Mohon tunggu...
Devita Lucia Putri
Devita Lucia Putri Mohon Tunggu... Guru - Anak kampus

@devitalucia_

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Karakteristik Peserta Didik Kelas 3 SD terhadap Pemahaman Membaca

3 November 2019   20:00 Diperbarui: 22 Juni 2021   14:00 1915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengenal Karakteristik Peserta Didik Kelas 3 SD terhadap Pemahaman Membaca (unsplash/taylor-wilcox)

"Dalam semua aktifitas belajar di sekolah, membaca dipandang sebagai aktifitas yang bersifat kompleks dan menjadi penentu keberhasilan siswa dalam studinya. "

Peserta didik Sekolah Dasar merupakan masa transisi dari Taman Kanak-kanak (TK) ke sekolah dasar. Suatu hal yang tidak boleh dilupakan oleh seorang guru tingkat sekolah dasar adalah memahami karakteristik peserta didik yang akan diajarinya. 

Karena anak yang masih berada di sekolah dasar tergolong anak usia dini, terutama anak yang masih di kelas awal adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. 

Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. (Ahmad Susanto, 2013)

Dalam semua aktifitas belajar di sekolah, membaca dipandang sebagai aktifitas yang bersifat kompleks dan menjadi penentu keberhasilan siswa dalam studinya. 

Kompleksitas belajar membaca dikarenakan kegiatan membaca berkaitan dan melibatkan berbagai kemampuan dalam mengingat simbol-simbol grafis yang berbentuk huruf, dan mengingat bunyi dari simbol-simbol huruf dalam rangkaian kata dan kaliamat yang mengandung makna (Jamaris, 2009).

Membaca merupakan elemen penting dalam pembelajaran. Dewasa ini siswa-siswi sekolah dasar dituntut membaca dengan baik pada materi pembelajaran maupun soal ujian, sehingga memiliki kemampuan dalam memahami isi bacaan sesuai dengan uji kompetensi kurikulum yang diterapkan. 

Kesulitan memahami isi bacaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: fisiologis, pertimbangan neurologis, jenis kelamin, intelektual, lingkungan, psikologis, minat, kematangan sosial, emosi, dan penyesuaian diri. Faktor yang paling dominan yaitu faktor kognitif. (Listiyani Dewi Hartika, dkk. 2017. Vol.1)

Berdasarkan fenomena yang ditemukan melalui wawancara kepada salah seorang guru tingkat Sekolah Dasar di Bali, diperoleh informasi bahwa kelas 1, 2, dan 3 mengalami kesulitan dalam memahami isi bacaan pada materi pelajaran maupun soal ujian. 

Narasumber menyampaikan hal tersebut dapat dilihat dari pengamatan di kelas sehari-hari dan banyaknya siswa yang menjawab salah pada soal yang mengandung bacaan panjang. 

Untuk karakteristik kekeliruan mengenal kata mencakup penghilangan, penyisipan, penggantian, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, tidak mengenal kata, dan tersentak-sentak. 

Baca juga : Yuk, Belajar Menjalani Kehidupan Orang Dewasa dari Karakter Siswa Tiap Tingkatan di Sekolah!

Gejala kekeliruan memahami bacaan berupa banyak kekeliruan dalam menjawab pertanyaan terkait bacaan, tidak dapat mengemukakan urutan cerita yang dibaca, serta tidak mampu memahami tema utama dari suatu cerita. 

Adapun karakteristik serbaneka berupa membaca kata demi kata, membaca dengan penuh ketegangan dan nada tinggi, dan membaca dengan penekanan yang tidak tepat (Abdurrahman, 2003).

Dalam penelitian Jalilehvand (2012) menyatakan bahwa buku bergambar untuk anak-anak merupakan elemen penting dalam proses membaca. 

Ditinjau dari aspek kognitif menunjukkan bahwa adanya gambar pada bacaan dapat memudahkan individu untuk mengingat kembali informasi yang didapatkan sebelumnya. 

Berdasarkan hasil penelitian Jalilehvand (2012) menjelaskan bahwa anak yang membaca cerita dengan gambar dapat mengingat kembali informasi dengan lebih spesifik. Melalui media gambar dapat meningkatkan pemahaman anak terhadap isi bacaan tersebut.

Karakteristik Peserta Didik Kelas 3 SD

Pada umumnya, siswa kelas 3 SD berusia kisaran 10-11 tahun. Menurut Yusuf (2006) bahwa masa sekolah dasar (9/10 tahun sampai 12/13 tahun) memiliki ciri khas sebagai berikut:

Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari

Realistik, ingin mengetahui, ingin belajar

Berminat pada mata pelajaran khusus

Membutuhkan guru atau orang dewasa untuk menyelesaikan tugas serta memenuhi keinginannya

Memandang nilai rapor sebagai ukuran tentang prestasi sekolah

Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama-sama.

