Seiring berjalan waktu, Tito melanjutkan pekerjaannya melukis di galeri di Ubud. Ia banyak melukis pelanggan baik laki maupun perempuan.
Salah satunya Mirah, tetangga di galeri. Lukisan Mirah masih terpajang karena Tito berusaha melahirkan karya terbaik. Ia malu karena pemesannya tetangga.
Dari pemesanan lukisan ini, Tito merasakan Mirah menaruh perhatian khusus kepada Tito. Sia sering sekali menelpon dan juga kirim wathsaap. Sekali-kali ucapannya terdengar manja. Demikian pula wathsaap yang Mirah kirim kepada Tito. Sampai suatu saat dia melihat lukisan dirinya yang belum selesai.
"To, apanya sih yang belum selesai? Kok lama sekali." "Senyum lukisannya belum manis." Tito menggoda.
"Tapi, aku lihat sudah manis sekali. Apakah bener aku secantik itu?"
Belum sempat menjawab, tiba-tiba hpnya berdering. "Uh, Ririn." Tito sedikit panik. Tapi dia harus menjawab. "Hai sayang. Sendirian ya?"
Terlambat berpindah tempat, Ternyata Mirah mengeluarkan suara lumayan keras.
"Mas Tito, boleh aku duduk disampingmu? Aku pingin
lama-lama denganmu. Kamu ganteng."
Rupanya ucapan itu didengar oleh Ririn. Hingga nada suaranya agak meninggi.
"Siapa itu Mas Tito? Kau dengan perempuan ya? Aku dengar suara perempuan."