Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Musik Banyuwangian di Era Pasar: Melow-isme di Ruang Lokal

13 Januari 2022   05:00 Diperbarui: 8 Maret 2022   21:14 4051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HIBRIDISASI MUSIKAL, KRITERIA TEMATIK & KEBAHASAAN

POB (Patrol Orkestra Banyuwangi) merupakan kelompok musik hibrid yang memadukan banyak instrumen musik Barat seperti gitar, bass, cello, keyboard, conga dengan instrumen musik Banyuwangian seperti angklung, kentongan, gamelan, dan kluncing. Pada tahun 2001, melalui perjuangan luar biasa beberapa musisi muda seperti Yon's DD, Catur Arum, Adistya Mayasari, dan yang lain, lahirlah album POB dengan dua lagu andalannya Layangan dan Semebyar. 

Meskipun pada awalnya banyak banyak dituduh mengusung musik 'ala gembreng' (kaleng) dan tidak kentara unsur musik Banyuwangi-nya, lagu-lagu POB yang diiringi musik hibrid pada akhirnya bisa diterima masyarakat secara luas enam bulan setelah peluncuran album tersebut secara resmi oleh Aneka Safari Genteng. 

Dengan irama kombinasi bosas dan blues yang dimainkan dengan nada khas Using tetapi dinyanyikan dengan gaya yang berbeda dengan penyanyi kendang kempul, musik dan lalgu POB mampu menyedot perhatian kaum remaja dan kaum muda serta menjadikan mereka mulai menggemari kembali lagu berlirik bahasa Using yang pertengahan hingga akhir era 90-an mulai surut. Pilihan hibridisasi musikal, gaya bermusik yang berbeda, serta keragaman tematik merupakan "formula komersil" yang mengantarkan kelompok ini menuju tangga populeritas. 

Prinsip untuk memberikan "musik yang berbeda" di tengah-tengah popularitas kendang kempul, merupakan strategi yang lazim dalam industri kreatif. Ketika pasar sudah jenuh dengan kendang kempul, kehadiran POB dengan genre musik gembreng-nya ternyata mampu menjadikan penikmat musik Banyuwangian 'terhenyak' untuk meluangkan waktu sekedar menikmati lagu-lagu mereka. 

Beberapa tema andalan dalam lagu mereka, antara lain: (1) cinta dan kisah romantisnya, (2) kritik sosio-kultural, (3) kehidupan rakyat kebanyakan dan pesona alam bumi Blambangan, dan (4) eloknya budaya Banyuwangi. Semebyar, Tetese Eluh, Telung Segoro, Mawar, dan Layangan adalah beberapa lagu yang sangat digemari oleh masyarakat penikmat hingg saat ini. 

Yang pasti populertias lagu-lagu POB menjadi inspirasi baru bagi para pencipta lagu Banyuwangi untuk membuat karya-karya musikal semenarik mungkin, khususnya dalam hal tema dan wacana yang mereka sampaikan melalui lagu. Inilah yang saya sebut sebagai "warisan POB dalam budaya musik Banyuwangian". Warisan inilah yang kemudian memperanguhi kreativitas musikal di Banyuwangi, di mana banyak pencipta lagu dan musisi-musisi baru yang memproduksi karya dan didistribusikan secara luas.

 Pemodal perusahan rekaman yang ada di Banyuwangi merupakan faktor penting yang menjadikan warna dan dinamika musik lokal di daerah ini berkembang. Tanpa mereka, bisa dipastikan busik Banyuwangi tidak akan seramai sekarang, ketika daerah-daerah lain mengalami kelesuhan. 

Tentu saja mereka memiliki prinsip inkorporasi dan komodifikasi untuk menentukan mana-mana genre musik dan wacana tematik lagu yang bisa direkam dan didistribusikan secara luas. Dalam prinsip inkorporasi dan komodifikasi tersebut, produser perusahaan rekaman memiliki kriteria-kriteria terkait lagu yang akan diproduksi. 

Pertama, mengusung tema-tema cinta bernuansa lokal. Resep ini jelas merupakan kelanjutan dari masa Orde Baru. Bedanya, kalau di masa Orde Baru para seniman pencipta masih banyak yang menciptakan lagu dengan bantuan viol atau angklung, pada masa pascareformasi sebagian besar seniman menciptakan lagu dengan bantuan gitar, piano, atau kibor. 

Ini yang menjadikan nada-nada lagu Using mulai berubah. Terlepas dari itu, tema yang diusung tidak jauh dari urusan cinta yang kandas atau kehilangan kekasih. Miswan, pencipta lagu dan produser Samudra Record Banyuwangi, menjelaskan:

"Kalau ngomong tema cinta, itu kan yang memang laku di pasaran. Orang-orang suka dengan tema-tema itu. Ya, kita sebagai produser pasti akan memerhatikan kesukaan konsumen. Nah, selagi persoalan cinta dengan segala perniknya masih disukai, ya, kita akan produksi lagu-lagu bertema itu. 

Tapi, kalau kami di Samudra Record, tetap akan selektif. Bagaimana nadanya, ngena apa nggak ke telinga awam? Bagaimana persajakannya? Juga, bagaimana makna filosofinya? Bagaimana pilihan katanya? Lungset, misalnya, itu kan biasa digunakan untuk pakaian. Tapi, etika dipakai untuk persoalan hati yang tidak bergairah karena kesedihan di tinggal kekasih, orang akan tertarik." (Wawancara, 25 Juni 2016) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun