Mohon tunggu...
Dhamar Abdussalam
Dhamar Abdussalam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN khas jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Belajar Kognitivisme dan Penerapannya dalam Pembelajaran

14 Juni 2024   12:38 Diperbarui: 14 Juni 2024   13:22 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada proses ini hal yang sangat diperhitungkan adalah kemungkinan apa yang muncul ketika respon motorik itu digunakan oleh siswa. Sedangkan untuk defenisi kedua mengenai representasi ikonik berkaitan dengan daya intuisi berpikir siswa. Pandangan ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Dewey mengenai sugesti dan verifikasi yang membentuk sebuah ide dari hasil refleksi pemikiran." Tahap ini sering dipahami pada tahapan siswa mampu mengkonkretisasi objek ke dalam bentuk visual. Inilah poin utama dari ikonik ini yang bertumpu pada kemampuan siswa dalam memberikan makna dengan signifikan. Karena itu, Bruner menyebut tahap ikonik ini seperti hubungan timbal balik atau resiprokal yang mengedepankan aspek intuitif menjaga struktur berpikir dan menjadi percaya diri dalam berpikir.

Adapun fase representasi simbolik ini berkaitan dengan proses dimana siswa dalam tahapan internalisasi pengetahuan untuk mampu mengabstraksikan pengetahuannya dalam bentuk konkret. Seperti halnya pada aliran psikologi, fase simbolik adalah fase dimana subjek atau siswa memasuki tahap internasilasi konstruksi sosial yang dipahami sebagai kebenaran dari hasil konvensional Pada fase ini juga, simbolisasi pengetahuan menjadi fakta konkret sudah menghapuskan pemahaman yang absurd, pengetahuan yang diperoleh pada fase sebelumnya. Lebih jauh lagi, perkembangan kognitivisme Bruner ini menjelaskan dua tipe dasar mengenai proses memperoleh pengetahuan (cognition) bagi manusia. Dua tipe itu dijelaskan dalam bukunya The Relevance of Education mengenai dua kategori utama dalam membentuk daya imajinasi siswa.. Pertama adalah berdasarkan identitas, dan kedua berkaitan dengan kesetaraan.

Untuk yang pertama ini diklasifikasikan berdasarkan varietas stimulus untuk memperoleh atau menjadi model kesamaan paradigma yang digunakan. Untuk yang kedua ini diklasifikasikan berdasarkan model. untuk berpikir. Lebih jauh lagi, untuk tipe yang kedua ini terdapat beberapa elemen dasar yang membentuk jalinan, pertama, afektif (tingkah laku); kedua, fungsional (menyisipkan atau membuat kalkulasi dari tugas belajar siswa); dan ketiga, formal (struktur dalam proses pembelajaran). Dalam buku Toward a Theory of Instruction Bruner menjelaskan. bagaimana arah masa depan pendidikan dilaksanakan agar hasil yang diperoleh bisa maksimal.23 Ia melihat bahwasannya dalam proses pembelajaran, dalam hal ini peserta didik, mereka lebih mengutamakan mencari pengetahuan di usia muda sehingga realisasi pengetahuan yang diperoleh mampu diaktualisasikan dalam bentuk praksis.

Dalam buku itu, Bruner sedikit menyinggung mengenai penyusunan paradigma pembelajaran senantiasa memperhatikan beberapa elemen sebagai berikut: Pertama, Education Is Experienced Reorganized Pendidikan, dalam pandangan Bruner, bukan hanya sebatas institusi formal yang digunakan untuk transfer pengetahuan seperti yang dipahami oleh khalayak. Pendidikan merupakan rangkaian dan alur manajerial pengalaman untuk mengembangkan apa yang telah dilakukan dan dipelajari sebelumnya. Inti dari proses pembelajaran, bagi Bruner, konsisten memegang prinsip "dukungan dan dialog".

Kedua prinsip tersebut menjadi pola dasar ikatan yang terjalin dalam agen kultural peserta didik. Kedua, Knowing Is a Process Not a Product Muara tujuan pendidikan selain dari transfer akademik, pendidikan juga berperan penting dalam membentuk karakter peserta didik. Pembangunan karakter ini akan mencerminkan bagaimana konstruksi ideologis yang tercipta dari institusi pendidikan mampu menjadi harapan bangsa sekaligus menggoreskan tinta peradaban kemanusiaan.

Pandangan ini sedikit berbeda dengan paham pragmatisme yang memandang tujuan pendidikan itu secara pragmatik atau tepat guna. Pandangan ini melihat bahwa sebuah rangkaian proses pembelajaran akan membentuk sebuah partikular subjek dengan mengedepankan konstruksi simbolik dan norma sosial. Ketiga, Learning Is Its Own Reward. Panorama pendidikan di era kontemporer orang tua seringkali memberikan penghargaan lebih ketika anaknya mendapatkan prestasi akademik. Hal ini ditengarai bahwasannya konstruksi yang dianut oleh para orang tua tersebut berpandangan capaian tertinggi dalam pendidikan diukur dari prestasi yang tengah diperoleh.

Oleh sebab itu, Bruner berpandangan bahwa untuk mengapresiasi proses pembelajaran itu adalah dengan membentuk energi natural yakni memberikan pemahaman dari aspek rasa ingin tahu yang tinggi, hasrat untuk berproses dengan baik (desire of competence), dan komitmen yang tinggi terhadap pembentukan karakter. Keempat, Subject Matter Is a Way of Thinking. Dalam menjalani proses pembelajaran, dasar yang harus diperkuat adalah metode atau cara berpikir. Untuk memahami subject matter dalam pendidikan kita diarahkan untuk mengetahui bagaimana penyusunan dan penerapan paradigma pembelajaran yang efektif untuk semua peserta didik.

Bruner menekankan proses berpikir ini dimulai sejak dini agar siswa mampu menangkap dan mengembangkan objek yang diterima itu dan diolah melalu pemikiran progresif-transformatif. Kelima, Teaching Discovery. Salah satu dasar keterbentukan pembelajaran kognitiv ini mengutarnakan peran guru dalam membawakan materi pembelajaran. Guru dituntut untuk bisa menghidupkan aspek kognitiv murid dengan memberikan stimulus yang disesuaikan dengan kapabilitas masing masing murid. Di sini, guru memiliki peranan penting agar daya kognitiv itu bisa bangkit dan murid mampu mendayagunakan itu semaksimal mungkin dengan pemikirannya sendiri. Keenam, The Responsibility of Scholarship.

Seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai tujuan utama pendidikan adalah pembentukan dan internalisasi nilai-nilai moral dan karakter ini berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat. Artinya tanggung jawab yang diemban para siswa bukan hanya sebagai hasil proyeksi institusi pendidikan belaka, para siswa itu juga memiliki. tanggung jawab sosial. Dengan demikian, tanggung jawab sosial ini diaplikasikan dalam kehidupan siswa di luar institusi pendidikan, bahwa ia juga bertanggung jawab untuk menularkan apa yang telah didapatkan dari proses pembelajarannya.

I. Penerapan Teori Kognitivistisme Dalam Pembelajaran

Tentunya ada beberapa cara yang perlu dipahami oleh seorang guru dalam menerapkan teori kognitivisme dalam proses pembelajaran,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun