Aristoteles mendirikan akademi di Mytilele pada tahun-tahun berikutnya. Selama masa ini, ia menjabat sebagai guru Alexander Agung selama tiga tahun. Setelah penobatan Alexander pada tahun 335 SM, Aristoteles kembali ke Athena dan meresmikan sekolah baru di Lyceum (Yulanda, 2020). Selama dua belas tahun berturut-turut di bawah asuhannya pada lembaga ini, Aristoteles melakukan perkuliahan dan eksperimen dengan pencatatan yang cermat dan detail. Meski tidak mencari bimbingan dari mentor sebelumnya saat memerintah Yunani; namun Alexandra mendanai upaya penelitian yang difasilitasi oleh Aristoteles karena menghormatinya.
Ada kemungkinan bahwa hal ini menandai kejadian pertama dalam sejarah dimana seorang ilmuwan memperoleh dukungan finansial yang besar dari pemerintah untuk penelitian atau upaya investigasinya. Meskipun demikian, afiliasi Aristoteles dengan Alexander Agungdiselimuti kontroversi. Secara khusus, Aristoteles tidak menyetujui pendekatan otoriter Alexander dan sangat keberatan ketika salah satu kerabatnya dihukum mati atas tuduhan pengkhianatan oleh Alexander. Sementara itu, Alexander memandang Aristoteles terlalu terpaku pada prinsip-prinsip demokrasi dan bahkan kadang-kadang mempertimbangkan untuk membunuhnya.
Aristoteles memelihara hubungan dekat dengan Alexander dan mendapat kepercayaan dari masyarakat Athena, yang menyebabkan Alexander membatalkan rencananya. Namun, setelah kematian Alexander pada tahun 323 SM, kelompok anti-Makedonia mengambil alih kekuasaan di Athena (Sina, 2019). Aristoteles dituduh arogan terhadap dewa karena melakukan penelitian dan takut akan serangan dari orang-orang yang menentang pengikut Alexander; dia melarikan diri ke Chalcis di mana dia meninggal pada usia 62 tahun sebelum diadili. Sesuai dengan perintah Aristoteles bahwa filsafat bertanggung jawab atas sebab dan prinsip segala sesuatu; sains berada di bawahnya melalui logika metafisika, retorika, etika, ekonomi, politik, estetika yang mencakup kebenaran ini (Fransiska, 2017). Karena Filsafat mencerminkan pemikiran manusia yang sistematis tentang realitas dan lingkungannya, maka para intelektual atau filsuf cenderung selalu muncul sepanjang sejarah dengan mencakup beragam tema tergantung pada potensi pribadi mereka di sepanjang lingkungan masyarakat & keluarga yang mempengaruhi refleksi filosofis secara keseluruhan dari waktu ke waktu.
Apa itu Gaya Kepemimpinan Aristoteles?
Gaya kepemimpinan Aristoteles merupakan salah satu topik yang berfokus pada beberapa prinsip kunci yang mencerminkan pandangannya tentang etika, moralitas, dan tanggung jawab sosial. Sebagai seorang filsuf Yunani kuno, Aristoteles mengembangkan pandangan yang mendalam tentang sifat dan tanggung jawab seorang pemimpin, serta bagaimana kepemimpinan harus dijalankan untuk mencapai kebaikan bersama dalam masyarakat.
Dalam karya-karyanya, terutama Politika dan Etika Nikomakhea, Aristoteles menguraikan prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Salah satu pilar utama dari gaya kepemimpinannya adalah keadilan, yang ia anggap sebagai fondasi bagi stabilitas masyarakat dan keberlanjutan pemerintahan. Menurut Aristoteles, seorang pemimpin harus mampu menegakkan keadilan dalam setiap keputusan yang diambil, memastikan bahwa hak dan tanggung jawab dibagikan secara adil kepada semua anggota masyarakat.
Selain keadilan, Aristoteles juga menekankan pentingnya moralitas dan integritas. Seorang pemimpin yang baik harus memiliki karakter moral yang kuat dan mampu berpikir etis dalam situasi yang kompleks. Ia harus mampu mengendalikan hawa nafsu dan bertindak untuk kebaikan bersama, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Kemampuan berkomunikasi juga menjadi aspek penting dalam gaya kepemimpinan Aristoteles. Pemimpin harus mampu menginspirasi dan memotivasi orang lain, serta membangun hubungan yang kuat dengan pengikutnya. Dalam konteks ini, pendidikan dan pengembangan diri menjadi kunci bagi seorang pemimpin untuk terus belajar dan tumbuh dalam perannya.
Kepemimpinan menurut Aristoteles tidak hanya tentang kekuasaan atau otoritas, tetapi lebih kepada tanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang baik dan sejahtera. Dengan demikian, gaya kepemimpinan Aristoteles menawarkan kerangka kerja yang relevan untuk memahami bagaimana pemimpin dapat berfungsi secara efektif dalam konteks sosial-politik saat ini.
Dalam konteks ini, gaya kepemimpinan Aristoteles tidak hanya berfokus pada teknik atau strategi memimpin, tetapi juga pada nilai-nilai etis dan moral yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Berikut adalah beberapa elemen utama dari gaya kepemimpinan Aristoteles:
1. Konsep Phronesis Menurut Gaya Kepemimpinan Aristoteles