Aku harus terus melangkah.
---
Ini hari ketiga Nero belum kembali. Aku bertekad menemukannya.
Gerimis kembali datang. Aku mengenakan jas hujan untuk memudahkan. Aku kembali memanggil Nero.
Kemana kira-kira kucingku itu pergi? Gadis itu bertanya dan menjawabnya sendiri.
Ia mengikuti instingnya. Ia terus berjalan.
Mungkin Tuhan menjawab doanya. Ia melihat kucing yang mirip dengan Nero. Kucing jingga dengan mata jail.
Nero. Ia masih ragu. Kucing itu berhenti dan memerhatikannya. Kucing itu mengeong, seperti memastikan apakah ia majikannya. Gadis itu tersenyum. Ia mengenali suara itu. Suara sember hanya milik Nero.
Ia mendekatinya. Kucing itu masih ragu. Tapi gadis itu tak ragu. Ia mengangkatnya dan menggedongnya di balik jas hujannya.
Kucing itu meronta-ronta. Ia hendak mencakarnya. Tapi kemudian ia ingat akan aroma tubuh gadis itu. Aroma tubuh seperti kucing. Ia pasti majikanku. Nero pun menjadi tenang dan ia tak marah majikannya menggendongnya.
Perjalanan itu terasa jauh. Gadis itu lega Nero tak lagi berontak. Rumah juga mulai kelihatan.
Nero melihatnya. Itu gang menuju rumahnya. Dan itu rumahnya. Rumah yang sederhana dan hangat.