Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Edelweiss Terakhir

30 Oktober 2020   20:23 Diperbarui: 30 Oktober 2020   20:46 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://inspirasipagi.id/

"Malam, kamu sudah duluan disini?  Aku suka disini, karena bintang itu seolah menghibur aku," celoteh Renata tampa ditanya lalu memilih duduk lebih dekat dengan Raka.

"Patah hati?  Cinta memang misteri, menyenangkan dan sekaligus menyakitkan.  Terlebih jika kita tidak bisa memiliki orang yang kita cintai," sahutnya dingin.

Tidak terasa malam terus berlanjut, dan Renata larut dalam pertemanannya yang baru.  Bertemu Raka membuat mendapatkan tepat berbagi.  Menebak Renata dalam hatinya, pasti Raka juga baru patah hati.  Makanya nyambung banget bicara dengannya.  Beda dengan Shinta dan kawan-kawan di kemah yang mentertawakan ketololnya mau didodolin Bimo playboy cap tikus.

"Ren, sudah dua hari gua perhatiin lu selalu kelayapan malam-malam.  Ini Gunung Gede sist, emangnya lu kagak takut ketemu hantu?  Lu tahu dong cerita tentang pendaki yang hilang.  Baik-baik lu ketemu mereka" teriak Shinta saat kembali di malam ketiga Renata tampak terlihat meninggalkan kemah.

Seperti juga kemarin, Raka terlihat sudah disana.  Wajah itu segera memaling ke arah Renata datang.  "Boleh aku minta tolong?" katanya.  Suara itu entah kenapa begitu terasa ada kesedihan yang sangat disana.

"Katamu besok mau turun.  Jika kamu tidak keberatan, tolong bawakan Edelweiss ini untuk kekasihku Luna.  Aku janji membawakannya segera.  Tetapi tampaknya aku harus lebih lama disini.  Bilang saja, kamu ketemu aku diatas.  Tenang, Lunaku tidak akan cemburu.  Dia gadis yang baik, sama seperti kamu," begitu Raka memohon.

"Jaga dirimu Renata.  Bersabarlah untuk sebuah cinta, dan tidak semua cinta harus memiliki," begitu ucap terakhir Raka, lalu berdiri dan berjalan dalam malam yang dingin itu.

"Edelweiss?" tanya Renata sambil menerima bunga itu.  Tetapi Raka telah menghilang begitu cepat dalam gelap Gunung Gede.

Tidak sampai hati Renata menolak walau dirinya sendiri bingung.  Meski baru mengenal beberapa hari, kesabaran Raka mendengar cerita patah hatinya membuat Renata seolah mendapat kekuatan.  Memahami bahwa cinta memiliki seribu rasa dan cerita menemui keabadiannya.

Raka juga yang membuka matanya bagaimana cara mencintai dan dicintai.  Butuh lebih dari sekedar pengorbanan, begitu katanya.

Malam itu di dalam kemah dipandanginya Edelweiss milik Luna.  Bunga berwarna putih kekuningan simbol keabadian ini hanya tumbuh di pegunungan dengan ketinggian di atas 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl).  Ahh... betapa beruntungnya Luna, memiliki Raka pikir Renata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun