Ketika saya meninggalkan ibukota Sumatera Selatan ini, ada perasaan sedih di hati karena Bumi Sriwijaya ini telah meninggalkan kenangan terindah yang terpatri dalam hati saya. Saya merasa jatuh hati pada kota ini karena bukan hanya sekedar kota kelahiran saya, juga kekayaan budaya di dalamnya yang melengkapi khazanah budaya di Indonesia.
Ya, kota Palembang! Hari ini telah memasuki tahun ke-1332! Kota tertua di Indonesia ini memang sudah terkenal sejak zaman Sriwijaya. Menurut yang saya baca di wikipedia, hari jadi kota Palembang ditentukan berdasarkan Prasasti Kedutan Bukit yang menyebutkan pembangunan wanua yang kelak disebut kota Palembang, tanggal 17 Juni 683 dan kerajaan Sriwijaya telah menjadikan Palembang sebagai ibu kota kerajaan. Setelah runtuhnya kerajaan Sriwijaya, muncullah suatu kesultanan Islam yang disebut Palembang Darrusalam sampai masuknya pengaruh Jepang. Salah satu sultan Palembang Darrusalam yang berani melawan kolonialisme, yang diabadikan salah satu pahlawan nasional dan tercetak pada uang Rp.10000, ya kalau bukan Sultan Mahmud Badaruddin II!
Selama saya berada di Palembang, saya telah memperoleh kenangan yang sangat berharga, di segala aspek. Liburan ke Palembang karena acara keluarga dan Lebaran tentunya saya tidak sia-siakan karena ada acara penting dan kunjungan ke tempat wisata. Apa saja ya kenangan yang saya dapatkan selama di Palembang? Yuk kita simak!
1. Bertemu dengan Remaja Berprestasi, Dominic Brian
Ya, Dominic Brian! Masyarakat Indonesia tentunya tidak asing dengan nama remaja yang satu ini. Remaja peraih Guiness Book of Record bidang mengingat angka sudah sering berkunjung ke Palembang untuk memecahkan rekor dunia sekaligus memanfaatkan waktunya untuk promosi buku, salah satunya Inilah Saatnya untuk Action! (selengkapnya baca di artikel ini dan ini). Bahkan, link reportase saya tentang launching buku tersebut sudah ditautkan ke situs resmi Dominic Brian, www.dominicbrian.com lho!
Walaupun saya bukan warga Palembang, saya akhirnya bisa bertemu Dominic Brian berserta ayahnya, Gidion Hindarto. Yap! Kota Palembang menjadi saksinya. Kesempatan bedah buku yang langka ini saya manfaatkan dengan sebaik-baiknya, dan akhirnya saya mendapatkan inspirasi untuk bertindak yang baik serta bonus tandatangan asli Dominic Brian pada buku yang saya beli. Kapan ya teman-teman bisa bertemu Dominic Brian di kota kalian?
2. Melihat Bendera Negara-negara ASEAN di Tengah Jalan Kota Palembang
Ini terjadi waktu saya berkunjung ke Palembang saat Lebaran tahun 2011 lalu. Saat itu, Palembang dipercaya menjadi tuan rumah SEA Games 2011 mendampingi kota Jakarta. Yang paling menarik dari kota tersebut waktu itu adalah adanya bendera negara-negara ASEAN di tengah jalan kota Palembang. Tidak hanya itu, selain ada baliho SEA Games, dan di bundaran Masjid Agung Palembang, ada jam penghitung mundur menuju pembukaan SEA Games lho!
Saya juga pernah berkunjung ke pasar di kota Palembang, diantaranya Pasar Cinde dan Pasar 16 Ilir. Kalau Pasar Cinde saya sudah dua kali saya kunjungi waktu saya menemani kerabat saya untuk keperluan acara keluarga dan keperluan berdagang kerabat saya.
Pasar Cinde, walaupun sudah berumur lebih dari 50 tahun dan berdiri ditengah mal-mal modern yang megah, tetap saja tidak sepi pengunjung untuk beberlanja, jalan-jalan, dan sebagainya, bahkan sudah mendapatkan kesan di hati warga Palembang sendiri. Isinya, ya sama dengan pasar tradisional pada umumnya, ada kebutuhan pokok, pakaian, barang rumah tangga, sampai barang-barang antik dan makanan khas Palembang ada di sini.
Seperti pasar Cinde, ada banyak barang dan kebutuhan pokok pada umumnya, serta makanan khas, buah tangan, sampai pakaian berkualitas dijual dengan harga yang cukup terjangkau. Kabarnya nih, pasar 16 Ilir akan direnovasi tahun ini dengan konsep yang lebih modern. Ya semoga saja keaslian pasar 16 Ilir sebagai pasar bersejarah tetap terjaga.
Dibawah pasar 16 Ilir, di Pinggir Sungai Musi ada stand yang kurang lebih berupa tenda, menjajakan kuliner khas Palembang. Saya pernah melewati stand tersebut dan sayangnya saya tidak sempat mampir ke stand tersebut. Kapan-kapan, saya akan mampir ke sana!
4. Berkunjung ke Monpera
Waktu saya baru saja melewati Jembatan Ampera menuju Seberang Ilir, ada bangunan yang ada burung garuda itu, saya jadi penasaran, apa itu? Ternyata, bangunan tersebut adalah MONPERA (Monumen Perjuangan Rakyat)!
Minggu pagi, tanggal 24 Mei lalu, saya berkesempatan untuk mengunjungi Monpera bersama bibi saya. Monpera, yang terletak dekat dengan Bundaran Air Mancur di pusat kota, adalah museum yang didirikan untuk mengenang perjuangan para pahlawan di Sumatera Bagian Selatan.
Saat saya memasuki museum ini, ada banyak koleksi rekaman sejarah perjuangan para pahlawan, dari lantai satu sampai lantai enam. seperti meriam, foto dokumentasi sejarah, bahkan uang rupiah dari zaman kemerdekaan sampai sekarang pun masih tersimpan di sini. Juga ada patung setengah badan dari para pahlawan dan baju pejuang yang masih terawat di museum ini.
5. Mencicipi Kue Khas Palembang
Kalian tahu empek-empek? Makanan khas Palembang memang sudah terkenal di seantero Nusantara, ditambah dengan kemplang, pindang patin, dan tempoyak. Yap, kuliner Palembang memang kaya ya, itu karena hasil sejarahnya yang sudah sangat tua dan pengaruh dari budaya lain, yang berasal dari para pendatang.
Sebagai pencinta kue, saya sudah lama ingin merasakan kue khas Palembang. Itu gara-gara saya melihat station ident dari salah satu TV lokal di Palembang yang menampilkan kue manis tersebut. Ya! Kalau bukan kue 8 jam!
Selanjutnya, saya bahas kue khas Palembang lainnya. Bolu Kojo! Kue tersebut pernah saya beli di Pasar 16 Ilir dan rasanya manis dengan gurih dari santan (sayang, saya tidak sempat memfoto bolu tersebut). Dinamakan bolu Kojo karena bentuknya mirip dengan bunga kamboja. Namun, sekarang ini, bolu kojo hadir dalam bentuk yang bermacam-macam, ada yang berbentuk persegi, bundar, dan sebagainya.
Pada umumnya (yang saya temui), bolu kojo berwarna hijau dan terbuat dari telur, gula, santan, perwarna suji dan pandan, serta tepung terigu, dan biasanya dimasak dengan cara dikukus, meskipun ada juga yang dipanggang.
Kota Palembang, secara geografis, dibelah oleh Sungai Musi yang memisahkan wilayah Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Sungai Musi, yang berawal dari mata air di Kepahiang, Bengkulu dan memiliki panjang 750 km, yang dinobatkan sebagai sungai terpanjang di Sumatera.
Tentunya, saya punya pengalaman menarik menaiki perahu, menyusuri Sungai Musi. Saat itu, saya hendak bersilaturahmi di rumah kerabat saya, delapan tahun yang lalu. Saya dan keluarga naik perahu yang terbuat dari kayu dan melihat sekeliling sungai. Ada pabrik pupuk PUSRI, perumahan warga di pinggir sungai dan sebagainya, bahkan tanaman sungai pun masih terlihat tumbuh di sungai Musi!
Sebenarnya, masih banyak obyek wisata yang hendak saya kunjungi, bahkan keinginannya sudah dipendam sejak lama, yaitu Pulau Kemaro, Jakabaring Sport City, dan Benteng Kuto Besak, serta tempat wisata lainnya. Kapan ya saya menginjakkan kaki di Palembang lagi...???
Akhirnya, saya tarik kesimpulan dari kenangan dari kota kelahiran saya ini:
“Mencintai tanah kelahiran dan tempat tinggal merupakan bagian dari mencintai suatu negeri. Jika sudah jatuh hati dengan tanah leluhurnya, niscaya hatimu tidak akan berpaling ke negeri lain yang jauh lebih indah dibanding negeri sendiri. Bagaimanapun, dan dimanapun kita berada, kita harus ingat kepada negeri yang membesarkan kita”
Demikianlah, semoga kenangan saya ini dikenang sampai akhir hayat. Salam Kompasiana!
Referensi: https://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Musi, http://pipitfebri.blogspot.com, https://id.wikipedia.org/wiki/Bolu_Kojo, lezat.com, http://www.makanajib.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI