau interpretasi ini berkembang bersamaan dengan daya pikir siswa menjadi utuh dan konkret. Artinya metode ini berupaya untuk menelaah objek itu dengan sentuhan nalar berpikir kritis. Kemudian objek pengetahuan tersebut diolah dan dikombinasikan dengan hasil pengetahuan yang pernah ditangkap sebelumnya, serta menjadi navigasi dalam pengambilan keputusan. Nugroho menjelaskan konsep pembelajaran dalam perspektif Ausubel yang bertumpu pada aspek daya interpretasi itu akan membentuk inklusivitas berpikir siswa." Inklusivitas berpikir ini akan mewujud dalam konkretisasi objek pengetahuan dengan menerapkan pemahaman itu secara luwes dan lentur. Kelenturan ini akan menjadi sebuah perbedaan utama. dari lanskap dua kutub ilmu pengetahuan ilmu sains dan sosial. Berpijak pada asumsi dasar kognitivisme Ausubel, kita bisa memahanai bahwa keluwesan dalam interpretasi objek pengetahuan sosial membawa kita. pada tahapan penghapusan logika sains yang cenderung bersifat oposisi biner. Kecenderungan ini bisa terlihat ketika logika berpikir yang digunakan senantiasa menempatkan posisi hirarkis antara baik dan buruk, benar dan salah, dan seterusnya. Ausubel hendak memecahkan ini dengan tawaran logika berpikir verbal dimana dalam mengejawantahkan objek pengetahuan harus disertai dengan logika-logika penafsiran yang konkret. Dalam bukunya The Pesychology of Meaningful Verbal Learning Ausubel hendak menjelaskan bagaimana kognitivisme pendidikan ini memiliki relevansi ketika dimanfaatkan sebagai metode pembelajaran. Untuk memasuki logika yang ditawarkan oleh Ausubel, kita dibawa untuk memahami konsep utamanya mengenai Meaningfull Learning atau pembelajaran yang menekankan pada struktur kognitiv yang harus bisa dikembangkan secara totalitas. Guru, yang dalam hal ini berperan sebagai fasilitator, memegang peranan penting agar semua daya kognitif dan imajinat if peserta didik bisa memahami potensipotensi yang terdapat pada seluruh peserta didik. Karena dalam metode ini, menurut Ausubel, setiap individu memiliki keunikan atau karakteristik yang berbeda-beda, karena itu semua inheren di dalam daya pikir manusia. Adapun peta konsep metode yang digunakan dalam pembelajaran merupakan rangkaian struktur aktif yang memiliki keterkaitan antar satu dan lainnya. Menurut Barlow dalam Muhibbin Syah mengatakan bahwa jalinan variabel yang membentuk jaringan struktur kognitif itu terdiri dari beberapa poin, yaitu: petama Advanced organizer (pengaturan awal) di dalamnya terdapat konsep yang diaplikasikan di awal pembelajaran sebelum memasuki pelajaran sesungguhnya.

Hal ini berguna untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam. belajar, dan mengingat materi pelajaran. Kedua adalah progressive differentiation, yaitu mengembangkan konsep pembelajaran dengan memulai menjelaskan terlebih dahulu hal-hal khusus disertai dengan contoh. Ketiga, Reconcilasi reconciliation (integrative reconciliation), guru. mengawali pembelajaran dengan menjelaskan dan menunjukkan dengan jelas persamaan maupun perbedaan materi baru dengan yang lalu yang telah dikuasai peserta didik. Terakhir adalah konsolidasi, yaitu guru memberikan pemantapan terhadap materi belajar terhadap materi yang lalu agar peserta didik mudah untuk mempelajari materi belajar selanjutnya.

H. Pembelajaran Menurut Aliran Kognitivistik Jeromde S. Burner Jerome Bruner adalah salah satu pemikir terkenal dalam dunia pendidikan, terutama yang berkaitan dengan pendekatan kognitivisme Cognitive approach). Bangunan teoretik yang dikembangkan oleh Bruner pertama kali dikenal oleh masyarakat luas karena pemikirannya mengenai pendidikan sangat provokatif dan kontroversial. Dikala masyarakat dunia tengah mendambakan seorang Jean Piaget yang mengusung konsep psikologi pendidikan, kedatangan Bruner mengundang simpati banyak orang karena pemikirannya yang mengulang kembali konsep Piaget di satu sisi, dan menolak apa yang telah dipahami sebagai metode kognitiv di sisi lain. Bagi Bruner perkembangan kemampuan daya pikir bergantung pada dua kompetensi yang membangunnya.

Pertama ia sebut sebagai representasi (representation) merupakan regulasi dasar dalam lingkungan dan integrasi (integration) yang dilihat sebagai transendensi daya ingat masa lampau kemudian ditransformasikan ke masa depan. Pengembangan komptensi intelegensia ini digunakan untuk membuahkan terobosan baru atau inovasi yang dimanfaatkan sebagai bentuk prototipe dari agen kultural guru, orang tua. Dasar teori dimana ia diposisikan sebagai pengikut Piaget (Piagetian) terlihat dari tiga konsep yang ia tulis dalam The Course of Cognitive Growth. Dalam buku tersebut terdapat tiga konsep pengembangan intelektual, yakni enaktif, ikonik, dan simbolik. Untuk yang pertama, representasi enaktif ini berkenaan dengan tindakan siswa dalam mengamati sekaligus menjadikan. objek yang ia lihat sebagai fakta empirik. Pada tahap ini siswa, sesuai dengan semangat kognitiv, dituntut untuk mampu menggunakan daya imajinasinya agar objek tersebut bisa ditangkap sesuai dengan kapasitasnya.

Pada proses ini hal yang sangat diperhitungkan adalah kemungkinan apa yang muncul ketika respon motorik itu digunakan oleh siswa. Sedangkan untuk defenisi kedua mengenai representasi ikonik berkaitan dengan daya intuisi berpikir siswa. Pandangan ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Dewey mengenai sugesti dan verifikasi yang membentuk sebuah ide dari hasil refleksi pemikiran." Tahap ini sering dipahami pada tahapan siswa mampu mengkonkretisasi objek ke dalam bentuk visual. Inilah poin utama dari ikonik ini yang bertumpu pada kemampuan siswa dalam memberikan makna dengan signifikan. Karena itu, Bruner menyebut tahap ikonik ini seperti hubungan timbal balik atau resiprokal yang mengedepankan aspek intuitif menjaga struktur berpikir dan menjadi percaya diri dalam berpikir.

Adapun fase representasi simbolik ini berkaitan dengan proses dimana siswa dalam tahapan internalisasi pengetahuan untuk mampu mengabstraksikan pengetahuannya dalam bentuk konkret. Seperti halnya pada aliran psikologi, fase simbolik adalah fase dimana subjek atau siswa memasuki tahap internasilasi konstruksi sosial yang dipahami sebagai kebenaran dari hasil konvensional Pada fase ini juga, simbolisasi pengetahuan menjadi fakta konkret sudah menghapuskan pemahaman yang absurd, pengetahuan yang diperoleh pada fase sebelumnya. Lebih jauh lagi, perkembangan kognitivisme Bruner ini menjelaskan dua tipe dasar mengenai proses memperoleh pengetahuan (cognition) bagi manusia. Dua tipe itu dijelaskan dalam bukunya The Relevance of Education mengenai dua kategori utama dalam membentuk daya imajinasi siswa.. Pertama adalah berdasarkan identitas, dan kedua berkaitan dengan kesetaraan.

Untuk yang pertama ini diklasifikasikan berdasarkan varietas stimulus untuk memperoleh atau menjadi model kesamaan paradigma yang digunakan. Untuk yang kedua ini diklasifikasikan berdasarkan model. untuk berpikir. Lebih jauh lagi, untuk tipe yang kedua ini terdapat beberapa elemen dasar yang membentuk jalinan, pertama, afektif (tingkah laku); kedua, fungsional (menyisipkan atau membuat kalkulasi dari tugas belajar siswa); dan ketiga, formal (struktur dalam proses pembelajaran). Dalam buku Toward a Theory of Instruction Bruner menjelaskan. bagaimana arah masa depan pendidikan dilaksanakan agar hasil yang diperoleh bisa maksimal.23 Ia melihat bahwasannya dalam proses pembelajaran, dalam hal ini peserta didik, mereka lebih mengutamakan mencari pengetahuan di usia muda sehingga realisasi pengetahuan yang diperoleh mampu diaktualisasikan dalam bentuk praksis.

Dalam buku itu, Bruner sedikit menyinggung mengenai penyusunan paradigma pembelajaran senantiasa memperhatikan beberapa elemen sebagai berikut: Pertama, Education Is Experienced Reorganized Pendidikan, dalam pandangan Bruner, bukan hanya sebatas institusi formal yang digunakan untuk transfer pengetahuan seperti yang dipahami oleh khalayak. Pendidikan merupakan rangkaian dan alur manajerial pengalaman untuk mengembangkan apa yang telah dilakukan dan dipelajari sebelumnya. Inti dari proses pembelajaran, bagi Bruner, konsisten memegang prinsip "dukungan dan dialog".

Kedua prinsip tersebut menjadi pola dasar ikatan yang terjalin dalam agen kultural peserta didik. Kedua, Knowing Is a Process Not a Product Muara tujuan pendidikan selain dari transfer akademik, pendidikan juga berperan penting dalam membentuk karakter peserta didik. Pembangunan karakter ini akan mencerminkan bagaimana konstruksi ideologis yang tercipta dari institusi pendidikan mampu menjadi harapan bangsa sekaligus menggoreskan tinta peradaban kemanusiaan.

Pandangan ini sedikit berbeda dengan paham pragmatisme yang memandang tujuan pendidikan itu secara pragmatik atau tepat guna. Pandangan ini melihat bahwa sebuah rangkaian proses pembelajaran akan membentuk sebuah partikular subjek dengan mengedepankan konstruksi simbolik dan norma sosial. Ketiga, Learning Is Its Own Reward. Panorama pendidikan di era kontemporer orang tua seringkali memberikan penghargaan lebih ketika anaknya mendapatkan prestasi akademik. Hal ini ditengarai bahwasannya konstruksi yang dianut oleh para orang tua tersebut berpandangan capaian tertinggi dalam pendidikan diukur dari prestasi yang tengah diperoleh.

Oleh sebab itu, Bruner berpandangan bahwa untuk mengapresiasi proses pembelajaran itu adalah dengan membentuk energi natural yakni memberikan pemahaman dari aspek rasa ingin tahu yang tinggi, hasrat untuk berproses dengan baik (desire of competence), dan komitmen yang tinggi terhadap pembentukan karakter. Keempat, Subject Matter Is a Way of Thinking. Dalam menjalani proses pembelajaran, dasar yang harus diperkuat adalah metode atau cara berpikir. Untuk memahami subject matter dalam pendidikan kita diarahkan untuk mengetahui bagaimana penyusunan dan penerapan paradigma pembelajaran yang efektif untuk semua peserta didik.

Bruner menekankan proses berpikir ini dimulai sejak dini agar siswa mampu menangkap dan mengembangkan objek yang diterima itu dan diolah melalu pemikiran progresif-transformatif. Kelima, Teaching Discovery. Salah satu dasar keterbentukan pembelajaran kognitiv ini mengutarnakan peran guru dalam membawakan materi pembelajaran. Guru dituntut untuk bisa menghidupkan aspek kognitiv murid dengan memberikan stimulus yang disesuaikan dengan kapabilitas masing masing murid. Di sini, guru memiliki peranan penting agar daya kognitiv itu bisa bangkit dan murid mampu mendayagunakan itu semaksimal mungkin dengan pemikirannya sendiri. Keenam, The Responsibility of Scholarship.

Seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai tujuan utama pendidikan adalah pembentukan dan internalisasi nilai-nilai moral dan karakter ini berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat. Artinya tanggung jawab yang diemban para siswa bukan hanya sebagai hasil proyeksi institusi pendidikan belaka, para siswa itu juga memiliki. tanggung jawab sosial. Dengan demikian, tanggung jawab sosial ini diaplikasikan dalam kehidupan siswa di luar institusi pendidikan, bahwa ia juga bertanggung jawab untuk menularkan apa yang telah didapatkan dari proses pembelajarannya.

I. Penerapan Teori Kognitivistisme Dalam Pembelajaran

Tentunya ada beberapa cara yang perlu dipahami oleh seorang guru dalam menerapkan teori kognitivisme dalam proses pembelajaran,

diantaranya:

1. Pengalaman tilikan (insight); Tilikan bisa disebut juga pemahaman mengamati. Dalam proses belajar, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu mengenal keterkaitan unsur-

unsur suatu objek atau peristiwa

2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); dalam hal ini unsurunsur yang bermakna akan sangat menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Hal ini akan sangat bermanfaat dan membantu peserta dalam menangani suatu masalah. Jadi, hal- hal yang dipelajari para peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); suatu perilaku akan terarah pada tujuan. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika para peserta didik mengerti tujuan yang ingin dicapainya. Jadi, hendaknya para guru membantu para peserta didik untuk memahami arah dan tujuannya.

