Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membaca-kembali Rezim Orba: Pembangunanisme, Otoritarianisme, dan Kebudayaan

17 Januari 2023   00:35 Diperbarui: 17 Januari 2023   00:35 1541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Soeharto dan Ibu Tien dalam sebuah kunjungan lapangan. (Wikimedia Commons) 

Bagi saya dan kawan-kawan sebaya, Pak Harto telah menjelma semacam tokoh idola yang dibentuk oleh bangunan naratif dan diskursif pembangunanisme di ruang kelas dan TVRI, sejak saya duduk di bangku SD hingga SMP. Saya akui, pada waktu  itu, tidak ada sosok pemimpin lain yang bisa mengalahkan pesonanya. 

Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto membuka pekan raya Jakarta Fair II pada 14 Juni 1969. Sumber: Perpusnas
Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto membuka pekan raya Jakarta Fair II pada 14 Juni 1969. Sumber: Perpusnas

Apa yang tidak kami ketahui pada waktu itu adalah kelemahan dan kesalahan seorang Suharto. Apakah Suharto tidak punya kelemahan dan kesalahan? Tentu saja punya. 

Masalahnya, kelehaman dan kesalahan itu tidak pernah boleh dipublikasikan oleh media dan dijelaskan oleh para guru di ruang kelas. Seingat saya, dari SD hingga SMP, tak satupun guru yang berani menerangkan kelemahan dan kesalahan Pak Harto sebagai superhero.   

Kesempurnaan seorang Suharto menjadi semakin lengkap bagi warga di wilayah Lamongan ketika pemerintah membangun sebuah waduk yang mampu mengairi hektaran tanah pertanian di beberapa kecamatan. Saya dan kawan-kawan sempat menyaksikan bagaimana traktor, backhoe, truk, dan alat-alat berat lainnya serta para pekerja mengerjakan proyek prestisius tersebut. 

Ada rasa kagum yang membuncah melihat proses pengerjaan waduk tersebut. Meskipun waktu itu terdapat warga dari beberapa desa harus diminta pindah ke kawasan baru (bedhol desa), membangun desa baru di kawasan hutan, kami tidak pernah menganggapnya masalah karena semua dilakukan demi pembangunan. 

Apalagi para guru kami juga mengatakan bahwa pembangunan waduk memang membutuhkan lahan, sehingga perpindahan warga tersebut merupakan keharusan. Pada waktu itu, saya dan kawan-kawan juga tidak pernah mendengar ungkapan “pelanggaran hak asasi manusia.” 

Baliho di pinggir jalan memperingati 40 tahun Kemerdekaan RI. (Henk van Rinsum/Wikimedia)
Baliho di pinggir jalan memperingati 40 tahun Kemerdekaan RI. (Henk van Rinsum/Wikimedia)

Bagi warga, kehadiran waduk tersebut membentangkan harapan akan kehidupan yang lebih baik karena mereka akan bisa mengerjakan sawah meskipun di musim kemarau. Praktik pertanian tadah hujan yang selaman puluhan tahun menjadi tambatan hidup warga memang kurang memberikan keuntungan secara ekonomis.

Maka, peresmian waduk yang diberi nama Waduk Gondang Lor (sesuai dengan nama desa tempatnya berada) pada tahun 1987 menjadi momen istimewa bagi warga Lamongan karena harapan untuk berpenghidupan yang lebih baik akan segera terwujud. Apalagi sebelum peresmian tersebut, jalan raya dari Lamongan menuju Waduk Gondang Lor diaspal. 

Desa-desa di sekitar waduk dialiri listrik yang selama bertahun-tahun belum dirasakan warga. Masuknya listrik tentu membawa ruang kultural desa lebih berwarna karena warga bisa menikmati televisi setiap hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun