Bagi saya dan kawan-kawan sebaya, Pak Harto telah menjelma semacam tokoh idola yang dibentuk oleh bangunan naratif dan diskursif pembangunanisme di ruang kelas dan TVRI, sejak saya duduk di bangku SD hingga SMP. Saya akui, pada waktu itu, tidak ada sosok pemimpin lain yang bisa mengalahkan pesonanya.
Apa yang tidak kami ketahui pada waktu itu adalah kelemahan dan kesalahan seorang Suharto. Apakah Suharto tidak punya kelemahan dan kesalahan? Tentu saja punya.
Masalahnya, kelehaman dan kesalahan itu tidak pernah boleh dipublikasikan oleh media dan dijelaskan oleh para guru di ruang kelas. Seingat saya, dari SD hingga SMP, tak satupun guru yang berani menerangkan kelemahan dan kesalahan Pak Harto sebagai superhero.
Kesempurnaan seorang Suharto menjadi semakin lengkap bagi warga di wilayah Lamongan ketika pemerintah membangun sebuah waduk yang mampu mengairi hektaran tanah pertanian di beberapa kecamatan. Saya dan kawan-kawan sempat menyaksikan bagaimana traktor, backhoe, truk, dan alat-alat berat lainnya serta para pekerja mengerjakan proyek prestisius tersebut.
Ada rasa kagum yang membuncah melihat proses pengerjaan waduk tersebut. Meskipun waktu itu terdapat warga dari beberapa desa harus diminta pindah ke kawasan baru (bedhol desa), membangun desa baru di kawasan hutan, kami tidak pernah menganggapnya masalah karena semua dilakukan demi pembangunan.
Apalagi para guru kami juga mengatakan bahwa pembangunan waduk memang membutuhkan lahan, sehingga perpindahan warga tersebut merupakan keharusan. Pada waktu itu, saya dan kawan-kawan juga tidak pernah mendengar ungkapan “pelanggaran hak asasi manusia.”
Bagi warga, kehadiran waduk tersebut membentangkan harapan akan kehidupan yang lebih baik karena mereka akan bisa mengerjakan sawah meskipun di musim kemarau. Praktik pertanian tadah hujan yang selaman puluhan tahun menjadi tambatan hidup warga memang kurang memberikan keuntungan secara ekonomis.
Maka, peresmian waduk yang diberi nama Waduk Gondang Lor (sesuai dengan nama desa tempatnya berada) pada tahun 1987 menjadi momen istimewa bagi warga Lamongan karena harapan untuk berpenghidupan yang lebih baik akan segera terwujud. Apalagi sebelum peresmian tersebut, jalan raya dari Lamongan menuju Waduk Gondang Lor diaspal.
Desa-desa di sekitar waduk dialiri listrik yang selama bertahun-tahun belum dirasakan warga. Masuknya listrik tentu membawa ruang kultural desa lebih berwarna karena warga bisa menikmati televisi setiap hari.