Gap imajinasi pertama yang kerap dimunculkan adalah perihal politik.
Ketika Islam sedang dalam puncak kejayaan dengan menerapkan sistem Khilafah, banyak yang beranggapan bahwa para Khalifah yang memerintah dunia Islam memimpin tanpa cela sedikit pun.
Baca juga;
Umrah sebagai sebuah pengalaman keberagamaan
Padahal sebagaimana kehidupan manusia umumya, kesalahan adalah sesuatu yang sulit dihindari. Bahkan mungkin sesuatu yang harus dialami. Terlebih dalam dunia politik yang dikenal sarat tipu daya.
Misalkan saja ketika umat Islam dipimpin Khalifah Al-Makmun. Selain dikenal sebagai pendorong berkembangnya ilmu pengetahuan dan sains, Khalifah Al-Makmun juga berhasil menjaga kemakmuran yang diwariskan pendahulunya.
Meski begitu, Khalifah Al Makmun juga pernah keliru mengambil keputusan. Imam Hambali yang berselisih paham dengan Khalifah dalam memahami Quran, dipersekusi dan dipenjara.
Baca juga;
Arab Saudi Dan Tempat-Tempat Suci Bersejarah
Bila generasi terkini memahami Khalifah Al-Makmun sebagai figur yang cenderung rasional dan kritis memahami Islam, maka Imam Hambali dikenal sebagai figur yang cenderung skripturalis. Salah satu guru Muhammad bin Abdul Wahab yang disebut pencetus Wahabism. Faham yang dalam diskurus Islam terkini dimaknai secara pejoratif.
Jadi kelompok rasional dan liberal Islam yang mendengungkan kebebasan dan pluralisme, juga pernah mempersekusi kelompok skripturalis Islam karena perbedaan pendapat.