Selanjutnya, Menurut Piaget bahwa usia 6-12 tahun merupakan usia dimana anak berada pada periode concrete operational. Karakteristik anak yang termasuk dalam tahap operasional konkret, yaitu: memiliki kemampuan spasial (spatial thinking), pemahaman akan hubungan sebab akibat (cause and effect), kemampuan untuk melakukan pengklasifikasian (categorization), memahami penyerasian dan transitivity dengan baik (seriation and transitive inference), memiliki pemikiran secara induktif (inductive reasoning), melakukan konservasi (conservation), dan memiliki pemahaman akan bilangan dengan baik (number and mathematics).

Pada tahap ini anak mampu berpikir secara logis mengenai kejadian konkret, memahami konsep percakapan, mengorganisasikan objek secara hierarki, dan menempatkan objek dalam urutan teratur. 

Pada periode ini anak mengalami kemajuan dalam perkembangan bahasanya. Anak berada pada fase semantik yaitu anak mampu membedakan kata sebagai simbol dan konsep yang terkandung dalam sebuah kata. 

Selanjutnya, Oakhill, Cain, dan Bryant (2003) menjelaskan bahwa salah satu hasil penelitian paling ekstensif tentang pemahaman membaca mulai dari usia 7-8 tahun sampai usia 10-11, sehingga kemampuan pemahaman membaca yang paling cepat terlihat pada saat kemampuan dasar decoding dicapai. 

Baca juga : Metode Problem Based Learning Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Siswa kelas 3 SD rata-rata berusia 8-9 tahun, sehingga pada usia ini seorang siswa sudah mengalami peningkatan dalam pemahaman membaca (Johnston, Barnes & Desrochers, 2008).

Pada masa ini anak-anak memiliki tugas perkembangan sebagaimana yang disebutkan oleh Izzaty dkk (2013:102) yaitu sebagai berikut.

Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain.

Sebagai makhluk yang sedang tumbuh, mengembangkan sikap yang sehat mengenai diri sendiri.

Belajar bergaul dengan teman sebaya.

Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita.

Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung.

Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari.

Mengembangkan kata batin, moral, dan skala nilai.

Mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga.

Mencapai kebebasan pribadi.

Berdasarkan uraian-uraian di atas menjelaskan bahwa anak-anak lebih banyak melakukan kegiatan yang menarik minat mereka. Keinginan untuk belajar dan mengetahui berbagai hal bisa menambah pengetahuan mereka. 

Pada umumnya, anak-anak usia Sekolah Dasar mempunyai minat baca yang tinggi karena mereka mempunyai rasa ingin tahu, ingin belajar, serta mempunyai minat pada pelajaran-pelajaran khusus. 

Setiap anak memiliki kemampuan intelektual atau kognitif untuk mengingat pesan atau informasi, perhatian, pemahaman, serta mampu menjawab pertanyaan. Dalam kaitannya dengan membaca, maka keterampilan berbahasa sangat diperlukan.

Baca juga :  Pembelajaran Daring Melalui Zoom Meeting sebagai Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Siswa di Masa Pandemi Covid-19

Pemahaman Membaca Peserta Didik Sekolah Dasar Kelas 3

Pemahaman membaca adalah sebuah proses untuk memahami gagasan tertulis tertuang di dalam sebuah bacaan melalui interpretasi serta interaksi dengan bahasa. 

Sementara Harris dan Sipay (sitat dalam Utami, 1996) menambahkan bahwa pemahaman membaca adalah hasil dari interaksi antara persepsi grafik, simbol yang mewakili bahasa, kemampuan membaca dari pembaca, kemampuan kognitif, dan pengetahuan umum. 

Dengan menginterpretasi makna dari bacaan, individu mampu menjalani suatu proses pemahaman ide yang dituangkan oleh penulis. Interaksi dengan bahasa tidak berlangsung dengan baik jika bahasa yang digunakan dalam bacaan tidak dipahami oleh pembaca. 

Dalam proses ini, pembaca mencoba menerka apa yang dimaksud oleh penulis.

Tiga tingkatan dalam memaknai atau memahami bacaan, antara lain:

Pemahaman literal yang merupakan pemahaman terhadap informasi dan makna yang eksplisit dalam bacaan atau yang disebut tersurat

Pemahaman inferensial merupakan pemahaman terhadap informasi, ide-ide dan makna yang tidak dicantumkan secara eksplisit pada isi bacaan

Pemahaman kritikal merupakan kemampuan menganalisis, mengevaluasi, dan bereaksi secara personal terhadap informasi yang disajikan dalam bacaan.

Dengan pemahaman ini, seseorang mampu memberikan penilaian terhadap informasi yang didapatkan dari isi bacaan berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki.

Pada masa ini anak sudah mampu menyelesaikan masalah yang bersifat konkret. Selanjutnya yaitu perkembangan bahasa. Izzaty (2013:106) menyatakan bahwa anak lebih baik kemampuannya dalam memahami dan menginterpretasikan komunikasi lisan dan tulisan. 

Pada masa ini perkembangan bahasa nampak pada perubahan perbendaharaan kata dan tata bahasa. Perkembangan bahasa dapat didukung dengan adanya kegiatan belajar membaca. Izzaty (2013:106) mengungkapkan bahwa:

Belajar membaca dan menulis membebaskan anak-anak dari keterbatasan untuk berkomunikasi langsung. Menulis merupakan tugas yang dirasa lebih sulit daripada membaca bagi anak. Cara belajar menulis dilakukan setahap demi setahap dengan latihan dan seiring dengan perkembangan membaca. 

Membaca memiliki peranan penting dalam perkembangan bahasa. Pada masa ini perubahan terjadi dalam hal anak berpikir tentang kata-kata. Mereka menjadi kurang terikat dengan kegiatan dan dimensi pengamatan yang berhubungan dengan kata, dan menjadi lebih analitis dalam hal penggunaan kata-kata.

Perkembangan kemampuan berbicara menjadi bagian penting dalam berkomunikasi. Pada masa ini anak belajar bagaimana berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. 

Anak memerlukan perbendaharaan kata yang banyak agar mampu mengerti apa yang dikatakan oleh orang lain. Izzaty (2013:108) menyatakan bahwa kemampuan berbicara ditunjang oleh perbendaharaan kosa kata yang dimiliki. 

Perbendaharaan kosakata tersebut dapat dimiliki anak salah satunya melalui membaca. Sampai usia 8 tahun anak membaca penuh semangat terutama tentang ceritera-ceritera khayal seperti misalnya karya Anderson dan Grimm. Bacaan yang realistis mulai digemari terutama oleh anak laki-laki. 

Sifat ingin tahu pada anak laki-laki lebih menonjol daripada anak perempuan. Itulah sebabnya anak laki-laki cenderung menyukai buku tentang petualangan, sejarah, hobi, dan sport. 

Sebaliknya anak perempuan lebih menyukai ceritera-ceritera binatang, meskipun sifatnya lebih realistis dari sebelumnya yang berupa puisi, ceritera dari kitab suci dan sebagainya. Pada usia 10-12 tahun perhatian membaca mencapai puncaknya. Materi bacaan semakin luas. 

Anak laki-laki menyenangi hal-hal yang sifatnya menggemparkan, misterius, dan kisah-kisah petualangan. Anak perempuan menyenangi ceritera kehidupan seputar rumahtangga. Dari kegiatan membaca inilah anak memperkaya perbendaharan kata dan tata bahasa sebagai bekal untuk berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain (Izzaty, 2013:108).

Berdasarkan fenomena yang ditemukan melalui wawancara kepada salah seorang guru tingkat Sekolah Dasar di Bali, diperoleh informasi bahwa kelas 1, 2, dan 3 mengalami kesulitan dalam memahami isi bacaan pada materi pelajaran maupun soal ujian. 

Narasumber menyampaikan hal tersebut dapat dilihat dari pengamatan di kelas sehari-hari dan banyaknya siswa yang menjawab salah pada soal yang mengandung bacaan panjang. Kesulitan memahami isi bacaan dipengaruhi oleh beberapa faktor. 

Menurut Lamb dan Arnold (Rahim, 2008), faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan membaca ialah faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, jenis kelamin, faktor intelektual, faktor lingkungan, dan faktor psikologis yang mencakup motivasi, minat, kematangan sosial, emosi, serta penyesuaian diri. Salah satu faktor yang lebih dominan memengaruhi kemampuan membaca yaitu faktor kognitif.

Menurut Nicholas (2007) dalam penelitian Jalilehvand (2012) menyatakan bahwa buku bergambar untuk anak-anak merupakan elemen penting dalam proses membaca. 

Ditinjau dari aspek kognitif menunjukkan bahwa adanya gambar pada bacaan dapat memudahkan individu untuk mengingat kembali informasi yang didapatkan sebelumnya. 

Berdasarkan hasil penelitian Jalilehvand (2012) menjelaskan bahwa anak yang membaca cerita dengan gambar dapat mengingat kembali informasi dengan lebih spesifik. Melalui media gambar dapat meningkatkan pemahaman anak terhadap isi bacaan tersebut.

Selanjutnya, Oakhill, Cain, dan Bryant (2003) menjelaskan bahwa salah satu hasil penelitian paling ekstensif tentang pemahaman membaca mulai dari usia 7-8 tahun sampai usia 10-11, sehingga kemampuan pemahaman membaca yang paling cepat terlihat pada saat kemampuan dasar decoding dicapai. 

Siswa kelas 3 SD rata-rata berusia 8-9 tahun, sehingga pada usia ini seorang siswa sudah mengalami peningkatan dalam pemahaman membaca (Johnston, Barnes & Desrochers, 2008).

Ahli psikologi pendidikan yang bernama Bloom dan Piaget (Rahim, 2008) menjelaskan bahwa pemahaman, interpretasi, dan asimilasi merupakan dimensi hierarkis kognitif. 

Semua aspek kognisi ini bersumber dari aspek afektif seperti minat, rasa percaya diri, pengontrolan perasaan negatif, serta penundaan dan kemauan untuk mengambil risiko. 

Sejalan dengan hal tersebut, Mc Laughlin dan Allen (Rahim, 2008) menjelaskan bahwa siswa yang senantiasa menumbuhkan minat baca, semakin menguasai bacaan serta tingkat kemampuan memahami bacaannya tinggi. 

Sebaliknya, menurunnya tingkat kemampuan pemahaman bacaan siswa dapat terjadi apabila minat baca siswa rendah.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemahaman Bacaan

Faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan pemahaman membaca seorang siswa, antara lain:

Pertama, keadaan lingkungan belajar yang meliputi lingkungan fisik dan sosial (Sukadji, 1996)

Kedua, materi bacaan yang panjang atau pendek, kepadatan informasi, derajat kompleksitas materi, familiaritas kosakata, dan karakter fisik bacaan (Harris dan Sipay dalam Utami, 1996). 

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa siswa cenderung untuk merecall informasi dari bacaan yang menarik tetapi tidak penting, daripada merecall informasi yang tidak menarik tetapi penting (Sadoski dkk., dalam Sentari, 2000). Oleh sebab itu, menarik atau tidaknya materi bacaan memengaruhi pemahaman membaca seorang siswa. Semakin menarik isi suatu bacaan maka semakin mudah bacaan dikuasai.

Pengggunaan gambar ilustrasi pada buku bacaan sebaiknya mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu:

Pertama, tujuan pembelajaran pada tingkat kelas yang menggunakan bacaan

Kedua, penggunaan gambar dengan materi pelajaran lebih mudah dimengerti, tetapi mengandung banyak arti atau makna. Oleh karena itu, media gambar merupakan sebuah objek yang berfungsi untuk menyampaikan pesan (Bovee, 1997). Komunikasi tidak akan terjadi jika tidak ada bantuan pesan atau media dalam penyampaiannya. 

Berbagai bentuk stimulus yang digunakan sebagai media pengantar pesan antara lain: interaksi manusia secara lisan, tulisan, gambar bergerak atau tidak, dan suara yang direkam.

Penggunaan media dapat memberikan efek psikologis terhadap perkembangan pengetahuan dan pemahaman seorang anak. Dengan penggunaan media ini dapat memberikan motivasi kepada pembelajar. 

Setiap motivasi berpengaruh terhadap besarnya usaha seseorang di dalam menyelesaikan suatu tugas kognitif dalam memahami bacaan (Matthew, 2009).

Melalui media mampu merangsang pembelajar untuk mengingat apa yang sudah dipelajari serta materi pelajaran baru. Oleh sebab itu, penggunaan media gambar dapat memberikan efek psikologis yang positif terhadap anak dalam meningkatkan pemahaman membacanya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar. Jakarta: Depdikbud & Rineka Cipta.

Fauzi. 2008. Karakteristik Kesulitan Belajar Membaca Pada Siswa Kelas Rendah Sekolah Dasar. [diunduh tanggal 17 oktober 2019 Vol 32 no.2 hal 95. Journal.unj.ac.id.

Izzaty, R.E, dkk. (2013). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Prenadamedia Group.

Jamaris, M. 2009. Kesulitan belajar, perspektif assessmen dan penanggulangannya. Jakarta: Yayasan Pena Mas Murni.

Johnston, A.M., Barnes, M.A., & Desrochers, A. (2008). Reading comprehension.

Listiyani Dewi Hartika, Cokorda Tesya Kirana, dkk. 2017. Pengaruh Pemberian Materi Bacaan Bergambar Terhadap Pemahaman Membaca Siswa Kelas 3 SD. [diunduh tanggal 17 Oktober 2019]: vol 1 no 1 hal 1-13. Jurnal.undhirabali.ac.id.

Yusuf, L.N. S. (2006). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : Rosda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun