"Permisi." Sekali lagi Naba berkata. Kali ini lebih lantang. Hatinya cukup kalut. Ia pasti dianggap tidak sopan.
"Aku di luar." Suara wanita samar-samar terdengar.
Naba menimbang-nimbang dan memutuskan untuk tidak lebih jauh melangkah. Mungkin karena Naba tidak bereaksi, si empunya suara akhirnya kembali ke kamarnya. Dari kamarnya memang ada pintu ke taman.
"Oh, maafkan saya." Wanita itu masuk. "Saya tidak tahu ada tamu."
Naba memperhatikan. Wajahnya memiliki garis-garis seperti Toro. Apakah ini adiknya Toro? Yang mana? Rasanya tadi semua yang masih hidup dan sehat ada di ruangan.
"Silakan masuk."
"Ah, maafkan saya. Saya Naba, sahabat Toro, sedang berkunjung saja sampai besok."
"Naba? Rasanya saya pernah dengar. Ya. Pasti gunjingan pelayan sebelum Anda datang."
"Saya tidak ingin mengganggu. Tadi saya merasa melihat seseorang berjalan ke kamar ini. Karena gelap, saya hanya ingin memastikan bukan pencuri."
Perempuan itu tertawa. "Tidak ada pencuri berani ke sini." Ia kemudian memberikan sebuah senyum tipis. "Saya mengerti Anda harus beristirahat," katanya sambil mendekat.
Bau lavender sepintas tertangkap hidung Naba. Ketika dekat, ia bisa melihat dengan jelas kalau wanita itu masih cukup muda. Mungkin pertengahan usia dua puluhan. Meski agak kurus, pesonanya terlihat pada matanya yang hangat.