***
Tak banyak yang bisa aku lakukan untuk membantu Monna. Ya, aku memang tak pernah berniat untuk membantunya. Kubuka sebuah kotak berwarna kelabu. Air mataku meleleh ketika menatap gaun putih bertabur permata. Ini adalah gaun yang aku persiapkan untuk pernikahanku dua tahun lalu.
“Monna, pakailah ini.”
“Kau memberikannya untukku?”
“Ya, aku masih menyimpannya untukmu.”
Monna memelukku.
Kutak balas peluknya.
Dua jam lagi kami harus sudah berada di gereja. Tempat di mana Monna akan mengucapkan janji suci dengan lelaki idamannya. Dan aku akan ada di sana. Menyaksikan keduanya melepas masa lajang. Yakinkah aku akan datang?
“Kau harus tampil sempurna, Monna. Jangan kecewakan calon suamimu.”
“Gaun pemberianmu membuatku akan semakin cantik. Terima kasih karena kau sudah mau menjadi sahabatku sampai saat ini. Dan aku pastikan bahwa semuanya akan tetap sama walau aku sudah bersuami.”
“Semoga saja.”