4. Prinsip ruang hidup (life space); perilaku individu memiliki hubungan dengan tempat dan lingkungan dia berada. Jadi, materi yang diajarkan harusnya berhubungan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan individu.

5. Transfer dalam belajar, yaitu proses pemindahan pola tingkah laku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian objek dari satu konfigurasi ke konfigurasi lain dalam tata susunan yang tepat. Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah pada situasi lain.

J. Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky

Selain Piaget, tokoh yang juga mengeluarkan teori tentang perkembangan kognitif adalah Lev Vygotsky. Dua hal yang ditekankan oleh Vygotsky sebagai berikut.

1. Perkembangan kognitif terjadi dalam konteks sosiokultural yang memengaruhi perkembangan tersebut.

2. Banyak kemampuan kognitif penting pada anak yang berkembang dari adanya interaksi sosial dengan orang tua, guru, dan orang lain yang memiliki kompetensi lebih tinggi dari seorang anak.

Perkembangan intelektual sangat berhubungan dengan budaya seseorang. Pemikiran anak di berbagai belahan dunia tidak sama, tetapi mereka menggunakan otak dan kemampuan mental untuk menyelesaikan masalah dan menginterpretasikan hal-hal di sekitar sesuai dengan tuntutan dan nilai-nilai di budaya mereka. Salah satu perspektif yang dapat digunakan untuk mengevaluasi perkembangan kognitif adalah perkembangan sosiohistoris, yakni perkembangan yang terjadi dalam budaya seseorang yang terlahir dari nilai-nilai, norma, dan teknologi. Perspektif inilah yang banyak difokuskan oleh peneliti saat ini tentang ide vygotsky.

K. Karakteristik Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Teori perkembangan kognitif pertama yang akan kita pelajari merupakan teori dari Jean Piaget, seorang psikolog asal Switzerland, yang sangat dikenal dengan penelitiannya di bidang perkembangan anak. Penelitian Piaget dimulai dari pertanyaan, "Bagaimana kita bisa mengetahui atau memperoleh pengetahuan tentang suatu hal?" "Apakah pengetahuan bersifat objektif atau apakah pengetahuan sangat dipengaruhi oleh subjek yang mengetahuinya?" (Miller, 2011). Kategori pemikiran dasar dapat dibedakan menjadi waktu, ruang, kausalitas, dan kuantitas. Bagi Anda yang sudah dewasa, empat konsep pemikiran ini tak sulit untuk dipahami. Akan tetapi, bagaimana dengan anak kecil?

Ketika Piaget meneliti bagaimana manusia dapat memperoleh pengetahuan, ia sampai pada kesimpulan bahwa pengetahuan bukan merupakan kondisi, tetapi proses. Pengetahuan didefinisikan sebagai hubungan antara subjek (manusia) dan apa yang diketahuinya. Ini adalah salah satu karakteristik dari teori Piaget yang disebut sebagai epistemologi genetis. Epistemologi merupakan cabang filosofi yang mempelajari ilmu pengetahuan. Sementara itu, istilah genetis mengacu pada perkembangan. atau kemunculan.

Proses memperoleh pengetahuan dilakukan secara mandiri oleh anak ketika mereka membangun/mengonstruksi pengetahuan tersebut. Mereka memahami sesuatu dengan mengalaminya secara fisik dan mental Manusia memiliki bagian aktif dalam dirinya untuk memilih dan menginterpretasi informasi yang didapat dari lingkungan sekitar mereka. Karena itu, pengetahuan tidak begitu saja terserap.

Pengetahuan pada anak berubah seiring perkembangan kognitif mereka. Keseimbangan ekuilibrium adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya kondisi yang sesuai antara pemahaman anak dan lingkungannya. Teori perkembangan kognitif Piaget juga bersifat biologis. Seperti binatang dan tumbuhan yang beradaptasi dengan lingkungannya, seorang anak juga beradaptasi secara psikologis. Menurut Piaget, proses adaptasi ini bersifat universal. Selanjutnya, konsep strukturalisme digunakan Piaget karena menurutnya pemikiran pada anak bersifat sistematis. Mereka memiliki struktur mental dasar atau skemata yang dijadikan landasan untuk menyerap pengetahuan-pengetahuan baru, Membangun pengetahuan dilakukan dengan menyelaraskan skemata yang telah anak miliki dengan skemata baru yang diketahui. Dari proses inilah pengetahuan dan kecerdasan berkembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun