Mohon tunggu...
DESSY FIRWANTI NIM (121221114)
DESSY FIRWANTI NIM (121221114) Mohon Tunggu... Mahasiswa - jurusan S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitan Dian Nusantara - Mata Kuliah Akuntansi Perpajakkan - Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M. Si.Ak

jurusan S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitan Dian Nusantara - Mata Kuliah Akuntansi Perpajakkan - Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M. Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Memahami dan Menjelaskan Akuntansi Pajak PPn dan PPnBM - kuis 08

9 Juni 2024   23:29 Diperbarui: 15 Juni 2024   23:54 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Memahami dan Menjelaskan Akuntansi Pajak PPn dan PPnBM

 

Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) adalah dua jenis pajak yang memiliki perbedaan dalam objek pajak dan cara pengenaan.

PPn ( Pajak Pertambahan nilai )

Sistem pemungutan pajak Indonesia menggunakan Self Assesment System, yang berarti bahwa wajib pajak harus memiliki peran, tanggung jawab, dan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang harus dibayar. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Perkembangan transaksi bisnis dan pola konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa yang merupakan objek dari PPN sangat memengaruhi pengenaan PPN, yang merupakan pajak tidak langsung yang dipungut pihak lain. Untuk memastikan bahwa setiap pemungutan PPN dilakukan dengan benar, diperlukan mekanisme pemungutan yang dapat memastikan bahwa setiap pemungutan PPN. Mekanisme pengenaan PPN, objeknya, subjeknya, syarat terutangnya, barang dan jasa yang tidak dikecualikan dari pengenaan PPN; barang kena pajak mewah, karakteristik PPnBM, barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor; jenis SPT masa PPN; metode pembayaran dan pelaporan PPN sampai sanksi perpajakan yang berkaitan dengan PPN; jenis faktur pajak, cara penerbitan, penggantian, dan perubahan faktur pajak.

Berikut adalah penjelasan rinci tentang objek dari masing-masing pajak tersebut:

Objek PPn 

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: (Pasal 4 ayat (1) UU PPN) :

  • penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

BKP adalah barang yang dikenakan PPN, baik barang berwujud (misalnya, kendaraan, pakaian) maupun tidak berwujud (misalnya, hak cipta, lisensi).

Penyerahan barang mencakup pengalihan hak atas barang karena jual beli, hibah, tukar-menukar, dan sewa guna usaha dengan hak opsi.

  • impor BKP

Impor Barang Kena Pajak (BKP) adalah proses membawa barang yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari luar negeri ke wilayah Indonesia, yang disebut Daerah Pabean. Dalam konteks PPN, BKP yang diimpor adalah barang yang dikenakan pajak berdasarkan peraturan perpajakan ketika masuk ke wilayah Indonesia.

  • penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha mengacu pada penyediaan atau pelaksanaan jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh pengusaha di wilayah Indonesia. Jasa ini harus memenuhi kriteria tertentu untuk dikategorikan sebagai Jasa Kena Pajak, dan transaksinya harus terjadi di dalam Daerah Pabean atau wilayah Republik Indonesia.

  • pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

Penggunaan barang kena pajak (BKP) tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean adalah penggunaan atau penerapan barang tidak berwujud yang berasal dari luar wilayah Indonesia (di luar Daerah Pabean). Dalam konteks pajak pertambahan nilai (PPN) di Indonesia, pihak yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar negeri diwajibkan untuk membayar PPN.

  • pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

Penggunaan atau penerapan jasa yang berasal dari luar negeri di dalam wilayah pabean Indonesia disebut sebagai pemanfaatan jasa kena pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Jasa ini termasuk dalam objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia, yang berarti pihak yang memanfaatkannya di Indonesia harus membayar PPN.

  • ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Ekspor barang dan jasa dari dalam negeri ke luar negeri dikenakan PPN dengan tarif 0%, sehingga praktis tidak dikenakan PPN, tetapi PKP yang mengekspor dapat mengajukan restitusi atas PPN masukan yang telah dibayar.

  • ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP

merujuk pada pengiriman atau penjualan barang-barang tidak berwujud dari Indonesia ke luar negeri oleh pengusaha yang telah memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai PKP. Ekspor BKP tidak berwujud ini dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif 0% (nol persen).

  • ekspor JKP oleh PKP.

Penyerahan jasa dari PKP di Indonesia kepada penerima jasa di luar negeri dikenal sebagai ekspor jasa konsumen (JKP) oleh PKP. Barang yang diekspor ini dikenakan tarif PPN 0%. Ini berarti PKP tidak perlu membebankan PPN pada barang tersebut tetapi masih dapat mengklaim restitusi PPN dari masukan. PKP harus memastikan bahwa transaksi ini dicatat dan dilaporkan sesuai dengan ketentuan perpajakan Indonesia yang berlaku.

PPnBM

Pajak penjualan barang mewah yang dikenakan di Indonesia disebut PPnBM. Tarif PPnBM yang tinggi memainkan peran besar dalam penerimaan pajak negara Indonesia. Pengusaha yang menjual barang mewah yang memiliki nilai lebih dari Rp 50.000.000,00 dikenakan PPnBM, yang dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah yang mempengaruhi penerimaan pajak. Tarif PPnBM adalah 10% dari nilai penjualan barang mewah tersebut dan harus dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagai wajib pajak.

Objek PPnBM adalah :

  • Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkann barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Menjual, menyerahkan, atau menyediakan barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah oleh produsen atau pengusaha di Indonesia didefinisikan sebagai penyerahan barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Mereka menjual barang ini dalam bisnis atau pekerjaan mereka, dan transaksi tersebut dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) bersama dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

  • Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

Impor barang mewah dari luar negeri ke Indonesia, yang dikenakan PPN dan PPnBM, dikenal sebagai impor barang kena pajak yang tergolong mewah. Importir harus mempertimbangkan dan membayar pajak impor yang sesuai dengan tarif yang berlaku, serta memastikan mereka mematuhi peraturan dan persyaratan impor yang berlaku.

Dasar Hukum

 

UU nomor 8 tahun 1993 dengan nama "UU PPn 1984" yang mulai berlaku 1 april 1985

Dasar hukum dari penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia adalah Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang disebut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Penyebutan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 dengan nama Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983.

Di ubah dengan UU nomor 18 tahun 2000 yang mulai berlaku 1 januar 2001

adalah Undang-Undang Nomor. 11 Tahun 1994 (berlaku 1 Januari 1995), Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (berlaku 1 Januari 2001), dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (berlaku 1 Januari 2010).

Diubah dengan UU nomor 11 tahun 1994 yang mulai berlaku 1 Januari 1995

bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menyebabkan transformasi yang pesat di seluruh bangsa, terutama di bidang ekonomi, termasuk pengembangan model dan praktik bisnis yang belum termasuk dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009

Undang-undang No. 42 tahun 2009, yang merupakan perubahan ketiga atas Undang-Undang PPN, adalah undang-undang terbaru yang mengatur PPN. Undang-undang ini membahas beberapa perubahan dari undang-undang sebelumnya, seperti status PKP sebagai pihak yang wajib menyetor dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang, serta kewajiban pengusaha kecil yang telah memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Berdasarkan peraturan ini, PPN dikenakan atas penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha; impor BKP; penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha; pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean; dan ekspor BKP berwujud, tidak berwujud, dan ekspor BKP oleh PKP. Undang-Undang No.42 tahun 2009 juga mengatur bahwa PPN dikenakan atas penyerahan BKP yang dibatalkan (sebagian /seluruhnya) dapat dikurangkan dari PPN terutang yang terjadi dalam masa pajak terjadinya pembatalan.

Di ubah dengan undang-undang Nomor 11 tahun 2020

Tentang cipta kerja di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta ketentuan umum dan tata cara Perpajakan. sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dikecualikan dari objek PPh yang telah dilakukan pemotongan PPh, dapat diajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Jangka waktu tertentu bagi PKP Belum Melakukan Penyerahan dan telah melakukan pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan barang modal sebelum tanggal 2 November 2020, ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

di ubah dengan UU nomor 7 tahun 2021

Dengan terbitnya UU Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, terdapat beberapa perubahan poin yang diatur, diantaranya yaitu pada:

  • UU PPh Pasal 9 tentang pengeluaran yang boleh dan yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya
  • UU PPh Pasal 11 tentang penyusutan
  • UU PPh Pasal 11A tentang amortisasi

Tarif dan Batas Waktu Pelaporan PPn dan PPnBM

Tarif dan batas waktu pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dapat berbeda tergantung pada peraturan yang berlaku di negara masing-masing. Namun, di Indonesia, berikut adalah informasi umum terkait tarif dan batas waktu pelaporan PPn dan PPnBM

Tarif PPN dan PPnBM di Indonesia:

1. Tarif PPN di Indonesia umumnya adalah 10% untuk barang dan jasa yang tidak tergolong mewah. Namun, terdapat beberapa barang dan jasa yang dikenakan tarif khusus, seperti 0% untuk ekspor, 0% atau 10% untuk barang-barang kena pajak khusus (BKP Khusus), dan tarif khusus lainnya

2. Tarif PPnBM bervariasi tergantung pada jenis barang mewah yang diimpor atau diperoleh. Tarif PPnBM biasanya lebih tinggi daripada tarif PPN untuk barang-barang yang tergolong mewah. Contoh tarif PPnBM untuk mobil mewah bisa mencapai 125%.

Batas Waktu Pelaporan PPN dan PPnBM di Indonesia :

  • PPN
  • Pelaporan Bulanan:** Pelaporan PPN umumnya dilakukan secara bulanan. Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus melaporkan dan membayar PPN yang terutang paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan berakhir.
  • Pelaporan Kenaikan Pendapatan:** PKP juga harus melaporkan kenaikan pendapatan dan menyetor pajak yang terutang dalam waktu 20 hari sejak terjadinya kenaikan tersebut.
  • PPnBM
  • Pelaporan pada Waktu Impor:** PPnBM biasanya dibayar pada saat impor barang mewah. Oleh karena itu, pembayaran PPnBM dilakukan bersamaan dengan proses impor barang mewah.
  • Penyampaian SPT dan Pembayaran Tambahan:** Jika terdapat koreksi atau tambahan pembayaran PPnBM setelah proses impor, PKP harus menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) PPnBM dan membayar tambahan PPnBM paling lambat 15 hari kerja setelah SPT diajukan.

Saat terhutang PPn dan PPnBM

Saat terutangnya PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU PPN adalah pada saat:

  • penyerahan BKP;
  • impor BKP;
  • penyerahan JKP;
  • pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
  • pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean;
  • ekspor BKP Berwujud;
  • ekspor BKP Tidak Berwujud; atau
  • ekspor JKP.

Saat pajak terutang ini diartikan sebagai saat mulai timbulnya utang pajak, sehingga bukan batas akhir pembayaran pajak (atas jumlah kekurangan bayar) ke kas negara.

Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.

Saat terutang PPnBM yaitu:

1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan :

  • Pengusaha yang menghasilkan
  • Dalam Daerah Pabean Indonesia
  • Dalam kegiatan usaha/ pekerjaan

2. Saat Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah

Maksud dari menghasilkan, yaitu:

  • Merakit adalah proses menggabungkan bagian-bagian lepas dari sesuatu menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Contohnya adalah merakit mobil, perabot rumah tangga, dan elektronik.
  • Memasak berarti mengolah sesuatu dengan memanaskannya baik dicampur dengan bahan lain maupun tidak; mencampur berarti menggabungkan dua atau lebih bahan (zat) untuk menghasilkan satu atau lebih produk baru.
  • Mengemas, yaitu memasukkan sesuatu ke dalam sesuatu untuk mencegah kerusakan dan meningkatkan pemasarannya.
  • Memasukkan minuman atau cairan ke dalam botol yang ditutup dengan cara tertentu; serta kegiatan lain yang dapat dianggap serupa atau menyuruh orang atau badan lain melakukannya.

Sangat penting untuk diingat bahwa prinsip pemungutannya berlaku hanya sekali pada saat terutang PPnBM, yaitu pada saat:

Penyerahan oleh produsen atau produsen barang kena pajak mewah Impor barang kena pajak mewah. Dengan demikian, penyerahan di tingkat berikutnya tidak lagi dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pajak ini tidak memperhitungkan siapa yang mengimpor barang kena pajak tersebut dan apakah impor tersebut dilakukan secara terus-menerus atau hanya sekali. Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah kemudian tidak memperhatikan apakah sebagian dari Barang Kena Pajak tersebut telah dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada transaksi sebelumnya.

Mekanisme Pemungutan PPnBM

  1. Jumlah PPnBM yang dipungut sebesar tarif dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.
  2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang mewah kepada lawan transaksi.
  3. Pengusaha Kena Pajak menerbitkan Faktur Pajak pada saat penyerahan barang mewah.
  4. Lawan transaksi membayar jumlah tagihan kepada Pengusaha Kena Pajak termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM yang terutang.
  5. Pengusaha Kena Pajak melaporkan pajak keluaran pada Surat Pemberitahuan Masa PPN yaitu akhir bulan berikutnya, kemudian membayar pajak yang terutang sebelum melakukan pembayaran.

Pasal 2 ayat (1) PER 03/2022 disebutkan PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP wajib memungut PPN yang terutang dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pungutan PPN. Faktur Pajak Penjualan. Faktur Pajak Penjualan adalah dokumen yang dibuat oleh PKP Penjual yang telah memungut PPN saat melakukan transaksi atau penjualan barang/jasa kena pajak. Sedangkan, Faktur Pajak Pembelian. Faktur Pajak Pembelian adalah dokumen yang diterima oleh PKP Pembeli atau pengusaha kena pajak yang membeli barang/jasa kena pajak.

Pengkreditan pajak masukan adalah salah satu prinsip dasar dalam sistem perpajakan yang memungkinkan pengusaha untuk mengurangkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus mereka bayarkan kepada pemerintah dengan nilai PPN yang telah mereka bayarkan atau terutang atas pembelian barang dan jasa yang mereka gunakan untuk kegiatan usaha mereka. Dalam konteks Indonesia, pengkreditan pajak masukan berlaku untuk pengusaha yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menjalankan kegiatan usaha di bawah peraturan PPN.

Berikut adalah rincian mengenai pengkreditan pajak masukan:

  • PPN yang Dapat Dikreditkan:

Pengusaha dapat mengkreditkan PPN yang telah dibayar atau terutang atas pembelian barang atau jasa yang digunakan untuk kegiatan usaha mereka.

PPN yang dapat dikreditkan adalah PPN yang tercantum dalam faktur pajak yang diterbitkan oleh penjual atau pemberi jasa yang juga merupakan PKP yang terdaftar.

  • Persyaratan untuk Pengkreditan Pajak Masukan:

Pengkreditan pajak masukan hanya dapat dilakukan jika pembelian barang atau jasa tersebut digunakan untuk kegiatan usaha yang bersifat kena pajak.

Pengusaha harus memiliki faktur pajak yang sah dan lengkap sebagai bukti pembayaran atau terutangnya PPN atas pembelian barang atau jasa tersebut.

Faktur pajak harus memenuhi persyaratan administratif yang ditetapkan oleh peraturan perpajakan.

  • Prosedur Pengkreditan Pajak Masukan:

Pengusaha harus mencatat dan melaporkan jumlah PPN yang dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Jumlah PPN yang dapat dikreditkan ini kemudian dikurangkan dari jumlah PPN yang terutang atas penjualan barang atau jasa yang dilakukan oleh pengusaha.

  • Pengembalian PPN yang Tidak Dapat Dikreditkan:

Jika jumlah PPN yang dapat dikreditkan melebihi jumlah PPN yang terutang, kelebihan tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak untuk masa pajak berikutnya atau dikembalikan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Namun, terdapat batasan dan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi untuk mendapatkan pengembalian PPN yang tidak dapat dikreditkan.

  • Pentingnya Pengkreditan Pajak Masukan:

Pengkreditan pajak masukan memungkinkan pengusaha untuk mengurangkan beban pajak yang harus mereka bayarkan kepada pemerintah, sehingga dapat meningkatkan arus kas perusahaan.

Ini juga membantu mencegah efek penerapan PPN ganda, di mana PPN dikenakan pada setiap tahapan produksi dan distribusi, yang dapat menyebabkan kenaikan harga akhir bagi konsumen.

  • Kepatuhan dan Pengendalian Internal:

Pengusaha harus memastikan kepatuhan terhadap persyaratan dan prosedur perpajakan yang berlaku untuk memastikan pengkreditan pajak masukan yang tepat.

Pengendalian internal yang baik diperlukan untuk memantau dan merekonsiliasi catatan pajak masukan dengan pembelian yang dilakukan untuk memastikan ketepatan dan keakuratan pengkreditan.

Contoh kasus 1

CV. Surya Kencana merupakan Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) Pimpinan Cabang Muhammadiyah Balong. Usaha ini didirikan pada tanggal 21 Mei 2001 yang bergerak di bidang retail. Sasaran pasar yang di tuju adalah masyarakat Balong dan sekitarnya. Lokasi usaha berada di pinggir jalan raya, memudahkan masyarakat untuk menjangkaunya.Surya Kencana Baru pada tanggal 29 September 2016 Surya Kencana Balong secara resmi terdaftar sebagai CV. Swalayan Surya Balong sudah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) Pajak pertambahan nilai terutang perusahaan diketahui mengalami peningkatan setiap bulannya, dalam hal ini di karenakan Swalayan Surya Balong ketika melakukan pembelian yaitu kepada PKP (Pengusaha Kena Pajak) dan NON PKP. Pada tahun 2022 CV Swalayan Surya Balon melakuka tax planning dengan melakukan pembelian barang hanya ke PKP. Tax Planning dihitung hanya ke pembelian BKP atau pembelian kepada PKP (Pengusaha Kena Pajak) karena pembelian Non BKP atau pembelian dari Non PKP tidak dapat digunakan sebagai pajak masukan atau pengurang PPN.

Ppn terhutang cv. Surya Kencana pada tahun 2020 sebelum melakukan tax planning sebesar Rp 104. 845.951. setelah dilakukannya tax planning dengan cara membeli barang kepada PKP saja yaitu sebesar Rp 50.669.966

Perbandingan

Perbandingan antara PPN terhutang sebelum dan sesudah perencanaan pajak. Perusahaan harus membayar PPN terhutang sebesar Rp. 55.980.704 pada tahun 2020, tetapi sebelum perencanaan pajak, perusahaan harus membayar PPN sebesar Rp. 104.845.951, sehingga perusahaan dapat meminimalkan beban pajak yang terutang sebesar Rp. 48.865.704.

Contoh kasus 2

Untuk mengoptimalkan PPn yang terhutang PT Astragraphia Xprins, rencana pajak berikut digunakan.

Sebelum perencanaan pajak atas pajak masukan yang tidak dikreditkan dilakukan, jumlah lebih bayar tahun 2020 adalah sebesar Rp 100.164.790.423, tetapi setelah pajak masukan yang tidak dikreditkan menjadi dikreditkan, jumlah lebih bayar tahun 2020 menjadi Rp 100.647.056.205, dan jumlah lebih bayar tambahan adalah sebesar Rp 482.265.782. Dalam hal optimalisasi, dari tujuh perencanaan pajak PPN yang berhasil mengurangi beban pajak, tiga dari tujuh perencanaan pajak PPN berhasil mengurangi atau menunda PPN terutang, dan dua dari tujuh perencanaan pajak PPN berhasil memaksimalkan Pajak Masukan sebagai kredit pajak PPN. Namun, dua perencanaan pajak belum berhasil memaksimalkan faktur pajak masukannya.

https://www.semanticscholar.org/paper/Faktur-Pajak-%26-SPT-Masa-PPN-Agustinus-Kurniawan/86fe0778710e81a68fc13ddc7f1f73eed46263e5

https://www.semanticscholar.org/paper/Peranan-Faktur-Pajak-Dalam-Menentukan-Besarnya-Octafiana/61317d065a8105cd5ad685e98a744ccfaaa18671

https://www.pajak.go.id/en/node/34290

https://fiskal.kemenkeu.go.id/fiskalpedia/2021/07/13/173618726358430-pajak-pertambahan-nilai-ppn

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/mengenal-ppnbm

https://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_pertambahan_nilai

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1994/11tahun~1994uu.htm

https://rafly.co.id/news-detail/26

https://peraturan.bpk.go.id/Details/162653/pmk-no-18pmk032021

https://www.pajak.go.id/en/node/34291

https://pajakmania.com/saat-terhutangnya-ppn/

https://pajak.io/blog/kapan-saat-terutang-ppnbm/

https://enforcea.com/insight/yuk-pahami-tata-cara-pengkreditan-pajak-masukan#:~:text=Pengkreditan%20pajak%20masukan%20merupakan%20suatu,pajak%20keluaran%20yang%20telah%20dipungut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun