Halisti memonyongkan mulutnya. " Aku gak punya uang untuk membayar Om. Tapi aku ingin ibuku bahagia di hari tuanya."
" Kebahagian orangtua biasanya ingin melihat anaknya menikah dengan pria yang baik dan kaya. Setelah itu momong cucu. Bukan ingin menikah dengan pria muda dan kaya."
" Mulut Om benar-benar ceriwis," Halisti berwajah tak senang. Ia makan udang goreng dua sekaligus, mengunyahnya seakan sedang mengamuk. " Aku gak ngomong ibuku pengen menikah dengan pria muda dan kaya. Aku minta tolong carikan pria buat ibuku agar hidup ibuku bahagia di hari tuanya." Ucapan Halisti seakan ingin menegaskan niatnya.
" Kenapa tidak memintaku menemukan ayah kandungmu ?" tanya DC.
Wajah Halisti berubah lesu. " Aku benci ayahku !" suaranya ketus.
Janno menoleh, menatap Halisti, wajahnya memperlihatkan ia tak suka mendengar ucapan Halisti. Lalu ia kembali bermain game.
" Itu baru menarik. Kenapa kamu membenci ayahmu?" tanya DC.
" Karena dia meninggalkan ibuku," wajah Halisti semakin keruh, hampir menangis.
" Apa kamu tahu alasan ayahmu meninggalkan ibumu ?" tanya DC.
" Tentu karena wanita lain, " wajah Halisti semakin keruh.
" Tidak selalu perceraian karena wanita lain. Terkadang karena perinsip hidup yang berbeda. " ucap DC kalem.