Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Politik Identitas dan Pedagogi Representasi: Menimbang Pemikiran Giroux

2 Februari 2022   05:00 Diperbarui: 5 Februari 2022   07:52 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di saat bersamaan, sebagai respons atas pengerasan identitas, institusi negara yang dikuti banyak warga negara juga mengumandangkan nasionalisme melalui slogan "NKRI Harga Mati". Meskipun dibutuhkan pemahaman komparatif dan modifikasi konseptual, setidaknya, dengan menimbang pemikiran Giroux kita jadi tahu bagaimana harus menentukan posisi dan melakukan tindakan partikular untuk misi kultural di tengah-tengah masyarakat.

Maka dari itu, pertama-tama, saya akan menyajikan kondisi-kondisi konstekstual di Amerika Serikat pada era 1990-an sebagai pijakan menguatkan kekuatan dominan-konservatif di tengah-tengah gencarnya politik identitas yang digerakkan oleh para aktor kultural dari komunitas-komunitas marjinal. 

Berikutnya, saya akan menjabarkan pemikiran-pemikiran Giroux terkait pedagogi kritis yang seharusnya difokuskan kepada praktik representasi sebagai realitas budaya yang semakin populer dan digunakan oleh kelompok dominan untuk menghadirkan nilai dan kepentingan mereka dalam proses demokratisasi masyarakat. 

Strategi dan model yang ia tawarkan bisa menjadi kerangka pemikiran untuk melihat permasalahan politik identitas di era representasi media yang semakin beragam dewasa ini, baik dalam ranah lokal, nasional, maupun internasional. Setidaknya, melalui tulisan ini, kita bisa melihat secara lebih kritis persoalan identitas melalui produk representasional serta bagaimana harus mengambil peran dalam kehidupan nyata.

TANTANGAN KULTURAL BARU & SUBURNYA POLITIK IDENTITAS 

Tumbuhnya pertarungan wacana yang berujung pada gugatan terhadap kemapanan kultural kelas atau kelompok mapan di metropolitan merupakan dampak dari usaha menyuarakan relasi antara identitas, budaya, dan demokrasi dengan cara baru. Mereka yang berada di faksi Kiri melancarkan kritik dan serangan terhadap pandangan monumentalis budaya Barat dan reproduksinya secara ajeg.

Budaya itu diposisikan sebagai kanon akademik Eropasentris bersifat satu dimensi, subjek otonom sebagai sumber kebenaran yang berdaulat, dan bentuk-bentuk budaya tinggi yang mempertahankan karakter seksis, rasis, homofobik, dan hubungan dominasi kelas-spesifik. 

Apa yang juga tidak boleh diabaikan adalah tantangan akademis dan praksis yang dimunculkan oleh feminisme, posmodernisme dan poskolonialisme karena berkontribusi pada pemaknaan-ulang politik kultural yang salah satunya dikerjakan melalui pembongkaran "praktik representasi". 

Menariknya, ketiga pemikiran tersebut tidak hanya menganalisis kekuatan diskursif dengan tujuan membangun akal sehat dan nalar kritis, membongkar otoritas tekstual serta menelanjangi formasi sosial dan rasial tertentu, tetapi juga mengkritisi institusi-institusi yang memapankan otoritas pemikiran dan hegemoni kultural dengan beragam kepentingan mereka.

Banyak pihak menganggap bahwa implikasi politik budaya semacam itu masih belum jelas. Namun, setidaknya kita bisa melihat mulai suburnya proyek politik budaya yang lahir karena pemahaman dari ketiga gerakan pemikiran tersebut. Menguatnya gerakan feminisme dan gerakan-gerakan lain berusaha mengeliminasi basis-basis perbedaan yang dalam budaya modern yang cukup kuat. 

Mereka mengungkap dan menelanjangi patriarkal, heteroseksis, etnosentsris, dan ideal Barat yang masih kuat. Di saat bersamaan otoritas liberalisme dan Marxisme dalam tradisi akademis juga mulai berkurang dengan munculnya pemikiran-pemikiran yang melampaui keduanya berbasis estetika budaya sehari-hari dan pesatnya industri yang memperbanyak tanda dan wacana. Dalam ranah keilmuan, berkembang titik balik ke urusan kebahasaan (paradigma linguistik) yang lebih lentur dan dinamis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun