Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dir'iyyah dan Gap Imajinasi Muslim Indonesia

12 Mei 2023   01:06 Diperbarui: 12 Mei 2023   01:09 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awalnya Islam lahir di Makkah. Ditandai dengan turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad di Gua Hira.

Setelah itu Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Di Kota inilah Nabi Muhammad hidup selama 23 tahun untuk mengajarkan Islam secara bertahap kepada umatnya. Sampai kemudian menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 63 tahun.

Selepas Nabi Muhammad meninggal, agama Islam berkembang lebih jauh. Bergerak keluar dari Makkah dan Madinah yang waktu itu dikenal sebagai daerah Hijaz.

Baca juga;

Cerita Dari Arab Saudi, Masjid Dan Orang Kelebihan Berat Badan

Awalnya adalah ketika Khalifah Umar bin Khattab mengirim ekspedisi militer dipimpin 'Amr bin Ash, Khalid bin Walid juga Abdurrahman bin Auf untuk membebaskan Yerusallem.

Usai membebaskan Kota yang berada di Utara Madinah, pasukan muslim kemudian bergerak ke arah Barat dan Timur.

Ke arah Barat, umat Islam menaklukan kota yang sangat ikonik dan syarat nilai sejarah di Mesir, Alexandria. Mesir yang berada di Afrika bagian Utara ini, adalah pintu gerbang memasuki Afrika.

Baca juga;

Kopi di Arab Saudi

Setelah itu, orang Islam melanjutkan pergerakannya ke arah Barat. Menyusuri Aljazair sampai kemudian tiba di Maghribi. Sebuah wilayah yang secara harfiah berarti Barat. Tempat dimana Matahari terlihat terbenam. Penggemar Sepakbola mengenalnya sebagai Maroko.

Dari Maroko, Thariq bin Ziyad memimpin kaum muslimin masuk ke Eropa dengan menyebrang Selat Gibraltar. Sebuah wilayah yang berada di Spanyol bagian Selatan.

Sementara ke arah Timur dari Yerusallem, umat Islam menyebar ke Asia bagian Tengah. Negara-negara yang sekarang dikenal dengan Irak, Iran, Afghanistan, Kazakhstan, Tajikistan atau Uzbekhistan adalah wilayah taklukan berikutnya.

Baca juga;

Hira Cultural District, Cara Orang Arab Saudi Jualan Ke Orang Indonesia 

Dari Asia Tengah inilah muncul tokoh-tokoh Islam yang dikenang sampai sekarang. Seperti perawi Hadits Imam Bukhari dari Bukhara Uzbekhistan atau Abu Nasir Alfaribi. Filosof yang namanya diabadikan menjadi nama salah satu Universitas di Almaty Kazakhstan, Alfaribi Kazakh National University.

Bila dilihat secara geographis, bersama Malaysia Indonesia ada dalam posisi unik. Indonesia terlihat jauh dari pusat perkembangan Islam pada masa-masa awal yang terkonsentrasi di Asia Tengah dan Asia Barat.

Islam seperti melompat ke Malaysia dan Indonesia yang berada di Asia Tenggara. Meskipun muslim di kedua negara ini dikenal mayoritas.

Baca juga;

Asykar, Penjaga Ketertiban Masjidil Haram Makkah dan Lelaki Arab Saudi

Situasi geografis inilah yang menurut banyak kalangan menimbulkan adanya gap imajinasi orang Islam Indonesia tentang Islam.

Gap imajinasi pertama yang kerap dimunculkan adalah perihal politik.

Ketika Islam sedang dalam puncak kejayaan dengan menerapkan sistem Khilafah, banyak yang beranggapan bahwa para Khalifah yang memerintah dunia Islam memimpin tanpa cela sedikit pun.

Baca juga;

Umrah sebagai sebuah pengalaman keberagamaan

Padahal sebagaimana kehidupan manusia umumya, kesalahan adalah sesuatu yang sulit dihindari. Bahkan mungkin sesuatu yang harus dialami. Terlebih dalam dunia politik yang dikenal sarat tipu daya.

