Tingg ... sebuah pesan suara masuk di handphone Nonik.
Nian langsung membuka dan memperdengarkan pada Nonik,
"Nik, maaf aku mungkin sudah keterlaluan karena menceraikanmu. Aku menyayangimu, tapi maaf. Mungkin kita sudah tak bisa bersama lagi. Lusa aku akan menikah dengan Ayu. Oh iya, sebentar lagi aku akan menjadi seorang ayah. Doakan saja agar aku, calon istri dan calon anakku baik-baik saja. Kuharap kau bisa menerima keputusannku, Nik." Isi pesan suara itu.
Seketika Nonik kembali menangis histeris. Nian yang berada di sampingnya ikut meneteskan air mata sembari memeluk Nonik yang berteriak tak karuan. Ia benar-benar tak menyangka, ternyata calon yang dimaksud Ayu waktu itu adalah suaminya. Lusa pandu dan sahabat masa kecilnya itu akan menikah dan segera mempunyai anak. Ia kaget tak karuan. Hancur sudah harapannya untuk memberikan kejutan kecil pada Pandu, yang kini sudah milik orang lain.
***
Tak terasa sebulan berlalu, sebuah kompleks perumahan kian sepi dari warga. Rumahnya tampak kosong tak terurus, senasib pula dengan butik di sebelah rumah itu. Pun dengan rumah di sekelilingnya. Hanya tinggal beberapa rumah yang berpenghuni. Mereka banyak yang memilih pindah, takut. Sebab sebulan lalu terdengar kabar seorang perempuan muda nekat melompat dari jendela rumahnya. Bahkan tak ada satupun keluarga yang turut hadir dalam pemakamannya. Entah kemana keluarganya. Sungguh malang, perempuan itu, Nonik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H