Namun, kalau kita memahami struktur perasaan orang miskin yang biasa menjalani kerasnya hidup, mereka tidak akan takut untuk mengejar cita-citanya atau rela mengorbankan segalanya, bahkan nyawa. Termasuk untuk orang yang ia cintai, ia akan berjuang membahagiakan dan memberikan yang terbaik kepadanya, meskipun hal itu sangat sulit. Namun, “riko” (kau) di sini bisa juga ditafsir lain, yakni sesuatu yang dicita-citakan sejak dulu dan diperjuangkan secara ajeg oleh aku-lirik.
Demi memperjuangkan dan mendapatkan “riko” yang sangat ia harapkan, tidak ada sesuatu apapun, sebahaya apapun, yang bisa menghalangi. Masio samudra sun arungi (meskipun samudra aku arungi), masio ilang nyawa (meskipun hilang nyawa, aku jalani). Artinya, paragraf pertama dan kedua mengkonstruksi wacana kekuatan hati atau kebulatan tekad dari subjek untuk mewujudkan “niat”, mewujudkan impian, untuk mencintai “riko”, seseorang atau sesuatu yang sangat ia cintai.
Bahkan, samudra sebagai metafor halangan berupa perjalanan yang sangat sulit akan ia “arungi”. Pun demikian kematian tidak mampu menakuti aku-lirik untuk memperjuangkan welas-anya. Dengan kata lain, konstruksi konsep kekuatan batin dan kesiapan fisik untuk mendapatkan apa-apa atau mewujudkan cinta yang ia rasakan tidak bisa lagi dibatasi dan dihalangi untuk menuju kenyataan.
Argumen eksistensial yang mendasari semua perjuangannya adalah bahwa karena hanya “riko” (kamu) yang ada di batinnya untuk selamanya. Bahkan, keyakinan itu diperkuat dengan ungkapan “separuh raga ini, hanya untuk dikau”. Sekali lagi, ekspresi ini memang sangat lebay dan sudah sangat klasik.
Namun, bukankah banyak orang jatuh cinta yang masih melakukan hal serupa; menyampaikan ungkapan yang indah kepada orang yang ia cintai. Meskipun demikian, kita harus membaca konteks lagu ini sebagai perjuangan seorang miskin yang tidak memiliki uang, tetapi hanya raga dan kemauan tinggi untuk memperjuangkan cinta dan impiannya.
Menariknya, video klip lagu ini sama sekali tidak memunculkan sosok perempuan. Yang muncul adalah Demy sebagai pengamen di sebuah terminal di sebuah kota kecamatan Banyuwangi. Dia ‘dipalak’ oleh sekelompok preman terminal di mana mereka mengambil semua uang hasil mengamennya. Dalam keadaan hampir sekarat dia ditolong seorang lelaki bermobil yang ternyata seorang produser musik.
Mendengar lagu-lagu Demy, si lelaki mengajaknya rekaman. Akhirnya dia bisa menjadi penyanyi. Artinya, “kanggo riko” (Teruntukmu) di sini bisa kita tafsir sebagai perjuangan untuk mendapatkan kesuksesan sebagai penyanyi, meskipun banyak halangan dan rintangan. Namun dari lirik, sebagian besar penikmat menafsirnya sebagai ungkapan dan perjuangan seorang lelaki untuk orang yang dicintainya.
Terlepas dari bermacam tafsir tersebut, Demy berhasil membawa perjuangan seorang lelaki dalam memperjuangan apa-apa yang ia cintai dan impikan. Perjuangan di zaman yang kompetitif seperti sekarang ini di mana menuntut modal dan kemampuan, subjek miskin tidak boleh hanya pasrah oleh keadaan. Namun, mereka harus terus berjuang dan berkarya, seperti mengamen dan menciptakan lagu.
Modernitas dan zaman pasar tidak menerima orang-orang yang pasrah terhadap kondisi. Kompetisi di zaman pasar menuntut perjuangan yang tidak takut apapun; perjuangan yang disertai kemampuan dan keahlian tertentu. Dengan kemampuan itulah mereka bisa mewujudkan impian, termasuk cinta yang diperjuangkan ataupun cita-cita yang didambakan.
Selain Kanggo Riko, lagu karya Demy yang lain adalah Tutupe Wirang (Penutup Rasa Malu). Lagu ini menceritakan hubungan seorang lelaki dan perempuan yang sekedar menjadi penutup rasa malu karena perempuan yang ia cintai bukanlah perempuan yang sekarang bersama dia.