Kedua pria itu adalah kakak beradik pemilik modal sekaligus pimpinan perusahaan tempat Dani melamar. Encek-encek2. Pikir Dani begitu melihat kedua pria itu.
'Silakan duduk.' Kata salah seorang dari kedua orang tua itu yang ternyata adalah sang kakak. Terima kasih.' Kata Dani sambil mengambil tempat duduk di depan kedua orang tua itu.
'Mau minum apa?' Tanya sang adik.
Tidak terima kasih.'
Hening sejenak sementara sang kakak mengaduk-ngaduk berkas lamaran yang memenuhi meja di depannya sambil akhirnya dia menemukan berkas lamaran Dani.
Sementara itu Dani mengamati dengan seksama apa yang dilakukan pria tua itu. Tiba-tiba saja dia merasakan suatu sensasi perasaan aneh mengalir dalam dirinya. Deja vu. Tapi bagaimana mungkin dia belum pernah bertemu dengan kakak beradik pemilik perusahaan ini sebelumnya, dia juga belum pernah datang ke perusahaan ini sebelumnya. Dengan susah payah Dani berusaha mengingat dimana dan kapan dia pernah seperti pernah mengalami kejadian ini.
Akhirnya setelah berusaha dia bisa mengingat kejadian dan tempatnya.
Sebulan yang lalu aku disidang atau lebih tepatnya ditanyai oleh Om Halim - mantan calon mertuaku - kusebut mantan karena dia tidak menyetujui hubunganku dengan Aira - putt semata wayangnya.
Tempatku disidang persis seperti ini - di ruang kerjanya Om Halim. Seperti biasa Om Halim duduk di balik meja sambil merokok. Bajunya selalu rapih, setelan kemeja putih. Aku sudah berkeringat dingin duduk di depannya. Bayangan akan diinterogasi oleh calon mertua membuatku tegang. Rupanya Om Halim tahu kalau aku tegang makanya dia menawarkan rokoknya.
'Makasih Om, saya tidak merokok.' Tolakku sopan.
'Bagus. Jangan. Memperpendek umur saja. Mau minum apa?'