“Perempuan itu pengurus panti. Jika Mbok Surti tak kunjung pulang, maka salah satu dari pengurus panti akan menjemputnya. Terkadang Mbok Surti perlu dipaksa pulang, alasannya karena angin malam sangat tidak bagus untuk orang tua sepertinya.”
“O…”
“Kali ini kuizinkan kau mencari jawab atas tanyamu itu.”
Tak kusia-siakan kesempatan. Kutinggalkan cucian. Kuraih beberapa gorengan di meja juga dua gelas kopi.
“Wah, dasar semprul! Belum sebulan di sini sudah membuatku rugi!”
Sarmin berteriak. Aku tak takut melakukan itu, sebab Sarmin adalah orang yang baik. Jika tidak, untuk apa dia menerimaku bekerja di warungnya, sedangkan ia bisa mencuci gelas-gelasnya sendiri?
Aku mendekati Mbok Surti di antara keraguan dan keingintahuan. Setidaknya Mbok Surti tidak mengusirku duduk di sampingnya. Perempuan berkerudung hitam mengamatiku, mungkin takut bila aku mengambil sesuatu dari Mbok Surti. Apa juga yang bisa kucuri dari Mbok Surti? Masa, iya, kondenya?
Kusodorkan beberapa gorengan serta segelas kopi. Satu lagi akan kutawarkan pada perempuan itu setelah curiga luntur dari matanya.
“Gorengan, Mbok?”
Mbok Surti diam. Menoleh pun tidak.
“Kopi? Masih panas.”