Sehingga, haruskah menikah dengan tetap menggunakan Wali Hakim?
Penutup.
Â
'Alaa kulli haal, dari penjelasan di atas diperoleh kesimpulan dan saran sebagai berikut:
Tidak tercatatnya suatu pernikahan tidak mengurangi sama sekali keabsahannya, asalkan seluruh rukun dan syarat yang ditentukan oleh norma agama telah terpenuhi. Karena penentu sah/tidaknya suatu pernikahan itu adalah norma agama, bukan norma hukum. Dengan sahnya pernikahan maka sah pula kedudukan anak-anak yang terlahir dalam atau akibat dari pernikahan sah tersebut;
Selain PA dengan putusan itsbat nikah-nya, penghulu dengan tanggung jawab hukum yang dimilikinya memiliki wewenang untuk memeriksa, menggali informasi, dan menyimpulkan berdasarkan bukti-bukti yang disajikan oleh para pihak kepadanya bahwa suatu pernikahan itu sah atau tidak, sekalipun pernikahan tersebut tidak dihadirinya;
Kesimpulan demikian tidak menafikan pentingnya pencatatan pernikahan. Karena pernikahan sebagai perbuatan hukum penting dalam kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan perlu diberikan perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul dari pernikahan yang bersangkutan tersebut. Dan itu semua bisa didapatkan bila pernikahannya dapat dibuktikan dengan bukti yang sempurna berupa suatu akta otentik, yakni Buku Nikah;
Penghulu sebagai Petugas Pencatat Nikah yang memikul tanggung jawab hukum agama dan negara perlu ekstra hati-hati dalam menentukan wali nikah yang berhak menikahkan calon mempelai wanita. Kehati-hatian itu diwujudkan antara lain dalam bentuk tidak langsung memvonis tidak sah pernikahan orangtua si calon mempelai wanita gegara tidak tercatat di KUA, sebelum menelaah bukti-bukti relevan yang ada.
Wallaahu a'lam bis showaab.
Â
Â