(1) wacana khusus dalam cerita ludruk dari setiap periode; (2) kondisi kontekstual yang mempengaruhi perubahan wacana; (3) bagaimana kekuatan politik tertentu beroperasi dalam pertunjukan ludruk di setiap periode; dan, (4) pengaruh transformasi terhadap pertunjukan dan kelompok ludruk.
Untuk mencapai tujuan kajian dan menjawab pertanyaan di atas, saya menerapkan perspektif cultural studies, khususnya wacana Foucauldian dan hegemoni Gramscian. Bagi Foucault (1989), wacana adalah sekelompok pernyataan yang terkait dengan formula tunggal dari objek-objek yang bermakna dan sekelompok pernyataan terbatas yang terkait dengan formasi diskursif yang serupa.Â
Sebagai rezim kebenaran, wacana akan melahirkan pengetahuan dan mengkonstruksi berbagai subjek diskursif yang juga menghasilkan operasi dan relasi kuasa dalam setting sejarah tertentu. Wacana bukan sekadar menerjemahkan perjuangan atau sistem dominasi, tetapi wacana adalah hal yang untuknya dan yang olehnya ada perjuangan; itu adalah kekuasaan yang harus direbut (Foucault, 1981:53).Â
Selanjutnya, operasi kuasa menyebar, tidak top-down, tidak represif, dan datang dari titik yang tidak terbatas (Foucault, 1998:94-95). Konsep wacana dan kekuasaan/pengetahuan memiliki hubungan yang erat dengan hegemoni, khususnya dalam hal operasi dan hubungan kekuasaan melalui pengetahuan budaya dan moral.Â
Hegemoni adalah moda kekuasaan yang menekankan kepemimpinan intelektual, budaya, dan moral di mana kelas penguasa mengartikulasikan kepentingan bersama, baik secara ekonomi maupun ideologis, untuk menciptakan konsensus populer dan blok historis yang mendukung otoritas rezim (Gramsci, 2006; Boggs, 1984; Howson & Smith, 2008; Joseph, 2002).Â
Namun, kekuatan hegemonik tidak pernah stabil dan selalu membutuhkan negosiasi yang lebih baru karena dalam operasinya, dapat terjadi perlawanan dari kelas sosial lain ketika mereka kekurangan keuntungan dan kelas dominan mulai mempraktikkan kekuatan koersif.Â
Kedua pendekatan tersebut berguna tidak hanya dalam menganalisis data, tetapi juga berfungsi sebagai kerangka kerja untuk menemukan dan mengumpulkan data melalui penelitian kualitatif, yang memadukan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan/dokumenter.Â
Untuk mengumpulkan data primer terkait permasalahan tersebut, kami melakukan penelitian lapangan di Kabupaten Mojokerto, dimana beberapa kelompok ludruk terkenal dengan para senimannya masih eksis dan populer di tengah perubahan budaya saat ini.Â
Dalam pengumpulan data, saya menggunakan wawancara mendalam untuk menggali informasi dari ketua kelompok ludruk, sedangkan observasi partisipatif berguna untuk mengetahui kondisi riil pertunjukan ludruk, termasuk persepsi masyarakat belakangan ini.Â
Dalam penelitian kepustakaan, saya membaca dan menganalisis beberapa data sekunder penting dari buku-buku sebelumnya, artikel jurnal, surat kabar, dan media online.
Dalam proses analisis, perspektif Foucauldian memberikan konsep penting dan kerangka operasional untuk mengkritisi transformasi wacana-wacana tertentu yang dimobilisasi dalam pertunjukan ludruk pada setiap periode dan konteks sejarahnya, termasuk kondisi politik, sosial, dan ekonomi.Â