Keseimbangan informasi dalam suatu berita merupakan hal yang wajib diterapkan oleh jurnalis sebelum menyebarluaskan berita. Cover both side merupakan suatu prinsip yang wajib diterapkan dalam dunia jurnalistik.
Pengertian Cover Both Side
Apakah anda pernah mendengar mengenai prinsip cover both side dalam meliput suatu berita? Jika belum, tentunya artikel ini akan membantu anda memperoleh informasi baru terutama bagi anda yang bercita-cita menjadi seorang jurnalis.
Dalam meliput sebuah berita diperlukan keseimbangan informasi. Cover both side adalah sebuah istilah yang sekaligus prinsip penting bagi para jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
Secara sederhana cover both side artinya proses peliputan suatu berita atau informasi yang melibatkan dua sudut pandang yang berbeda atau berlawanan.
Dalam dunia jurnalistik cover both side memiliki arti keseimbangan yang artinya tidak memihak atau netral. Prinsip cover both side merupakan suatu kewajiban yang harus selalu diterapkan oleh seluruh jurnalis.
Keseimbangan dalam konteks ini mengacu pada fakta dan opini yang terdapat dalam informasi tersebut. Seorang jurnalis dilarang untuk menerapkan vonis atau asas keadilan lainnya dalam pemberitaan.
Tujuannya adalah agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang benar dan netral sehingga nantinya masyarakat dapat memaknai informasi tersebut secara pribadi tanpa adanya hasutan dari pihak media.
Hal tersebut merupakan salah satu tanggung jawab media terhadap pihak yang masuk dalam pemberitaan dalam upaya menghindari munculnya provokasi dan konflik lainnya.
Urgensi Penerapan Prinsip Cover Both Side
Meskipun sudah ada prinsip cover both side yang wajib diterapkan oleh seluruh jurnalis dan media, realitanya masih banyak media yang cenderung bersifat partisan.
Partisan menurut KBBI dimaknai dengan pengikut partai, golongan, atau paham tertentu. Secara sederhana media partisan adalah media yang memihak atau pro pada suatu partai atau golongan.
Di Indonesia, beberapa media swasta yang bersifat partisan biasanya didasari dari pemilik media tersebut yang juga seorang partisan. Surya Dharma Paloh seorang pemimpin dan pengusaha pers memegang beberapa kepemilikan media seperti Media Indonesia, Lampung Post, dan stasiun televisi Metro TV.
Disisi lain ada Aburizal Bakrie yang memimpin ANTV dan TV One, serta ada Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo yang memimpin MNC Group (MNC TV, Global TV, RCTI)
Beberapa contoh media yang telah disebutkan sebelumnya dipegang oleh pemilik yang merupakan seorang partisan pada suatu partai tertentu. Dengan adanya realita tersebut membuat media yang dipimpin juga bersifat partisan terlebih ketika terdapat suatu acara demokrasi seperti pemilu.
Hal ini yang perlu dijadikan urgensi bagi media di Indonesia, seringkali media yang bersifat partisan cenderung kurang bersifat independensi. Akibatnya, informasi yang disebarkan cenderung memihak pada suatu kubu dan berlawanan dengan asas demokrasi serta melenceng dari prinsip cover both side.
Contoh Kasus
Pada pemilihan umum tahun 2014, dunia jurnalistik disibukkan dengan pemberitaan mengenai persaingan ketat antara dua calon presiden dan wakil presiden untuk menjabat menjadi pemimpin Indonesia periode berikutnya.
Kedua capres dan cawapres yang terdiri dari pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa memiliki pendukungnya masing-masing, baik dari partai hingga lapisan masyarakat biasa.
TV One dan Metro TV merupakan dua stasiun tv berita yang dipegang oleh seorang partisan, akibatnya sulit menolak fakta bahwa kedua stasiun tv tersebut memberikan informasi yang mengedepankan kepentingan nama baik pemiliknya.
Dilansir dari Merdeka.com, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah dua kali memberikan sanksi teguran tertulis kepada TV One dan Metro TV karena ketidaknetralan mereka selama proses pemilu. KPI juga telah memanggil Pemimpin Redaksi MetroTV dan TV One guna mengingatkan keduanya. Namun rupanya kedua TV tersebut tetap saja membandel.
"KPI menilai pihak Metro TV dan TV One tidak mematuhi segala upaya yang dilakukan KPI dalam rangka menjaga ranah penyiaran agar tetap digunakan untuk kepentingan publik, bukan untuk kepentingan kelompok atau golongan tertentu," kata Ketua KPI Pusat, Judhariksawan dalam rilis, Senin (7/7).
Kedua stasiun TV tersebut dipandang sudah tidak memegang kelayakan menjadi TV berita karena ketidaknetralan informasi yang diberikan.
Salah satu contoh ketidaknetralan ialah perbedaan hasil quickcount yang ditampilkan secara live pada kedua stasiun tv tersebut.
Dampak Ketidakseimbangan Informasi terhadap Masyarakat
Karena tidak diterapkannya prinsip cover both side pada kedua stasiun tv tersebut, masyarakat sebagai penerima informasi dari pemerintah harus kembali dihadapkan dengan pilihan yang mengundang dilema.
Ketika masyarakat memperoleh informasi yang tidak netral atau cenderung mengandung provokasi, secara tidak langsung media gagal dalam menerapkan prinsip cover both side.
Akibatnya, masyarakat yang kurang paham akan pentingnya literasi dan tidak pandai dalam mencerna suatu informasi akan mudah tergiring untuk memilih dan meyakini isi pesan dan isi sajian media massa yang disiarkan secara terus menerus.
Hal ini tentunya akan berdampak buruk bagi sistem demokrasi di Indonesia dimana masyarakat merupakan kunci dalam menentukan pemerintah yang berdaulat.
Dampak Ketidakseimbangan Informasi terhadap Jurnalis
Membuat berita yang tidak netral tanpa adanya cover both side tentunya melanggar salah satu kode etik jurnalistik.
Dilansir dari Independensi.com, pada pasal 3 tentang kode etik jurnalistik tertulis "wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah."
Ketika jurnalis, wartawan atau media massa melanggar prinsip tersebut, akibatnya kepercayaan masyarakat terhadap jurnalis menjadi berkurang. Hal ini tentunya dapat memunculkan stigma negatif dari masyarakat terhadap jurnalis.
Oleh karena itu prinsip cover both side bukanlah istilah belaka, menjadi seorang jurnalis memerlukan tanggung jawab yang besar dalam menjaga keseimbangan antara opini dan fakta.
Harapan dan Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan terkait prinsip cover both side beserta contoh kasus yang menyertai, dapat diambil kesimpulan bahwa dunia pers dan jurnalistik di Indonesia masih belum sepenuhnya mampu menjalankan prinsip tersebut.
Hal ini diakibatkan karena adanya tuntutan dari perusahaan media yang dipegang oleh pemilik yang partisan untuk menerbitkan berita yang menyangkut kepentingan pribadi perusahaan media tersebut.
Untuk menghadapi permasalahan ini, diharapkan anda yang bercita-cita untuk menjadi seorang jurnalis atau wartawan dapat memahami terlebih dahulu pentingnya prinsip cover both side dan dampaknya apabila prinsip ini tidak diterapkan.
Sebelumnya anda juga harus memahami kode etik jurnalistik dengan harapan anda dapat menerbitkan berita yang mengandung independensi tinggi sehingga proses demokrasi di Indonesia dapat terjaga.
Selain itu, sebagai masyarakat digital yang dihadapkan dengan berbagai informasi, anda harus pintar dalam memilih suatu informasi sebelum dipercayai.
Anda wajib untuk menyaring informasi yang anda konsumsi serta harus dapat menilai kebenaran informasi tersebut dengan memperkaya ilmu pengetahuan melalui literasi.
Semoga artikel ini dapat menambah pengetahuan anda terkait dunia jurnalistik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H