Mohon tunggu...
Putri Dewi
Putri Dewi Mohon Tunggu... Seniman - Pengajar, Penari dan penulis puisi

Menulis adalah jiwa yang berkembang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Senja di Pantai Selatan

4 Mei 2020   19:33 Diperbarui: 12 Juni 2020   20:31 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Rumahku...., di sini." Jawabnya sangat pelan dan disertai senyum malunya yang khas.

Rumahnya di sini?. Di mana?. Kan ini warung nasi rames dan aku hanya pesan teh. Dan.... Penjual sudah pulang. Bukankah tadi penjual pamit tutup warung ya. Aku tadi bayar sama Mama untuk dua teh. Apa dia ibu atau nenek si penjual kali ya. Ah.. Mungkin saja.

"Monggo, saya pamit." Katanya sambil berdiri. Tapi dia sulit berdiri karena sudah renta dan sangat bungkuk. Aku spontan menolongnya.

Aroma melati itu menyengat sekali saat ini. Parfumnya mantap ini nenek. Dia berlalu ke belakang warung dan lenyap. Baiklah, aku panggil ibuku kali ini. Waktunya pulang.

Kembali kami bersepeda pulang, dengan jalanan yang lurus dan sedikit menanjak. Tentu ini makin bikin capek betis dan paha. Begitu ngos-ngosan hingga kami saling terdiam sampai tiba di rumah.

Tiba di rumah kami segera mandi dan duduk di depan TV.
"Mau teh lagi?." Goda ibuku yang nampaknya mulai tahu pikiranku.

"Yoi deh."

Teh panas kental gula batu menemani kami dalam menyimak acara debat politik di TV.

"Nda..., Mama tadi kok ngrasa aneh..., ya nggak sih?." kata Ibuku.

"Aneh apa, Ma?."

"Nenek-nenek yang bawa kayu bakar. Yang kamu kasih makanan tadi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun