Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Edelweiss Terakhir

30 Oktober 2020   20:23 Diperbarui: 30 Oktober 2020   20:46 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://inspirasipagi.id/

"Kak Raka pergi saat aku begitu marah dan kecewa.  Tetapi bukan karena aku membenci.  Aku mencintai Kak Raka lebih dari yang dia tahu kak.  Aku bahkan tidak pernah sanggup mengucapkan selamat jalan sekalipun aku tahu Kak Raka tidak akan pernah kembali.  Aku mencintai Kak Raka...aku mencintainyaaa... Bahkan hingga kini, kak" tangis Luna pecah.

Terpaku dan diam seribu bahasa Renata mendapati apa yang terjadi.  Raka yang ditemuinya, dan tempatnya mengadu ternyata adalah pendaki gunung yang hilang?  Jadi...aku selama 3 malam berbicara dengan....berkecamuk batin Renata galau.

"Luna, aku nggak tahu harus bilang apa?  Aku juga nggak tahu cerita tentang Raka, dan siapa Raka.  Bahkan kalaupun Raka yang ku temui adalah sosok yang telah meninggal.  Tetapi Edelweiss ini darinya, dan dia sangat mencintai kamu.  Janjinya sudah ditepati membawakan Edelweiss ini sebagai cinta abadinya untuk kamu Luna, meski itu lewat aku.  Mungkin kita harus belajar melanjutkan hidup, karena cinta tak selalu harus memiliki.  Itu nasehat Raka untukku, dan mungkin itu juga untuk kamu," sahut Renata dengan airmata yang juga kemudian jatuh.

"Kamu memiliki cinta dan kenangan itu.  Meski maut memisahkan, tetapi bukan cinta yang berakhir.  Cinta itu abadi, hingga waktunya nanti dipertemukan dalam keabadian lainnya," suara Renata menguatkan Luna yang menangis dalam pelukannya.  Tangisnya pecah, dan tubuhnya bergetar begitu hebat.  Ditumpahkannya seluruh cinta dan kesedihannya kepada Renata.

Lalu sore menjadi hening.

Cinta milik Luna dan Renata mungkin berbeda, tetapi kehilangan yang sama itu menyatukan keduanya.  Edelweiss terakhir Raka telah sampai ke tangan Luna, seperti janjinya.

"Selamat jalan Kak Raka," suara lirih Luna terdengar hancur sambil mendekap bunga keabadian itu erat.

Jakarta, 30 Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun