Mohon tunggu...
Deva KharismaAdhyaksa
Deva KharismaAdhyaksa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

saya lahir di Nganjuk, 26 April 2002 selama saya menjalani pendidikan dan mencari jati diri saya saya memiliki kecenderungan dalam bidang Olahraga saya menguasai banyak olaharaga dari sepak bola, futsal, volly, pencak silat, tenis meja. masa yang paling indah yaitu dari sma menuju dunia pendidikan dimana banyak pengorbanan yang saya berikan dan penghargaan selama saya ikuti dalam bidang olaharaga itu membantu saya dalam roses masuknya pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Jurnal Metode Penelitian Hukum

11 September 2023   09:19 Diperbarui: 11 September 2023   11:52 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jurnal 1

Nama Review (STB/Absensi)           : Deva Kharisma Adhyaksa (4419/12)

Nama Dosen Pembimbing                : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.

A. Judul (artikel yang di review): Perlindungan Hukum Terhadap Narapidana Perempuan Bersama Balitanya Dihubungkan Menurut Teori Keadilan John Rawls

B. Nama penulis Artikel :  Farah Fajrinia, Selvia Aulia, Muflih Farhani, Abie Pramana

C. Nama Jurnal, Penerbit dan tahun Terbitnya : Jurnal Kajian Kontemporer Hukum dan Masyarakat, FORIKAMI , Vol 1, 1-25 halam, Januari 2023

D. Link Artiker Jurnal  : View of Perlindungan Hukum Terhadap Narapidana Perempuan  Bersama Balitanya Dihubungkan Menurut Teori Keadilan John Rawls (forikami.com)

E. Pendahuluan / Latar belakang (isu/ Masalah hukum) :

Dalam jurnal yang berjudul "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NARAPIDANA PEREMPUAN BERSAMA BALITANYA DIHUBUNGKAN MENURUT TEORI KEADILAN JOHN RAWLS".

jurnal tersebut didahului dengan penjelasan mengenai perlindungan hukum, perlindungan hukum dapat diartikan  sebagai suatu jaminan kepada seseorang atas hak-haknya sebagai manusia yang wajib dipenuhi dan dilindungi oleh negara. Perlindungan hukum ini berkaitan dengan ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila sebagai falsafah negara Indonesia dan sebagai dasar hukum dari beberapa sumber hukum sehingga perlindungan hukum menggunakan pedoman dan asas yang digunakan Pancasila dan pembukaan UUD 1945.

John Rawls dalam sebuah keadilan memiliki 2 teori yaitu tujuan pertamanya, keadilan umum didasari  dengan keputusan moral yang mempertimbangkan secara matang dalam batas khusus kita. Keputusan moral merupakan sebuah perbaikan moral yang telah dibuat dengan menimbulkan reaksi sosial. Kedua, rawls menjelaskan teori keadilan yang lebih unggul dari teori utlitarianisme. Menurut John Rawls inti keadilan itu struktur Masyarakat dari semua kalangan baik institusi sosial, politik, hukum dan ekonomi. Karena aspek-aspek tersebut memiliki peranan paling besar dalam lingkup Masyarakat serta individu masing-masing.

Perlindungan narapidana Perempuan di Indonesia itu diperhatikan karena, seorang Perempuan memiliki peranan penting dalam rumah tangga apalagi yang sudah menikah dan memiliki anak, pada tahun 2022 Indonesia memiliki 63 narapidna/tahanan Perempuan yang memiliki bayi tyinggal di penjara, narapidana tersebut datang melalui berbagai kasus yaitu kasusnya menjual pil pelangsing badan tak berizin. Pelaku NSB ini memiliki 2 (dua) anak yaitu satu balita yang masih membutuhkan menyusui dan satu anaknya putus sekolah. Dengan adanya permaslahan tersebut sehingga perlindungan dan keadilan bagi ibu dan anak yang ada di rumah tahanan perlu lebih diperhatikan dengan diadakannya ruangan laktasi (menyusui), ruangan khusus yang bersih dan sehat, dan fasilitas Kesehatan untuk sang anak, penangguhan penahanan bagi narapidana ibu yang masih menyusui anaknya.

Didalam lapas masih terdapat kesenjangan kepada seorang ibu yang membawa anak balitanya ke dalam lapas, misalnya dalam kasus gisella yang mempunyai anak balita 4 tahun sheingga oleh penyidik mendapatkan perlindungan dengan cara dibebaskan karena masih memiliki anak balita, namun hal itu tidak terjadi kepada seorang ibu yang memiliki 2 orang anak yang masih balita dan satunya putus sekolah, sehingga dari hal tersebut kita dapat melihat bahwa hal tersebut terdapat suatu kesenjangan dan ketidakadilan bagi narapidana ibu yang seharusnya mendapatkan hak dan perlindungan yang sama.

F.Konsep / Teori dan Tujuan penelitian :

Teori John Rawls tentang prinsip keadilan dan prinsip perbedaan, tujuan penelitian ini agar dapat menjadi bahan perhatian dan pertimbangan penegak hukum bahwasanya keadilan dalam meberikan sebuah keputusan harus memiliki kesan tanpa adanya deskriminasi atau perbedaan dengan pedoman semua sama di hadapan hukum, jadi hukum tidak tumpul ke atas dan lancip ke bawah.

G. Motode Penelitian Hukum Normatif :

a. Obyek Penelitian : (tidak ada)

b. Pendekatan Penelitiannya : (tidak ada)

c. Jenis dan Sumber Data Penelitiannya : penelitian ini menggunakan bahan hukum sekunder dengan mencari dan mengamati bahan-bahan Pustaka berupa undang-undang, teori-teori hukum, dan asas-asas hukum.

d. Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis data Penelitiannya : teknik pengumpulan data sekunder, dan untuk pengolahan dan analisis data tidak menggunakan statis artinya hasil data yang didapatkan tidak diukur dengan numerik yang dapat mengamati kinerja penegak hukum di Indonesia terkait kasus yang penulis bahas.

H. Hasil Penelitian dan Pembahasan / Analisis : 

John Rawls mengatakan bahwa sebuah keadilan itu  harus memiliki keseimbangan dari segi sosial dan ekonomi, dalam teorinya menyebutkan mengenai posisi asal yang terdapat 2 prinsip yaitu prinsip keadilan yang mementingkan kebebasan yang sama serta prinsip perbedaan yang mengedeppankan persamaan kesempatan

Dalam kehidupan seorang Perempuan dan laki-laki selalu memiliki sebuah perbedaan dan perlakuan yang berbeda dalam kehidupannya, sehingga dalam sebuah penjara narapidana Perempuan juga memiliki hak yang berbeda dengan narapidana laki-laki dalam beberapa hal khusus, pada dasarnya seorang Perempuan memiliki kodrat khusus yang tidak dimiliki oleh seorang laki-laki yaitu hamil, menstruasi, melahirkan, dan menyusui. Hal ini dapat dijadikan sebuah pedoman dalam memberikan hak-hak narapidana Perempuan di peraturan perundang-undang maupun perhaian khusus dari petugas

Perlindungan Perempuan yang membawa anak pada dasarnya diatur dalam Pasal 20 Ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Sebagaiaman Diperbarui Dengan Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 dan Telah Diganti Dengan Peraturan Menteri Hukum dan Ham (Permenkumham No.7 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Permenkumham No.3 Tahun 2018 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberia Remisi, Asimilasi, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. disebutkan bahwa anak bawaan dari narapidana Perempuan yang dibawa ke dalam lapas ataupun lahir dilapas dapat diberikan makanan tambahan atas petunjuk dokter, paling lama sampai anak berumur 2 tahun. Selanjutnya di ayat (4) jika anak sudah berumur 2 tahun maka diserahkan pada bapaknya,atau sanak keluarga atau pihak lain atas persetujuan ibunya dengan dibuatkan berita acara.

Anak yang dibawa ibunya kedalam Lembaga Pemasyarakatan haruslah mendapatkan perlindungan dan perawatan intensif. Hal tersebut diatur dalam pasal 20 ayat (3) dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor : 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, karena anak merupakan anugerah dari tuhan yang maha esa. Serta terdapat Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang didalamnya mengatakan bahwa perlindungan anak merupakan suatu Upaya yang menjamin dan melindungi hak-hak anak itu sendiri agar mereka dapat hidup, tumbuh berkembang, bersosialisasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan

Dalam kasus seorang Gisella Anastasia yang terkena kasus video porno dan terancam dalam pasal 4 ayat jo pasal 29 dan atau pasal 8 UU 44 tahun 2008 tentang pornografi, terancam maksimal 12 tahun penjara. Namun vonis tersebut tidak ditindak lanjti oleh penyidik karena gissela mampu menjawab pertanyaan pennyidik dengan baik. Sehingga gisella dikenakan syarat wajib lapor setiap senin dan kamis, alasan karena memiliki anak berusia 4 tahun, serta dasar hukum 21 KUHAP. Menganalisis permasalahan tentang Gisella Anastasia dibandingkan dengan kasus seorang ibu penjual pil pelangsing illegal yang terpaksa membawa anaknya ke dalam Lemabag Pemasyarakatank arena masih membutuhkan ASI. Dalam penjelasan sang suami secara factual menjelaskan bahwa istrinya menjual pil pelangsing illegal tersebut karena memiliki keterbatasan ekonomi  selain itu juga memiliki keterbatasan dalam pengetauhan mengenai pil yang dijual oleh sang istrinya, dan semenjak istrinya menjalani proses hukum anak sulungnya berhenti sekolah karena tidak ada yang mengurusnya.

2 permaslahan tersebut akan dikaji dengan teori Johns Rawls, bahwa keadilan itu memiliki 2 prinsip, yang pertama prinsip kebebasan, dalam 2 kasus tersebut penegak hukum memberikan kesenjangan yang ada didalam kasus tersebut sehingga terlahirnya keadilan bagi mereka yang paling kurang beruntung dan yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapatan dan otoritas, yang kurang beruntung dalam kasus tersebut yaitu ibu yang membawa anaknya ke lapas, namun jika dilihat dari prinsip yang kedua yaitu prinsip perbedaan, dalam kasus tersebut institusi pemerintahan menjunjung tinggi keadilan sosial yaitu dengan melakukan suatu koreksi dan pembetulan terhadap kondisi yang dialami kaum lemah yaitu ketimpangan dengan dihadirkannya institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakannya. Kedua semua aturan wajib memposisikan diri sebagai pemimpin untuk terus tumbuhnya kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.

I. Kelebihan dan Kekurangan Artikel, serta saran : 

Dalam jurnal ini sudah cukup bagus baik dalam sistematika penulisan, selain itu abstraknya juga dapat dipahami dengan jelas dan sudah menjelaskan tentang inti dari jurnal tersebut, namun dalam pembahasan jurnal ini menjelaskan kasusnya antara Gisella dan ibu ibu penjual obat pelangsing illegal itu sebaiknya lebih di fokuskan lagi biar paham mengenai permasalahn tersebut, sebaiknya dalam jurnal ini memfokuskan satu atau dua dasar hukum untuk mengenalisis permaslaahan tersebut dengan teori John Rawls. Dan dalam jurnal ini tidak terdapat objek penelitian dan  pendekatan penelitian. 

Dari kekurangan jurnal tersebut saran agar peneliti yang lain dalam meneliti permasalahan ini dapat memperbaiki hasilnya yaitu dalam metode penelitian harus dicantumkan objek penelitian yaitu yang cocok dalam jurnal ini penelitian inventarisasi hukum positif, serta untuk pendekatan penelitian yang cocok dalam jurnal ini yaitu Pendekatan kasus (Case Approach). Dalam jurnal ini sebaiknya penulis lebih banyak mengaitkan mengenai permasalahan tersebut dengan Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 2022 tentang pemasyarakatan, selain untuk mengkaji hal tersebut dapat membantu khalayak umum memahami tentang Undang-undang tersebut, karena didalam jurnal tersebut hanya di cantumkan sekali dalam penjelasan balita maksimal berusia 3 tahun harus berada didalam Lembaga Pemasyarakatan. 

Jurnal 2

Nama Review (STB/Absensi)           : Deva Kharisma Adhyaksa (4419/12)

Nama Dosen Pembimbing                : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.

