'She-3apa?' tanya sang adik.
'Lo.'
'Orang Ke ya?'
'Iya.'
'Ingat ya. Kamu itu she-nya Lo, orang Ke. Kalau ada orang yang tanya begitu jawabnya.' Itulah pesan ibuku sewaktu aku masih kecil. Pesan itu selalu diulang sampai aku hafal tanpa aku pernah mengerti apa artinya.
Kedua kakak beradik itu saling berbisik dengan bahasa Cina. Tiba-tiba saja aku merasa tidak enak. Kenapa mereka harus berbahasa Cina di depanku? Apa mereka tahu kalau aku tidak bisa bahasa leluhurku itu? Atau apa mereka sedang membicarakan diriku?
Tiba-tiba sang kakak memandangku dan berbicara dengan bahasa Cina yang tidak kumengerti. Aku bengong. Tidak tahu harus menjawab apa.
'Maaf.' Katanya.
Aku yang harusnya minta maaf. Mengaku orang Cina tapi tidak bahasa Cina. Bahasa Cina yang kukuasai hanya hitungan satu sampai sepuluh, ni hao ma4 ,Wo ai nr5 mi yo cien6selebihnya wo pu yau.7
'Balk. Terima kasih atas kedatangannya. Nanti kami beri kabar dalam waktu dua hari ke depan.' Kata sang kakak sambil menyalamiku.
Dua hari. Rasanya aku tidak perlu waktu selama itu untuk tahu apakah aku diterima atau tidak di perusahaan ini.