Itulah kekuatan kata-kata. Senjata para penulis. Yang konon lebih dipercaya oleh Pram ketimbang senjata. Untuk kali ini, saya adalah korbannya. Terkena dan terbuai dibuatnya.
Bagaimana tidak? Kisah para penulis buku Menjelajahi Misteri Perbatasan membuat saya terpukau. Mereka begitu jelas dan dalamnya menggambarkan kondisi alam dan budaya masyarakat Dayak yang menghuni daerah Krayan.
Daerah yang selama sepekan mereka diami dalam acara Batu Ruyud Writing Camp (BRWC). Kak Agustina salah satu peserta BRWC menceritakan tentang wilayah Krayan yang berbatasan langsung dengan negara bagian Sarawak dan Sabah Malaysia.Â
Lewat coretannya saya membayangkan seperti apa masyarakat Dayak yang tinggal di sepanjang bantaran sungai Krayan. Manusia Sungai Krayan, demikian Matius Mardani menyebut mereka dalam coretannya.
Duh, sungguh menyenangkan bisa berada di tengah-tengah mereka manusia sungai Krayan.Â
Saya bayangkan juga rasanya mengenakan busana adat Dayak berikut ornamennya seperti yang terekam dalam lensa kamera sang phographer Arbain Rambey.Â
Sungguh indah dan memesona. Juga unik pastinya jika saya yang seorang gadis Jawa mengenakan busana adat suku Dayak.Â
Meski hanya mendengar dari para penulis dan mentor BRWC. Juga membaca ceritanya dari buku yang mereka tulis, tapi kisah saya ini bak pucuk dicinta ulam pun tiba.
Saya tertarik dengan kisah mereka yang tinggal di daerah perbatasan. Saya juga tertarik dengan kebudayaan masyarakat suku Dayak. Lha, kok akhir pekan ini saya dipertemukan dengan mereka.
"Ayo tanggung jawab, karena saya jadi ingin menjelahi misteri perbatasan juga."
Dari sisi petualangan dan kuliner sudah jelas saya tergoda oleh bait puisi Herman Syahara. Oleh coretan kak Agustina dan kawan-kawan. Juga penuturan dari pak Yansen.