Misalkan saja ketika umat Islam dipimpin Khalifah Al-Makmun. Selain dikenal sebagai pendorong berkembangnya ilmu pengetahuan dan sains, Khalifah Al-Makmun juga berhasil menjaga kemakmuran yang diwariskan pendahulunya.

Meski begitu, Khalifah Al Makmun juga pernah keliru mengambil keputusan. Imam Hambali yang berselisih paham dengan Khalifah dalam memahami Quran, dipersekusi dan dipenjara.

Baca juga;

Arab Saudi Dan Tempat-Tempat Suci Bersejarah

Bila generasi terkini memahami Khalifah Al-Makmun sebagai figur yang cenderung rasional dan kritis memahami Islam, maka Imam Hambali dikenal sebagai figur yang cenderung skripturalis. Salah satu guru Muhammad bin Abdul Wahab yang disebut pencetus Wahabism. Faham yang dalam diskurus Islam terkini dimaknai secara pejoratif.

Jadi kelompok rasional dan liberal Islam yang mendengungkan kebebasan dan pluralisme, juga pernah mempersekusi kelompok skripturalis Islam karena perbedaan pendapat.

Karena gap imajinasi ini juga beberapa kalangan umat Islam di Indonesia menganggap bahwa Khilafah adalah sistem umat Islam. Padahal Arab Saudi yang dikenal puritan pun, menolak diterapkannya sistem Khilafah.

Baca juga;

Sisi Lain Pentingnya Suami atau Mahram Perempuan Dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Arab Saudi

Berdasar gap imajinasi inil juga banyak pandangan politik yang membedakan antara Islam Indonesia dan Islam Timur Tengah.

Dikatakan bahwa karakter Islam Indonesia itu berwatak damai. Berbeda dengan Islam Timur Tengah yang keras dan dipenuhi dengan perang. Sehingga muncul ejekan untuk tidak mengimport Islam Timur Tengah ke Indonesia.

Padahal bila yang bersangkutan juga memakai gap imajinasi, maka yang bersangkutan juga akan menyadari adanya gap imajinasi dalam pandangan tersebut.

Baca juga;

Memahami Mega Proyek Neom dan New Kabah Arab Saudi Melalui Total Football Belanda 

Karena bagi yang pernah mukim di Timur Tengah atau mengkaji wilayah ini, mesti merasakan bahwa instabilitas kawasan ini disebabkan dua hal. Kolonialisme Barat dan hegemoni Amerika pasca Perang Dunia.

Karenanya kita akan menemukan kegetiran ketika mendengar ucapan orang Indonesia yang mengatakan bahwa Islam Timur Tengah adalah Islam perang. Di satu sisi yang menyebabkan instabilitas di Timur Tengah adalah Amerika dan negara Barat, di sisi lain penudingnya adalah sarjana lulusan Barat dan Amerika.

Jadi secara politik, Islam memang pernah jaya. Menjadi rujukan dunia selama sekian abad. Namun bukan berarti tidak ada problem yang mesti dikoreksi.

Baca juga;

Shalat Jamaah di Masjid Arab Saudi 

Akibat lain dari gap imajinasi juga terlihat dalam melihat praktek ibadah. Muslim Indonesia yang mayoritas mempraktekan pandangan Imam Syafi'i, kerap kebingungan melihat praktek Ibadah yang merujuk pada Mazhab Fiqih yang lain

Seperti kebingungannya melihat orang shalat memakai celana hanya sampai bawah lutut, tidak sampai mata kaki. Atau Shalat Idul Fitri dan Idul Adha di Maroko dengan satu kali takbir saja.

Konon salah satu dai kondang Indonesia terkini yang relatif memahami dan mengalami perbedaan Mazhab Fiqih dalam Islam adalah Ustadz Abdul Shomad.

Baca juga;

China dan Peran Negara-Negara Islam Dalam Perundingan Damai Arab Saudi Dan Iran 

Sebagai orang Indonesia yang belajar Islam di Mesir, Maroko dan Sudan, Ustadz Abdul Shomad adalah orang yang mengalami langsung praktek Ibadah dengan tiga Mazhab berbeda. Syafi'i, Maliki dan Hanafi.

Mungkin kalau Ustadz Abdul Shamad melanjutkan studinya di Arab Saudi yang bercorak Hambali, maka lengkaplah pengalamannya. Mengalami langsung praktek Ibadah dari empat Imam Mazhab.

Kedua situasi akibat gap imajinasi inilah yang kerap diungkap. Jauhnya jarak georaphis mengakibatkan gap imajinasi dalam politik dan praktek Ibadah sehari-hari.

Baca juga;

Kenapa Masyarakat Arab Saudi Suka Memakai Baju Berwarna Putih 

Namun beberapa waktu lalu ketika penulis mengunjungi Dir'iyyah di Riyadh, ada sesuatu yang menarik perhatian. Sesuatu yang sepertinya juga berkaitan dengan jauhnya jarak dan gap imajinasi.

Diri'yyah adalah kota lama di Riyadh. Pada tahun 2010 UNESCO menetapkan Dir'iyyah sebagai World Heritage Site. Situs warisan dunia yang mesti dijaga dan dilestarikan. Tempat Muhammad bin Saud merintis berdirinya negara Arab Saudi.

Karena sarat nilai sejarah, Kerajaan Arab Saudi memperbaiki reruntuhan yang ada dan menjadikannya sebagai salah satu destinasi wisata internasional.

Baca juga;

Memahami Ayat dan Hadis Anti Perbudakan Melalui Dinamika Ketenagakerjaan Arab Saudi Terkini 

Mohammed Bin Salman (MBS), Perdana Mentri Arab Saudi, mengucurkan dana $ 50 Milliar untuk merestorasi Dir'iyyah. Menjadikan Dir'iyyah sebagai giga project kelima Saudi.

Sebelum Jakarta menjadi tuan rumah e-Formula, Riyadh adalah tuan rumah balap mobil elektrik tersebut yang bertempat di Dir'iyyah. Begitu juga KTT G-20 tahun 2020. Dir'iyyah adalah background dari pertemuan yang dilaksanakan secara virtual ini.

Menurut Jerry Inzerillo, mantan CEO Forbes Travel Guide, Dir'iyyah akan menjadi "Beverly Hills" nya Riyadh. Inzerillo sendiri saat ini ditunjuk sebagai CEO Diriyyah Gate Development Authority. Lembaga pelaksana projek restorasi Dir'iyyah.

Baca juga;

Ragam Bahasa Arab Dalam Keseharian Masyarakat Arab Saudi, Kisah Lucu Negosiasi Dengan Supir Taksi di Riyadh!

Di Diriyyah bukan hanya ada reruntuhan bangunan Arab lama yang diperbaiki, tapi juga berbagai meseum dan gallery. Tempat yang aka mengingatkan kita akan kehiduan masyarakat Arab Saudi dahulu.

Diantara meseum dan galery Diri'yyah terdapat Trade and Treasury Meseum, "Muthaful tijarah wal maal" serta Moudhi Endowment, "Sabalah moudhi"

Hal yang menarik dari kedua tempat ini adalah isinya yang menampilkan tentang pengumpulan zakat dan Baitul Mal pada kehidupan masyarakat Arab dahulu.

Baca juga;

Air Mineral Di Masjid Arab Saudi, Absurdnya Lupa Puasa Dan Minum Didalam Masjid di Siang Hari Bulan Ramadhan

Selain terdapat patung Kuda dan Unta, juga terdapat ruangan yang berisikan hasil pertanian. Dilengkapi suara penghitungan uang, meseum ini seperti membangkitkan imajinasi tentang salah satu kebiasaan masyarakat Arab lama berkaitan dengan Zakat dan Baitul Mal.

Secara fiqih, Zakat mungkin banyak membicarakan dan mengajarkan Haul dan Nisab. Durasi dan batas minimum harta wajib Zakat. Sementara secara sosial, Zakat dan Baitul Mal mengajarkan solidaritas sosial.

Namun bila dicermati lebih jauh, pada dasarnya bukan dua hal diatas saja yang diperkenalkan ajaran Islam ini. Zakat dan Baitul Mal juga mengajarkan orang untuk sadar terhadap aset, cara mengelola aset serta mengajak untuk mengembangkan aset.

Baca juga;

Pajak di Arab Saudi dan Jembatan Penyebrangan di Riyadh, Melihat Arab Saudi Yang Bertransformasi - Bagian 1 

Karena berdasarkan prinsip Zakat iniah, banyak orang tua dahulu yang mengingatkan anaknya untuk giat bekerja dan mencari uang. Bukan supaya menjadi orang kaya raya, tetapi supaya menjadi pembayar zakat yang banyak.

Zakat adalah implementasi dari doa setiap muslim yang menginginkan kebahagian hidup dunia akhirat. "Rabbana aatina fi dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qiina adzaban naar."

Dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak praktek yang menunjukan kalau masyarakat Arab Saudi sangat aware terhadap aset dan pengelolaan aset. Penerapan passive income sepertinya sudah menjadi habbit, bukan materi kampanye kecerdasan finansial.

Baca juga;

Pajak di Arab Saudi dan Jembatan Penyebrangan di Riyadh, Melihat Arab Saudi Yang Bertransformasi - Bagian 2 

Namun dalam konteks lebih besar, kesadaran menghitung dan mengelola aset serta mengembangkannya, terlihat dari cara Arab Saudi mengelola aset terbesar negara mereka, minyak bumi.

Ketika Raja Abdul Aziz mendeklarasikan berdirinya Kerajaan Arab Saudi modern, hal pertama yang dilakukan Raja adalah mencari sumber air. Karena Raja tidak ingin negerinya miskin karena tidak punya sumber air. Seperti yang dialami beberapa negara tetangganya.

Meski berkali-kali gagal, Raja tetap melanjutkan usaha mencari Air. Sampai kemudian di tahun 1933, para pencari sumber air di wilayah Damam Saudi sebelah Timur, menemukan sesuatu berbentuk cairan yang juga sangat berharga, minyak bumi.

Baca juga;

Pajak di Arab Saudi dan Jembatan Penyebrangan di Riyadh, Melihat Arab Saudi Yang Bertransformasi - Bagian 3 

Saudi yang tidak tahu cara mengelola minyak, akhirnya bekerja sama dengan Amerika yang sudah berpengalaman menambang minyak. Maka dibentuklah Aramco. Arab America Oil Company yang berpusat di Damam.

Raja Abdul Aziz memberikan konsesi pengelolaan minyak sampai 60 tahun untuk Amerika. Saham Aramco di pegang 4 perusahaan minyak Amerika.

Namun pada tahun 1973, Amerika dan Saudi sepakat untuk menghentikan konsesi itu. Sekitar 20 tahun lebih cepat dari masa berakhirnya konsesi tersebut.

Baca juga;

Khutbah Jumat di Arab Saudi dan di Iran 

Setelah itu, pada tahun 1974, Saudi mulai membeli 25% saham Aramco dari Amerika. Sebelum pada tahun 1980 dilakukan nasionalisasi Aramco sehingga Saudi menjadi pemilik penuh Aramco.

Karena sudah berpindah kepemilikan, Kerajaan Arab Saudi merubah nama perusahaan menjadi Saudi Aramco. Saudi Arabia Oil Company. Perusahaan minyak terbesar dunia penopang ekonomi Saudi. Hampir 50% pendapatan Saudi, berasal dari sektor minyak bumi.

Dalam konteks pengelolaan aset, kita mungkin bisa membandingkan situasi ini dengan pengalaman Indonesia dalam mengelola Freeport. Gunung emas di Papua.

Baca juga;

Arab Saudi Dan Kebutuhan Kaca Mata Anti Ultra Violet

Jarak yang jauh dan menimbulkan gap imajinasi orang Islam Indonesia tentang Islam, sepertinya bukan hanya terlihat dari sisi politik dan praktek ibadah, tapi dari sisi ekonomi.

Kesadaran akan aset, mengelola aset serta mengembangkan aset, belum menjadi built-in dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.

Waallahu 'alam bishawab

Riyadh, 01 Mei 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun