Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Tinggi dalam Kuasa Neoliberal: Pemikiran Giroux

23 Maret 2023   08:06 Diperbarui: 23 Maret 2023   08:31 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karikatur tentang ketidakadilan akibat neoliberalisme. Sumber: Cultursmag.com

Banyak universitas dan perguruan tinggi lainnya mengabaikan posisi mereka sebagai ruang publik demokratis yang didedikasikan untuk menyediakan layanan publik, memperluas pencapaian intelektual dan budaya umat manusia, dan mendidik generasi mendatang untuk dapat menghadapi tantangan demokrasi global.

Kalaupun ada universitas yang masih menjadi arena publik untuk memperdebatkan pemikrian, menghasilkan pengetahuan kritis, dan mempraktikkan pembelajaran terkait isu-isu sosial, mereka semakin sendirian. 

Media sebagai aparatus budaya yang diyakini sebagai salah satu pilar demokrasi dengan menawarkan sudut pandang alternatif, menantang otoritas yang tidak dan berpihak kepada kepentingan publik sebagian besar telah dibajak oleh konsolidasi kekuatan korporasi. Sekira 90% media di AS dikendalikan oleh enam perusahaan. 

Maka, nilai-nilai demokratis yang dikonstruksi media digantikan oleh ideolog, nilai-nilai, dan cara berpikir yang dikelola oleh media yang dominan. Kondisi tersebut berdampak pada represi negara yang bersepakat terhadap ideologi pasar terhadap perbedaan pendapat. Selain itu, pemikiran kritis semakin diposisikan atau diabaikan sebagai sesuatu yang dangkal, jika bukan reaksioner.

Substansi demokrasi dalam negara hanya dapat dipertahankan dan dikembangkan melalui literasi kewarganegaraan yang memungkinkan individu untuk menghubungkan masalah pribadi dengan isu publik yang lebih besar sebagai bagian dari wacana penyelidikan, dialog, dan keterlibatan kritis yang lebih luas. 

Literasi kewarganegaraan, dalam konteks ini, membekali warga negara dengan keterampilan untuk memahami secara kritis sekaligus memungkinkan mereka untuk benar-benar melakukan intervensi dalam masyarakat terkait permasalahan ekonomi, politik, maupun budaya. 

Itulah mengapa, pendidikan tinggi dilemahkan dari fungsi strategisnya untuk menyiapkan individu-individu yang kecakapan literasi dalam merespons ketidakberesan kebijakan neoliberal. Menjadi wajar kalau para pendukung dan pengusung kapitalisme neoliberal berusaha menyerang pendidikan tinggi dengan upaya sistematis melalui kebijakan negara. 

Karikatur relasi pendidikan tinggi dengan industri. Sumber: otrasvoceseneducacion.org
Karikatur relasi pendidikan tinggi dengan industri. Sumber: otrasvoceseneducacion.org

Tujuannya adalah melumpuhkan budaya bertanya dan kritik, melemahkan literasi, dan mematikan ruang publik. Padahal nalar dan kritik bergabung dengan tanggung jawab sosial merupakan ciri utama agensi kritis dan demokratisasi.

Perang sayap kanan (pendukung kapitalisme) terhadap literasi kritis adalah bagian dari upaya berkelanjutan untuk menghancurkan pendidikan tinggi sebagai ruang publik demokratis yang memungkinkan para intelektual untuk berdiri teguh, mengambil risiko, membayangkan hal sebaliknya, dan melawan arus. 

Para pendidik perlu bertanya dan bertayan lagi, bagaimana pendidikan tinggi dapat bertahan dalam masyarakat di mana budaya sipil dan mode literasi kritis runtuh karena semakin sulit untuk membedakan pendapat dan ledakan emosi dari argumentasi dan penalaran logis yang berkelanjutan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun