Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Tinggi dalam Kuasa Neoliberal: Pemikiran Giroux

23 Maret 2023   08:06 Diperbarui: 23 Maret 2023   08:31 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karikatur tentang ketidakadilan akibat neoliberalisme. Sumber: Cultursmag.com

Benar kiranya kalau dikatakan bahwa “trik terbaik” neoliberalisme adalah meyakinkan individu bahwa mereka harus “membayangkan diri mereka sebagai agen yang dapat dan harus menjalani kehidupan baik yang dijanjikan oleh budaya kapitalis. 

Padahal, berbagai pemangkasan terhadap anggaran untuk kepentingan publik dilakukan dalam berbagai sektor, dari kesehatan, pertanian, hingga pendidikan.

Selain menimbun kekayaan materi dalam jumlah yang terus bertambah, banyak elit kaya mengendalikan sarana sekolah dan aparatus budaya lainnya, seperti industri media. Mereka tidak lagi mementingkan pendidikan kritis. 

Bermacam institusi dan partai politik di banyak negara maju dan berkembang mendukung reformasi pendidikan untuk memperbaiki buta huruf konseptual dan budaya. Pembelajaran kritis diganti dengan penguasaan mengerjakan ujian, menghafal fakta, dan belajar bagaimana tidak mempertanyakan pengetahuan atau otoritas. 

Pembelajaran yang dianggap bertentangan dan meresahkan akal sehat, membuat kekuasaan bisa dikritisi, dan menghubungkan pengetahuan ruang kelas dengan isu-isu sipil yang lebih besar dianggap berbahaya di semua tingkat pendidikan. Bermacam reformasi pendidikan diarahkan untuk merestrukturisasi tata kelola penyelenggaraan pendidikan tinggi. 

Pendidikan tinggi diarahkan untuk mengadopsi bentuk tata kelola yang meniru struktur perusahaan dengan meningkatkan kekuatan administrator, mengorbankan fakultas dengan menjadikan staf mereka tenaga kerja kontrak dan berupah rendah, serta memosisikan mahasiswa sebagai konsumen yang siap dilatih untuk pekerjaan berketerampilan rendah dan berisiko.

Pedagogi yang digerakkan oleh pasar ini menghilangkan gagasan kebebasan, mengubahnya sebagian besar menjadi hasrat untuk mengkonsumsi dan berinvestasi secara eksklusif dalam hubungan yang hanya melayani kepentingan individual. Saat ini banyak individu kehilangan kemampuan untuk memahami dan menggunakan pendidikan secara kritis. 

Warga negara diperlakukan oleh elit  sebagai anak-anak yang gelisah dan diarahkan setiap hari untuk mengubah posisi penting sebagai warga negara menjadi seni berbelanja. Konsumerisme dangkal ditambah dengan ketidakpedulian terhadap kebutuhan dan penderitaan orang lain telah menghasilkan politik pembuangan (pengabaian) terhadap masalah sosial dan budaya moral. 

Pada saat yang sama, ekonomi neoliberal yang menempatkan kepentingan individual di pusat kehidupan sehari-hari memangkas pertimbangan moral tentang ketidakadilan yang kita ketahui dan bagaimana kita semestinya bertindak terkait ongkos sosial dan pertimbangan moral yang lebih besar. 

Dalam wacana media, bahasa telah dilucuti dari konstrruksi gagasan yang merangkul kepedulian terhadap yang lain. Dengan makna yang sepenuhnya diprivatisasi, kata-kata direduksi menjadi penanda yang meniru tontonan kekerasan, yang dirancang untuk memberikan hiburan alih-alih analisis yang bijak. 

Sentimen yang beredar dalam budaya dominan menampilkan kebodohan atau etika bertahan hidup, sementara retorika anti-publik melucuti masyarakat dari pengetahuan dan nilai-nilai yang diperlukan untuk keterlibatan dalam menangani masalah dan pengembangan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun