Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Tinggi dalam Kuasa Neoliberal: Pemikiran Giroux

23 Maret 2023   08:06 Diperbarui: 23 Maret 2023   08:31 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karikatur tentang ketidakadilan akibat neoliberalisme. Sumber: Cultursmag.com

Masyarakat dibanjiri budaya neoliberal yang menandakan ketidakcerdasan secara sosisal. Banyak warga yang acuh tak acuh terhadap orang lain sebagai dampak pengutamaan individual dalam praktik kompetisi. Kondisi tersebut melegitimasi kehancuran ikatan sosial yang sejatinya diperlukan untuk masyarakat demokratis. 

Lebih dari itu, kegagalan warga untuk menerapkan prinsip kualitas diri individual menjadikan mereka kriminal atau pelaku tindakan inkonstitusional yang sekaligus memperkuat budaya kekejaman dan menjunjung sel isolasi sebagai bentuk hukuman bagi ribuan orang muda dan orang dewasa yang dianggap bersalah secara hukum. 

Masih beruntung kiranya, masih ada perlawanan dari minoritas kritis (kalangan buruh, mahasiswa, dosen, dan guru) yang menegaskan bahwa publik belum sepenuhnya dijajah oleh para bankir, pengelola hedge fund (investasi kolektif), dan pendukung neoliberalisme lainnya.

Protes terhadap neoliberalisme di Chile. Sumber: Opendemocracy.net
Protes terhadap neoliberalisme di Chile. Sumber: Opendemocracy.net
Pemerintahan neoliberal mampu menghasilkan sistem ekonomi dan politik yang dikuasai dan dikendalikan oleh segelintir orang kaya dan berkuasa penuh yang membentuk apa yang disebut plutonomy, ekonomi yang dikuasai oleh orang-orang kaya. 

Para plutokrat adalah “zombie baru,” para parasit yang menyedot sumberdaya serta manusia-manusia di planet untuk memperkuat kuasa ekonomi dan politik serta membiayai gaya hidup mereka yang selangit. 

Kekuasaan saat ini bersifat global, tertutup, dan didorong oleh pengabaian yang biadab terhadap kesejahteraan manusia, sedangkan politik sebagian besar berada di institusi modernitas yang lebih tua seperti negara bangsa. Para plutokrat baru tidak memiliki kesetiaan pada komunitas nasional, keadilan, atau hak asasi manusia, alih-alih kepada hanya potensi pasar dan keuntungan. 

Ironisnya, kebijakan sekarang diberlakukan dengan memberikan pemotongan pajak besar-besaran kepada orang kaya dan subsidi murah hati untuk bank dan perusahaan. 

Di saat bersamaan pemerintah atas desakan pengusung neoliberal mengurangi anggaran besar-besaran dalam program penciptaan lapangan kerja, pembangunan infrastruktur kritis, dan pengembangan program sosial penting mulai dari perawatan kesehatan hingga program makanan sekolah untuk anak-anak yang kurang beruntung.

Kurangnya investasi untuk pendidikan, program sosial, dan infrastruktur untuk warga berusia senja, bukan karena kurangnya uang. Masalah ini berasal dari prioritas pemerintah terkait dari mana uang dikumpulkan dan bagaimana uang digunakan. Di AS, misalnya, 60% anggaran federal dialokasikan untuk kepentingan militer dan hanya 6% untuk kepentingan pendidikan. 

Pemerintah AS menghabiskan $ 92 miliar untuk subsidi perusahaan dan $ 59 miliar untuk program kesejahteraan sosial. Pada saat bersamaan, finansialisasi ekonomi dan budaya berakibat pada meningkatnya kekuasaan monopoli, pinjaman predator, praktik kartu kredit yang kejam, dan penyalahgunaan bayaran CEO. 

Prinsip neoliberal yang meyakini mekanisme pasar dapat menyelesaikan semua masalah masyarakat memberikan kekuatan uang yang tak terkendali. Prinsip tersebut juga melahirkan kebijakan politik yang menguntungkan orang kaya dan memungkinkan sektor keuangan untuk mengumpulkan kekuatan ekonomi dan politik yang besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun