Mungkin karena pesona itu, Naba lupa menanyakan siapa namanya.
Setelah sarapan keesokan paginya, Naba berkesempatan untuk menyinggung soal wanita itu pada Toro.
Seketika wajah temannya itu memucat. "Tidak mungkin," katanya. "Itu jelas tak mungkin."
"Maksudmu?"
"Sejak kapan kau bisa melihat yang gaib-gaib?"
Naba jelas terkejut dengan pertanyaan itu. Perasaannya langsung kalut. "Tidak pernah. Aku bahkan selalu menganggap enteng penampakan hantu."
"Ran bukan hantu." Toro berkata penuh kehati-hatian.
"Ran? Bukannya dia sakit? Kau bilang kemarin dia sakit, kan? Karena itu dia di kamarnya. Iya, kan?" Naba tak punya ingatan soal Ran sebelum kunjungannya yang terakhir karena Ran tinggal di kota lain pada saat itu.
"Kau melihat ruhnya," jawab Toro pelan.
"Apa?"
"Dia memang mati suri, tapi jiwanya selalu berkeliaran di rumah ini. Terutama di kamar tidur lamanya. Kami memindahkan kamarnya supaya lebih dekat. Kamar lama terlalu jauh jika ada apa-apa terjadi." Toro diam sebentar, mengambil napas panjang. "Seperti apa dia?"