"Aneh gimana, Ma?"
"Pantai tadi kan destinasi wisata. Dari tiket masuk hingga warung, semua kemasannya modern. Penduduk sekitar pada buka warung dan hotel. Kok ada nenek-nenek lusuh masuk kawasan, dan kayak nenek-nenek era Mama waktu kecil ya. "
"Iya juga ya, Ma. Tapi, apa sih yang nggak mungkin. Keluarganya nggak urus lagi kali."
"Aku juga ada hal aneh, Ma. Ada nenek-nenek yang ikut duduk di warung tadi. Waktu Mama selfie di tepi pantai."
"Oh... Ya. Mama lihat. Tapi nggak terlalu ngeh sih. Cuma lihat aja agak jauh. Sebenernya Mama mau balik ke warung. Mau ajak kamu pulang. Tapi Mama lihat kamu lagi bantuin nenek berdiri ya kayaknya. "
"Ya itu, Ma. Aku ganjil aja sih. Jam segitu, ada nenek-nenek cantik. Mau kondangan kali. Ditanya, senyum-senyum doang. "
"Tapi, dia cantik lho, Nda. Untuk ukuran nenek renta, dia rapi dan.... Ya... Mempesona."
"Yang nggak nahan Ma. Wanginya duh!. Melati banget deh!. "
"Melati?." Kata Ibuku mengulangi kata-kataku dengan pelan dan mengernyitkan dahi.
"Ya, Ma. Kenapa?."
"No. No problem, dear. Nggak ada yang kebetulan, nggak ada yang mustahil. Setidaknya Mama jadi makin yakin aja." Katanya sambil senyum manis padaku.