"Coba dengar, Syarif,"
ujar Tjokro,
dinding rumah tua kita masih menyimpan gema suara petani:
"Sawah kami,
dulu bukan hijau,
tapi ladang duka,
air mata bersemi.
Panen hanyut,
bukan ke lumbung,
tapi ke pundi penjajah.
Lalu datanglah ia, Tjokroaminoto,
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!