A. Judul (artikel yang di review) : Analisis Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Ditinjau Dari Aspek Justice Collabolator

B. Nama penulis Artikel :  Muhammad Fahrul, Syahruddin Nawi, Baharuddin Badaru

C. Nama Jurnal, Penerbit dan tahun Terbitnya : Journal of Lex Generalis (JLS), Universitas Muslim Indonesia, Volume 3, Nomor 4, April 2022.

D. Link Artiker Jurnal  : View of Analisis Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Ditinjau Dari Aspek Justice Collabolator (pasca-umi.ac.id)

E. Pendahuluan / Latar belakang (isu/ Masalah hukum) :

Pengungkapan suatu perkara pidana dalam proses peradilan pidana dimulai dari penyelidikan, penyidikan, dan sampai persidangan, saksi memiliki peran sangat penting dalam pengungkapan suatu kasus. Hal tersebut diatur dalam 184 KUHAP, menyatakan bahwa alat bukti yang sah yaitu keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan terdakwa. Nmaun keterangan saksi saja tidak cukup untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dalam membuktikan bahwa seseorang terdakwa bersalah atau tidak, maka dari itu unus testi nullus testi yang artinya satu skasi bukan saksi. Sehingga dalam pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa untuk mebuktikan suatu keslaahan terdakwa siperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.

Maka dari permaslahan diatas bahwa penggunaan Justice collaborator dalam peradilan pidana menjadi sangat penting serta menjadi salah satu Upaya pemberantasan suatu tindak pidana yang tergolong kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).  Dengan hal tersebut maka keamanan dengan memberikan perlindungan hukum terhadap saksi yang siap menjadi pembocor rahasia terhadap kegiatan yang melawan hukum.

Justice collaborator itu merupakan seseorang yang terlibat dalam senuah tindka kejhatan atau pelaku minor dlam sebuah jaringan tindak pidana tersebut yang memiliki fungsi untuk mengungkapkan otak pelaku yang kebih besar sehingga tindak pidana dapat dituntaskan dan tidak berhenti hanya pada pelaku yang berperan menim dalam suatu tindak pidana tersebut. Justice collaborator  ini seering disamakn dengan whistle blower yaitu orang yang berperan mengungkapkan fakta kepada public mengenai sebuah kejahatan organiisasi seprti skandal, bahaya mal praktik, atau korupsi.

Justice collaborator  ini ditunjukkan terhadap kejahatan yang sanagat serius yang perlu mendapatkan penanganan segera, tugas dari Justice collaborator  itu sebagai penarik perhatian public agar public menyadari tingkat bahaya dari kejahatan yang dibocorkan sehingga kejahatan atau pelanggaran tersebut dapat dihentikan.  Dalam UU No.31 Tahun 2014 tentang perubahan UU no.14 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa :

Saksi, korban, saksi pelaku, dan /atau pelapor tidak dapat dituntut  secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian atau laporan tersebut tidak diberikan dengan itikad baik. (inti dari pasal ini yaitu memberikan sebuah perlindungan kepada mereka yang telah berani memberikan sebuah laporan atau kesaksian kepada Aparat Penegak Hukum namun dalam kenyataannya orang seperti ini lah yang sering dituntut balik dengan tuduhan pencemaran balik)

dalam Pasal 10 ayat (2) UU No.31 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa :

dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau yang ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh tetap.(dengan hal tersebut mebuat para saksi menjadi takut karena resiko yang dihadapi akan sangat besar dan berbahaya, namun jika lebih diperhatikan, kesaksian mereka itu dapat mengungkap suatu tindakan pidana yang merugikan kepentingan umum dan Negara.

F. Konsep / Teori dan Tujuan penelitian :

Dalam penelitian ini terdapat konsep justice Collaborator yang digunakan sebagai perlindungan terhadap seorang saksi agar dapat membantu penyidik dalam menyelesaikan kasus tindak pidanan khusus atau kejahatan yang terorganisasi. Penelitian ini digunakan untuk menganalisis peranan Justice Collaborator dalam tindak pidana korupsi di Sistem Peradilan Pidnaa dan pengaturan perlindungan hukum terhadap Justice Collaborator  di tinjau dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. 

G. Motode Penelitian Hukum Normatif :

 a. Obyek Penelitian : menggunakan Penelitian hukum normative dengan objek penelitian Perbandingan Hukum, karena dalam penelitian ini terdapat analisis Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban  yang memfokuskan Justice Collaborator  sebagai pengungkap kasus tindak kejahatan terorganisir.

 b. Pendekatan Penelitiannya : Statue Approach dalam jurnal tersebut terdapat sebuah analisis terkait Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dengan Justice Collaborator, karena statue Approach merupakan sebuah analisis mengenai semua aturan perundang-undangan dan regulasi yang terkait dengan permasalhaan yang dibahas.

 c. Jenis dan Sumber Data Penelitiannya : jenis penelitian dalam jurnal ini yaitu hukum primer karena dalam jurnal ini terdapat peraturan perundangan serta terdapat hukum sekunder sebagai pendukung dari hukum primer yaitu adanya literatur-literatur serta teori-teori.

 d. Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis data Penelitiannya : Teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumen/Pustaka karena dalam jurnla ini mengkaji informasi tertulis mengenai hukum dari berbagai sumber, serta dipublikaiskan secara luas.

H. Hasil Penelitian dan Pembahasan / Analisis : 

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memang tidak memebrikan definisi tentang pelapor baik kedudukannya sebagai westle blower atau Justice Collaborator. westle blower atau Justice Collaborator merupakan seorang yang memiliki keberani dalam mengungkap sebuah kasus kejahatan terorganir contohnya dalam kasus korupsi, seorang yang berani mengakui dan memberikan bukti serta keterangan kepada apparat hukum maka orang tersebut harus mendapatkan perlindungan mengenai ancaman, intimidasi, penganiayaan, serat pemeberhentian jabatan atau bahkan dibunuh. Sehingga kehadiran LPSK memeliki peranan penting untuk menjamin keselamatan dari seorang saksi di penyidikan serta persidangan kasus korupsi.

LPSK dituntut oleh negara untuk memenuhi hak asasi manusi yang dimiliki oleh westle blower atau Justice Collaborator, antara lain yaitu mendapatakan perlindungan atas kemanan pribadi keluarga dan hartanya, beebas dari anacaman, hak memebrikan keterangan tanpa adanya tekanan, memperoleh pergantian biaya transportasi sesuai kebutuhan, mendapatakan penasihat huku, dan mendapatkan tempat kediaman baru. Peran saksi dalam setiap proses peradilan pidana ini sangat penting karena hasil dari keterangan tersebut akan memepengaruhi serta menentukan kecenderungan putusan yang akan diberikan oleh hakim kepada pelaku. Selain itu mengapa westle blower atau Justice Collaborator memiliki peran penting karena korupsi merupakan kejahatan terorganisir yang melibatkan beberapa orang untuk mencapai sebuahh tujuan yang sama, namun biasanya kelompok tersebut memiliki hubungan Kerjasama dengan aparat penegak hukum dan membentuk komplotan koruptor yang solid.

Jika dilihat berdasarkan peran westle blower atau Justice Collaborator dalam mengungkapkan sebuah kasus kejahatan terorganisir khususnya korupsi, maka dibutuhkan sebuah peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai westle blower atau Justice Collaborator sangat diperlukan khussunya untuk mengungkap tindak kejahatan korupsi dan kejahatan terorgnisir lainnya. Namun dlaam negara Indonesia pengaturan tentang westle blower atau Justice Collaborator belum diatur dalam KUHP. Untuk KUHAP hanya mengatur mengenai hak-hak seorang actor dalam proses peradilan pidana.

Justice Collaborator di negara Indonesia ini menjadi sebuah isu yang sangat kontroversial karena negara memiliki keingan untuk melindungi saksi dan korban ini sangat tinggi serta disi lain ketentuan peraturan perundang-udnangn yang mengatur tentang perlindungan saksi dan korban.

Perlindungan merupakan sebuah bentuk perlindungan  yang diatur dan berdasarkan peraturan perundang-undangn berdasarkan kepastian hukum. Namun hal tersebut berbeda dnegan pengertian perlindungan yang ada dalam Pasal 1 PP Nomor 2 Tahun 2022 disebutkan bahwa :

"Perlindungan merupakan bentuk pelayana yang diebrikan oleh apparat penegak hukum atau apparat kemanan untuk terjaminnya rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan sakksi, dari ancaman, gangguan, terror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap penyidikan, penuntutan, dan pengadilan".

Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memberikan pelrindungan dan bantuan hukum terhadap saksi maupun korban. Hak-hak yang dimiliki oleh seorang saksi dan korban dalam memberikan keterangan terdapat dalam pasal 5. Jika hak-hak yang terdapat dalam pasal 5 tentang undang-unddang perlindungan saksi dan korban kepada seluruh saksi dan korban dalam kondisi apapun maka Lembaga Perlindungan saksi dan korban memiliki bebna yang berat dipundaknya. Namun dalam implementasinya hak-hak tersebut hanya diberikan kepada saksi yang emmiliki kondisi terancam atau terintimidasi, maka dalam hal itu seleuruh saksi yang tidak terancam dan memiliki peran dalam proses perkara tidak akan pernah mendapatkan hak yang lebih baik karena haknya terbatas dan ini juga tidak konsisten dengan semangat awal dibentuknya Undang-Undang tersebut.

I. Kelebihan dan Kekurangan Artikel, serta saran : 

Jurnal ini merupakan jurnal yang sudah cukup bagus baik dari isinya yang menjelaskan bahwa Justice Collaborator dilindungi oleh pemerintah dalam memberikan sebuah keterangan untuk mengungkap sebuah kejahatan yang terorganisir, hal tersebut juga didasari serta di anlasisi bagaimana penerapan Justice Collaborator di Indonesia. Dengan hal tersebut pembaca dapat memahami pentingnya Justice Collaborator dan kekurangan serta rekomendasi yang dituliskan oleh penulis di jurnal. Selain itu untuk kata-kata yang ada didalam jurnal ini mudah untuk dipahami, sehingga jurnal ini bisa dijadikan sebuah refrensi oleh para civitas akademika.

Namun jurnal ini memiliki kekurangan yang terdapat dalam metode penelitiannya ada beberapa bagian yang belum ditulis yaitu pada bagian analisis data, selain itu jurnal ini tidak merekomendasikan atau mendorong kepada pembaca untuk dapat melakukan penelitian lanjutan.

Saran untuk penulis sebaiknya dalam sebuah saran tersebut diberikan sebuah kata yang menjelaskan bahwa jurnal tersebut dapat dilakukan penelitian lebih lanjut jika terdapat permabaruan baik itu regulasinya maupun keadaannya, selain itu penulis sebaiknya lebih teliti dalam metode penelitiannya karena ada beberapa yang belum tertuliskan.

Jurnal 3

Nama Review (STB/Absensi)           : Deva Kharisma Adhyaksa (4419/12)

Nama Dosen Pembimbing                : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.

A. Judul (artikel yang di review) : Upaya Regulatif Pemenuhan Hak-Hak Narapidana Pada Sistem Pemasyarakatan Di Indonesia

B. Nama penulis Artikel :  Hanafi

C. Nama Jurnal, Penerbit dan tahun Terbitnya : Jurnal Hukum, Al'Adl, Volume 15 Nomor 2, Juli 2023

D. Link Artiker Jurnal  : Upaya Regulatif Pemenuhan Hak-Hak Narapidana Pada Sistem Pemasyarakatan di Indonesia | Hanafi | Al Adl: Jurnal Hukum (uniska-bjm.ac.id)

E. Pendahuluan / Latar belakang (isu/ Masalah hukum) :

Bangsa Indonesia sejak Merdeka selalu memperhatikan HAM. Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945 ini sebagai bentuk ratifikasi Universal Declaration of Human Rights (UDHR) atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada tahun 1948 yang sudah memuat mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur HAM. Saat ini HAM menjadi salah satu isu global serta dapat mempengaruhi hubungan internasional sebuah negara yang tidak mampu menegakkan HAM secara baik akan berdampak kepada kehidupan global. Secara Objektif prinsip perlindungan terhadap HAM antara negara satu dengan negara lain adalah sama, namun hal tersebut berbeda jika dilihat secara Subyektif, maka dari itu ada suatu waktu yang memiliki persamaan hakikat terhadap apa yang sebaiknya dilindungi dan diatur, namun dalam pelaksanaan penerapan HAM di masing-masing negara memiliki perbedaan pandangan, hal itu disebabkan oleh perbedaan latar belakang politik, ideologi, dan ekonomi.

Berbicara mengenai Ham tidak cukup dengan pengakuan saja namun dibutuhkan Langkah nyata dalam pelaksanaannya. Salah satu bentuk nyatanya yaitu dengan pen=mbentukan regulative yang meratifikasikan sebuah konversi HAM dengan pembuatan undang-undang baru yang mengatur tentang isi konversi tersbut. Disini Indonesia telah meratifikasi International Convenant on Economic Social Rights (ICESCR) maupun International Convenant on Civil Politic Rights (ICCPR) hal tersebut dituntut untuk melakukan implementasi nilai-nilai Ham dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak terlupakan dalam Lembaga Pemasyarakatan sebagai bagian dari kewajiban pemerintah yang harus mengakomodir nilai-nilai HAM dalam melakukan kegiatannya.

Seorang narapidana sekalipun telah hilang kemerdekaannya di dalam Lapas, tetapi tetap memiliki hak-hak sebagai seorang warga negara yang telah dijamin oleh negara berdasarkan Pasal 28G ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indoonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa: "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi".

F. Konsep / Teori dan Tujuan penelitian :

Konsep dalam jurnal ini yaitu mengenai pemenuhan hak-hak narapidana dengan mengedepankan HAM yang didasari oleh konvensi yang ada di Internasional yang nantinya akan di ratifikasi oleh negara Indonesia untuk membuat sebuah regulasi yang dapat memenuhi hak-hak narapidana yang ada didalam LAPAS, dan untuk tujuan penelitian ini adalah untuk mengetauhi dan manganalisis bagaimana bentuk perlindungan Hak Asasi Manusia bagi narapidana pada sistem pemasyarakatan Indonesia. Dan untuk selanjutnya sebagai analisis bagaimana Upaya regulatif dalam pemenuhan hak-hak narapidana pada sistem pemasyarakatan Indonesia.

G. Motode Penelitian Hukum Normatif :

a. Obyek Penelitian : objek penelitiann menggunakan penelitian perbandingan hukum karena dalam jurnal ini didalamnya terdapat beberapa Undang-Undang yang akan dibahas dengan melakukan sebuah perbadiingan regulasi terhadap sebuah permasalahan.

b. Pendekatan Penelitiannya : Statue Approach yaitu pendekatan peraturan perundang-undang yang menitik beratkan pada bahan   hukum primer yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia bagi narapidana dan regulasi hukum tentang pemmasyarakatan di Indonesia

c. Jenis dan Sumber Data Penelitiannya : jenis penelitian dalam jurnal ini yaitu penelitian hukum normative dengan menggunakan 3 (tiga) bahan hukum yaitu bahan hukum primer, sekunder, tersier

d. Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis data Penelitiannya : Teknik pengumpulan data menggunakan teknik pengumpulan data sekunder. Pengolahan dan analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif .

H. Hasil Penelitian dan Pembahasan / Analisis : 

Di Indonesia duah meninggalkan sistem pemenjaraan sejak mulai tahun 1960 dan diganti dengan sistem pemasyarakatan. Meskipun pemenjaeraan dan pemasyarakatan ini memiliki arti yang smaa namun tujuan dalam kedua sistem tersebut berbeda. Disini pemasyarakatan merupakan alat untuk interaksi, rehabilitasi seorang warga negara agar berlaku baik dan taat hukum sedangkan kepenjaraan cenderung menjadikan criminal stelah masuk kedalam penjara. Sistem pemasyarakatan ini emmiliki pemikiran-pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga bentuk usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan. Eksistensi pemasyarakatan sebagai sebuah instansi penegak hukum telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Dalam pasal 8 ayat (1) yang menyatakan bahwa petugas pemasyarakatan merupakan pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan dan pembimbingan warga Binaan pemasyarakatan. Pelaksanaan tugas dan fungsi pemasyarakatan harus memeliki dasar hukum yang berlaku agar dapat memenuhi dan melindungi HAM.

