Mohon tunggu...
Putri Dewi
Putri Dewi Mohon Tunggu... Seniman - Pengajar, Penari dan penulis puisi

Menulis adalah jiwa yang berkembang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Senja di Pantai Selatan

4 Mei 2020   19:33 Diperbarui: 12 Juni 2020   20:31 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bentar lagi lah. Masih terasa nyeri-nyeri lho betisku. Lima menit lagi ya." Pintaku.

"Ya udah, Mama mau selfie dulu ya. Jalan agak sana dikit biar nampak alam luasnya." Ibu beranjak sedikit menjauhiku. Aku pun akhirnya mengeluarkan HP, cek sosmed. Selang beberapa menit, Ibuku sudah menjauh dengan bahagianya sendiri.

Angin pantai kala itu begitu menggoda. Meliuk-liuk membawa aroma air laut yang menyegarkan dan aroma tanaman yang kadang terbawa tanpa sengaja. Juga aroma bebungaan yang kadang tercium, kadang hilang.

Tapi, bunga dari mana ya? Apakah di sekitar sini ada tanaman bunga semacam melati?. Fokusku pecah antara sosmed dan aroma bunga yang datang. Saat aku melepaskan pandanganku dari HP, seorang nenek tua duduk di seberangku agak ke samping.

 Duduk tertunduk dan diam. Aku tidak peduli. Semacam nenek-nenek yang akan pergi kondangan dan tidak ada yang istimewa bagiku. Kadang tunduk, kadang memandang lurus dengan sedikit senyuman. Lalu kembali tunduk.

Aku tetap fokus pada HPku. Tapi aku penasaran juga ya. Karena lama-lama aku cium aroma melati yang ternyata datang darinya.

Oh my God. Genit juga ini nenek. Parfumnya nyolok banget sih. Pakaiannya gitu amat juga. Kebaya hijau muda, rambut disanggul rapi, giwang dan cincim yang juga senada. Sooo stunning!!

Kurus, agak bungkuk, dan tanpa make up. Tapi sisa wajah ayunya masih muncul beberapa kali ketika aku curi-curi pandang. Aroma wanginya muncul makin pekat.

Ini udah hampir malam. Kenapa juga dia rapi banget gini ya. Betul-betul mau kondangan kali dia. Tapi kok sendirian ya. Keluarganya kok nggak antar. Kasihan. Jadi ingat almarhum nenekku saat seperti dia. Mana tega aku biarkan dia pergi sendirian.

"Mbah, mau ke mana?." Aku beranikan diriku bertanya.
Dia tidak menjawab. Senyum malu-malu saja.

"Rumahnya di mana, Mbah?."
Hanya senyum saja dia. Tidak mau jawab juga pikirku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun