Mereka bisa menyatukan solidaritas berbasis identitas untuk bergerak bersama, menuntut pemerintah di masing-masing wilayah dan pemerintah pusat agar membuat kebijakan yang tidak merusak ruang hidup mereka atas nama apapun.
Keenam, kosmologi. PET ini berkaitan dengan pandangan dunia bagaimana setiap komponen dalam kehidupan di semesta terkoneksi satu sama lain. Manusia berhubungan erat dengan manusia lain, hewan, tumbuh-tumbuhan, tanah, udara, api, dan kekuatan supranutal.Â
Aspek kosmologis ini menentukan proses kehidupan di sebuah wilayah. Komunitas Tengger, misalnya, meyakini bahwa mereka merupakan bagian dari proses ekologis yang berlangsung antara mikrokosmos dan makrokosmos, di mana kehidupan mereka terikat dengan kawasan Bromo dan segenap isinya serta segala subjek supranatural.Â
Dalam banyak komunitas Indian di Amerika Serikat dan Kanada, prinsip kemenyatuan manusia dengan elemen semesta merupakan nilai luhur yang menentukan jalannya kehidupan mereka.
Sayangnya, proses panjang kolonialisme dan eksploitasi alam telah melahirkan banyak kerusakan terhadap pengetahuan kosmologis tersebut. Akibatnya, banyak masyarakat lokal yang menempatkan komponen semesta sebagai komoditas yang bisa dimaksimalkan sebesar-besarnya untuk kepenitngan manusia.
Pembedaan antara pengetahuan Barat/modern dengan pengetahuan pribumi berkontribusi penting terhadap penegasaan posisi politis keduanya. PES diposisikan lebih dominan dibandingkan PET karena didukung piranti teoretis, metodologis, dan analitis serta persebaran secara global yang memungkinkannya lebih superior.Â
Sementara, pengetahuan kosmologis diposisikan sebagai liyan yang tidak masuk akal dan tidak seharusnya berada dalam ranah pengetahuan global. Bahkan, dalam kurikulum pendidikan di negara-negara bekas jajahan, PES mendapatkan prioritas dibandingkan PET yang sangat minim atau, bahkan, tidak ada porsinya.
Simpulan
Identifikasi konsep strategis PET dan tantangannya di masa kini menyiratkan peluang/kesempatan untuk memperluas produksi wacana dan pengetahuan yang bisa berdampak strategis dan praksis. PET bisa dimanfaatkan untuk membuat model atau pola pengelolaan secara berdampingan (co-management) terhadap sumberdaya alam dan lingkungan.Â
Prinsip berdampingan memungkinkan PET untuk dimasukkan dalam skema dan model pengelolaan yang tidak rakus dan eksploitatif, tetapi tetap menimbang keutamaan warga komunitas dan keberlanjutan alam. Penanganan masalah ekologis dengan hanya mengandalkan PES kurang bisa menjangkau aspek-aspek kultural dalam masayarakat yang seringkali dikalahkan oleh nalar dan rasionalitas modern.Â
PET memiliki narasi dan rasionalisasi berdasarkan konteks masyarakat dan budaya tempatnya berkembang, sehingga untuk memahami dan menerapkannya dibutuhkan kemampuan yang tidak hanya menyentuh permukaan, tetapi juga mengelaborasi pandangan dunia dan etika.