Sebagai bentuk mendukungnya negara Indonesia dalam pelaksanaan Hak Asasi Manusia terhadap Narapidana dalam sistem Pemasyarakatan telah diatur dalam pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 19995 tentang Pemasyarakatan bahwa narapidana berhak melakukan atau menjalankan kegiatan ibadah sesuai agama atau kepercayaannya, mendapat perawat baik Rohani ,aupun jasmani, mendapatkan Pendidikan dan pengajaran, mendapatkan layanan Kesehatan dan mendapatkan makanan yang layak, menyampaikan keluhan dan saran, mendapatkan bahan bacaan atau mengikuti siaran media massa yang tidak dilarang, mendapatkan upah dan premi atas pekerjaan yang dilakukan, menerima kunjungan dari pihak keluarga, penasihat hukum atau orang lain, mendapatkan hak remisi dan asimilasi termasuk hak cuti menjelang bebas, dan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Pemenuhan HAM bagi Narapidana menjadi salah satu sasaran kebijakan kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia (Kemenkumham) yang diatuangkan dalam berbagai bentuk kebijakan lalu akan dilaksanakn oleh bagian Unit Pelaksana Teknis Lembaga Pemasyarakatan di Seluruh Indonesia.  Dalam pelaksanan proses pembinaan terhadap narapidana dilakukan dengan dua cara yaitu secara intramural yaitu pelaksanaan pembinaan yang dilakukan di dalam Lapas dan secara Ekstramural  yaitu pembinaan yang dilakukan diluar Lapas, pembinaan Ekstramural ini dapat di contohkan sebagai progam integrasi sebagai proses meanangani overcrowded yang ada dilapas dengan berbagai syarat yang ditentukan yaitu Pembebasan Bersyarat, Assimilasi, Cuti Bersyarat, Cuti menjelang bebas, dengan progam ini narapidana dapat membaurkan dirinya kedalam lingkungan kehidupan Masyarakat. Pembinaan ini terdapat 3 tahapan yaitu tahapan awal 0-1/3 masa Pidana disebut sebagai masa orientasi (pengenalan), Tahapan lanjutan awal yaitu dilaksnakan pada 1/3-1/2 hal ini diisebuts ebagai asimilasi orientasi (pengenalan kepada Masyarakat), tahap lanjutan akhir  -2/3 yaitu terdapat progam integrasi orientasi proses penyatuan kepada lingkungan Masyarakat, Tahpan IV 2/3-selesai yaitu sebagai bentuk persiapan menyatu kemabli ke Masyarakat. 

I. Kelebihan dan Kekurangan Artikel, serta saran : 

Dalam jurnal ini terdapat abstrak yang komplit dan isinya dapat menjelaskan isi dari keseluruhan jurnalnya, selain itu metode yang digunakan dalam jurnal ini juga lengkap dan dijelaskan secara detail.

Namun dalam jurnal ini terdapat kekurangan dalam hal pendahuluan karena pendahuluannya terlalu bertele-tele, selain itu dalam penjelasnnya juga mengaitkan dengan berbagai dasar hukum yang terlalu banyak.. dan dlam jurnal ini juga tidak menyarankan kepada pembaca untuk melakukan pembaharuan terhadap jurnal tersebut jika terdapat perubahan, karena melihat Undang-Undang pemasyarakatan sudah berubah menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang pemasyarakatan.

saran saya terhadap jurnal ini yaitu lebih meringkas lagi mengenai pendahuluan karena jika terlalu terbelit belit atau tidak pada intinya mmebuta pembaca malas membaca pendahuluan, dalam penejelasannya sebaiknya jurnal tersebut menulis mengenai dasar hukum yang berkaitan dengan HAM dan mengambil yang penting untuk dasar penelitian tersebut. Selain itu sebaiknya penulis memberikan rekomendasi kepada pembaca jika ada hal yang baru untuk mendukung penelitian ini pembaca dapat melakukan perbaikan dan sebaiknya dalam undang-undang tersbeut memakai Undang-udang Nomor 22 Tahun 2022 tentang pemasyarakatan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun