Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Rusofobia, Melanggengkan Ketakutan dan Kebencian Barat terhadap Rusia

22 Maret 2022   20:58 Diperbarui: 23 Maret 2022   08:56 852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mantan Duta Besar Estonia untuk Rusia, Mart Helme, menyebut Rusia "monster yang tengah tumbuh yang tidak pernah dilihat oleh masyarakat dunia sebelumnya". Ia menambahkan, setelah Piplres 2008, Rusia akan berubah menjadi rezim teroris di dunia dan eksportir terorisme setelah Hamas dan Al-Qaeda.

Ucapan Pipes memang didasarkan pada anggapan bagaimana kebijakan politik Rusia mengancam keamanan dan kedaulatan negara-negara Eropa. 

Pembandingan dengan ancaman Islam dan bin Laden menunjukkan bahwa Pipes masih menggunakan bingkai "benturan peradaban" yang memosisikan kelompok non-Barat tetap sebagai rujukan untuk membincang kengerian yang mengancam masyarakat Barat. Kita bisa membaca pesan Pipes bahwa aspek bahaya dan ancaman yang bisa ditimbulkan oleh Putin dan Rusia tetaplah harus diwaspadai secara serius.

Apa yang cukup keterlaluan adalah ucapan Helme bahwa Rusia adalah "monster", "rezim teroris", dan "eksportir terorisme". Sebagai elit Eropa Timur, jelas ia ingin mengingatkan negara-negara di kawasan, negara-negara Barat, dan negara-negara di belahan dunia lainnya tentang begitu menakutkannya Rusia, terutama di bawa kepemimpinan Putin. 

Ironisnya, baik Pipes dan Helme, sama-sama memperhitungkan bagaimana kontribusi negara-negara Barat terhadap operasi militer sepihak yang meneror kehidupan masyarakat Timur Tengah. Termasuk kontribusi AS dan Inggris terhadap tragedi politik negara-negara Asia dan Amerika Latin di era Perang Dingin.  

Barrack Obama, mantan Presiden AS dari Partai Demokrat, lebih kasar lagi dalam melabeli Putin dan Rusia. Dalam memoar presidensialnya, Promised Land, yang terbit pada November 2020, Obama mengatakan presiden Rusia haus kekuasaan dan memanggilnya pemimpin pemerintahan yang menyerupai "sindikat kriminal". 

Putin mengingatkannya pada versi modern dari bos politik korup yang menjalankan kota-kota AS pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 (https://www.rferl.org/a/obama-takes-aim-at-putin-in-new-memoir/30957813.html). Lebih jauh, Obama mengatakan bahwa para pemimpin itu menempatkan patronase dan penyuapan sebagai sesuatu yang sah. Dan, Putin membangun negara "untuk ditakuti, mungkin, tetapi tidak ditiru."

Kasarnya pernyataan Obama bisa jadi berdasarkan realitas bahwa Putin cukup lama bercokol di tampuk kepemimpinan Rusia, baik sebagai perdana menteri maupun presiden. Bagi Obama yang terbiasa dengan dua kali masa kepemimpinan presiden AS, apa yang dijalani Putin jelas bukan sesuatu yang ideal. 

Namun, hal itu tidak sepantasnya menjadi alasan  bagi Obama untuk melabeli Putin demikian. Toh, Putin dipilih oleh sebuah proses politik yang sah di Rusia. AS juga tidak pernah mempermasalahkan model kepemimpinan di negara-negara lain yang tidak sesuai dengan standar demokrasi Barat selagi tidak mengganggu kepentingan ekonomi dan politik mereka. 

Denga kata lain, Obama membangun argumen Rusofobia karena ia sendiri pada dasarnya takut kalau pengaruh Putin dan Rusia semakin kuat, terutama bagi pemerintah negara yang mengetahui kejahatan politik luar negeri AS dan negara-negara sedang berkembang yang membutuhkan kekuatan penyeimbang.

Dengan melabeli pemerintah Rusia sebagai "sindikat kriminal" di mana terjadi bermacam tindak kejahatan, penyuapan, dan ancaman terhadap warga negara, Obama menempatkan Rusia sebagai oposisi biner yang selalu dimunculkan dan dikonstruksi sebagai kekuatan jahat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun