Pada tanggal 30 Januari 1948, Gandhi dibunuh oleh Nathuram Godse, seorang nasionalis Hindu militan yang merasa Gandhi terlalu lunak terhadap Muslim. Kematian Gandhi menyebabkan kesedihan mendalam di seluruh dunia dan menegaskan warisannya sebagai simbol perdamaian dan keadilan sosial terus menginspirasi gerakan hak asasi manusia di seluruh dunia. Hari ulang tahunnya diperingati sebagai Hari Internasional Non-Kekerasan.
Apa saja nilai-nilai etika yang dapat diambil dari ajaran Gandhi untuk mencegah korupsi?
   Menurut pandangan Mahatma Gandhi, dasar dari tindakan anti-korupsi terdiri dari beberapa prinsip kunci yang mendasari perjuangannya melawan korupsi dan pelanggaran etika. Berikut adalah penjelasan detail mengenai prinsip-prinsip tersebut:
1. Kebebasan (Satya)
Gandhi percaya bahwa kebenaran adalah dasar dari semua pilihan dan tindakan. Ia tidak hanya berbicara dengan jujur, tetapi juga berusaha menjalani hidupnya dengan transparan. Integrasi pribadi adalah dasar dari tata kelola yang bersih dalam hal pencegahan korupsi. Sebagai pemimpin, Gandhi menentang segala bentuk ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan, bahkan jika itu berarti mengorbankan kebahagiaan pribadinya.
Kebenaran bagi Gandhi bukan sekadar sebuah konsep, tetapi merupakan pilar yang harus dipegang teguh dalam setiap aspek kehidupan. Ia percaya bahwa tanpa kebenaran, masyarakat akan terjerumus ke dalam kebohongan dan penipuan yang hanya akan memperburuk kondisi sosial dan politik. Oleh karena itu, ia mendorong setiap individu untuk mencari kebenaran dalam diri mereka sendiri dan berkomitmen untuk menjalani kehidupan yang jujur.
Gandhi meyakini bahwa pemimpin harus transparan dalam tindakan dan keputusan mereka. Ketika pemimpin bersikap terbuka tentang kebijakan dan tindakan mereka, masyarakat akan lebih percaya dan mendukung mereka. Transparansi ini juga berfungsi sebagai mekanisme pencegahan terhadap korupsi, karena setiap tindakan dapat diawasi oleh publik.
2. Cinta (Ahimsa)
 Gandhi mengartikan ahimsa sebagai cinta universal yang aktif serta ketiadaan kekerasan fisik. Ia percaya bahwa cinta yang benar dapat mengalahkan kebencian dan membawa keharmonisan. Ahimsa menjadi dasar etika kepemimpinan untuk menghindari perilaku buruk seperti korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Cinta bagi Gandhi bukan hanya sekadar perasaan, tetapi juga sebuah kekuatan yang dapat mengubah dunia. Ia percaya bahwa ketika individu mencintai satu sama lain, mereka akan lebih cenderung untuk bekerja sama demi kebaikan bersama, daripada terjebak dalam konflik dan persaingan yang merugikan.
Ahimsa tidak hanya berarti menghindari kekerasan fisik, tetapi juga mencakup perlindungan hak-hak manusia dan promosi perdamaian. Gandhi berjuang untuk hak-hak semua orang, terutama mereka yang terpinggirkan oleh sistem sosial dan politik. Dengan menempatkan cinta di pusat perjuangannya, ia menunjukkan bahwa perubahan sosial dapat dicapai tanpa kekerasan.