Renjana Rindu Ragil
Oleh: DeYe
Rasa hati membuncah gulana, tatapan Ragil begitu sendu, sekelam angkasa
Bola matanya memandang lekat tubuh yang terbaring membujur kaku di hadapanya
Awan hitam berpeluk hujan, petir menggelegar, menggelayut rasa
Alam pun larut dalam kedukaan memeluk rasa pilu Ragil
Gerak-gerik Ragil dalam ketidakmengertian, bingung dan takut
suara petir yang saling bersautan tergambar nyata
Ragil berjalan hilir mudik di antara para tamu yang merapal doa
Ingin Ragil berlari memeluk Ayah, tercenung dengan hati yang menggelora
“Ibu, apa yang terjadi dengan Ayah?” cetus tanyamu diantara para tamu
Langkahnya tertahan dengan kostum Ayah yang tak biasa
“Mengapa ayah berpeluk guling?” Ragil bertanya kembali dengan tatapan sendu
Kain mori menyelubungi Ayah yang lelap dalam tidur panjangnya
Engkau bertanya dalam kepolosanmu, menderai air mata Ibu memeluk sembilu
Ibu tiada kuasa menjawab, hanya peluk hangat mewakili
Ragil menatap lamat-lamat jasad Ayah berpeluk kain putih, terbenam ke dalam bumi
Alam yang kelam berganti sejuk, mengiringi kepergian yang terkasih
Iringan doa membersamai, melepas kepulangan terkasih kembali kepada Sang Khalik
Tanah merah bertabur bunga mawar melingkupi peraduan akhir terkasih
Nisan putih bertuliskan nama, memastikan kepergian sang kasih bukanlah ilusi
menari-nari seribu kenangan manis, Ragil berharap Ayah terbangun dari tidur panjangnya
Derai air mata Ibu saat Ragil nan polos mencecar tanya kembali,
“Ibu, mengapa Ayah dipasirin?”
Usia muda penuh tanya, dalam kebingungan mencari makna kehilangan Ayah
“Ragil, kemari, nak merapat dalam khusuknya merapal doa untuk Ayah”
Peluk Ibu mengajak Ragil berbagi kesedihan dan berbagi kekuatan hati.
Awal yang tidak sama lagi, saat Ayah tidak lagi membersamainya
Yang terkasih kini telah beristirahat dalam tidur panjangnya
Ayah Ragil tidak lagi menanggung sakit yang dideritanya
Hari-hari berlalu, Ragil terlihat kerap hilir mudik di depan kamar menanti yang dikasihi
Terasa ada yang hilang, ketika ia membuka kamar tiada tampak wajah sang Ayah
Ingatan Ragil melayang pada senyum bahagia Ayah saat ia berceloteh ramai
Akankah semua terulang lagi?
Dalam kesunyian malam, nanar mata Ragil kerap bertanya “Kapan Ayah pulang?”
Akankah asa Ragil terjawab?
Rasa yang tak selaras dengan alur pikirnya
Engkau kerap berkata bahwa sang Ayah kembali pulih sehat
Namun, mengapa telah sekian hari Ayah tak jua nampak?
Jabaran kata pergi meninggalkan Ragil selamanya adalah lara yang menyesap
Asa Ragil, hari-harinya kan selalu ceria bersama sang Ayah
Nada-nada rindu bersenandung pilu
Alam fana memisahkan Ragil dengan sang Ayah
Rasa yang menyiksa kerap datang begitu saja tanpa diudang
Ingin berlari menjauh, namun rasa ini terpasung kuat tiada daya menepis
Nyanyian malam bersenandung lirih
Debit rasa senandungkan bait-bait rindu, berpeluk
Untaian doa Ragil dan Ibu kepada Sang Khalik, berharap menguatkan hati
Bekasi, Sabtu, 04 Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H