Mohon tunggu...
Deva KharismaAdhyaksa
Deva KharismaAdhyaksa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

saya lahir di Nganjuk, 26 April 2002 selama saya menjalani pendidikan dan mencari jati diri saya saya memiliki kecenderungan dalam bidang Olahraga saya menguasai banyak olaharaga dari sepak bola, futsal, volly, pencak silat, tenis meja. masa yang paling indah yaitu dari sma menuju dunia pendidikan dimana banyak pengorbanan yang saya berikan dan penghargaan selama saya ikuti dalam bidang olaharaga itu membantu saya dalam roses masuknya pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Jurnal Metode Penelitian Hukum

11 September 2023   09:19 Diperbarui: 11 September 2023   11:52 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Judul (artikel yang di review) : Analisis Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Ditinjau Dari Aspek Justice Collabolator

B. Nama penulis Artikel :  Muhammad Fahrul, Syahruddin Nawi, Baharuddin Badaru

C. Nama Jurnal, Penerbit dan tahun Terbitnya : Journal of Lex Generalis (JLS), Universitas Muslim Indonesia, Volume 3, Nomor 4, April 2022.

D. Link Artiker Jurnal  : View of Analisis Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Ditinjau Dari Aspek Justice Collabolator (pasca-umi.ac.id)

E. Pendahuluan / Latar belakang (isu/ Masalah hukum) :

Pengungkapan suatu perkara pidana dalam proses peradilan pidana dimulai dari penyelidikan, penyidikan, dan sampai persidangan, saksi memiliki peran sangat penting dalam pengungkapan suatu kasus. Hal tersebut diatur dalam 184 KUHAP, menyatakan bahwa alat bukti yang sah yaitu keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan terdakwa. Nmaun keterangan saksi saja tidak cukup untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dalam membuktikan bahwa seseorang terdakwa bersalah atau tidak, maka dari itu unus testi nullus testi yang artinya satu skasi bukan saksi. Sehingga dalam pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa untuk mebuktikan suatu keslaahan terdakwa siperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.

Maka dari permaslahan diatas bahwa penggunaan Justice collaborator dalam peradilan pidana menjadi sangat penting serta menjadi salah satu Upaya pemberantasan suatu tindak pidana yang tergolong kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).  Dengan hal tersebut maka keamanan dengan memberikan perlindungan hukum terhadap saksi yang siap menjadi pembocor rahasia terhadap kegiatan yang melawan hukum.

Justice collaborator itu merupakan seseorang yang terlibat dalam senuah tindka kejhatan atau pelaku minor dlam sebuah jaringan tindak pidana tersebut yang memiliki fungsi untuk mengungkapkan otak pelaku yang kebih besar sehingga tindak pidana dapat dituntaskan dan tidak berhenti hanya pada pelaku yang berperan menim dalam suatu tindak pidana tersebut. Justice collaborator  ini seering disamakn dengan whistle blower yaitu orang yang berperan mengungkapkan fakta kepada public mengenai sebuah kejahatan organiisasi seprti skandal, bahaya mal praktik, atau korupsi.

Justice collaborator  ini ditunjukkan terhadap kejahatan yang sanagat serius yang perlu mendapatkan penanganan segera, tugas dari Justice collaborator  itu sebagai penarik perhatian public agar public menyadari tingkat bahaya dari kejahatan yang dibocorkan sehingga kejahatan atau pelanggaran tersebut dapat dihentikan.  Dalam UU No.31 Tahun 2014 tentang perubahan UU no.14 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa :

Saksi, korban, saksi pelaku, dan /atau pelapor tidak dapat dituntut  secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian atau laporan tersebut tidak diberikan dengan itikad baik. (inti dari pasal ini yaitu memberikan sebuah perlindungan kepada mereka yang telah berani memberikan sebuah laporan atau kesaksian kepada Aparat Penegak Hukum namun dalam kenyataannya orang seperti ini lah yang sering dituntut balik dengan tuduhan pencemaran balik)

dalam Pasal 10 ayat (2) UU No.31 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun