Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(M)batin dalam Senyap

29 Februari 2020   14:56 Diperbarui: 29 Februari 2020   15:10 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Su...sudah sangat..l..l..lama, aku ingin tahu di mana kuburan Kang Kardi, Bu. Dia itu orang yang selalu memberi nasehat agar aku menjadi perangkat desa yang baik. Dia dan Yuk Karti jugalah yang menolong keluarga kita ketika kesulitan pangan. Timur, aku itu sampai pergi ke puluhan dhukun untuk menanyakan lokasi kuburan bapakmu. Tapi, semua gelap, tidak ada yang tahu. Lha, kok, ternyata kuburannya di telaga Dagel. Duh, Gusti maturnuwun. Maturnuwun banget. Bu, tolong panggilkan Kirno, Karto, dan Soleh, suruh mereka ke sini membawa lampu petromak. Buat jaga-jaga kalau penggalian jenasah Kang Kardi sampai malam." Istri Pak Miskan segera keluar.

Tidak lama kemudian, mereka berangkat menuju ke telaga. Mengikuti petunjuk Haji Rofik, suami Yuk Tumina dan Yuk Jum mulai menggalikan, sementara Kirno, Karto, dan Soleh mengumpulkan tanah galian. Timur diliputi ketegangan. Pak Miskan berusaha menenangkannya. Setelah hampir 2 meter, mereka belum juga menemukan jasad Kardi. Karena sudah gelap, Karto dan Kirno segera menyalakan lampu petromaks.

Baru pada kedalaman hampir 3 meter, Mardi dan Sutris berteriak karena menemukan tengkorak manusia dan banyak tulang. Timur segera bersujud, mencium tanah, menghaturkan puji syukur kepada Gusti Pengeran. Pak Miskan meletakkan tengkorak dan tulang-tulang di atas kain sewek yang dibawa dari rumah. Ia terus meneteskan air mata. Begitupula Timur, Mardi, dan Sutris. Kirno, Karto, dan Soleh segera mengembalikan tanah galian ke lubang.

Timur, Pak Miskan, Mardi, dan Sutris segera menuju ke Pangkat. Di perjalanan, sembari membonceng Mardi, ia terus diliputi perasaan haru, senang, dan sedih, bercampur jadi satu. Lelaki yang telah meninggalkannya sekian lamanya, akhirnya bisa segera disempurnakan jasadnya.

Sampai di rumah, ternyata sudah banyak tetangga yang datang. Sebagian menunggu di halaman, sebagian di ruang tamu. Begitu jasad Kardi dibawa Timur ke dalam, semua terharu, sebagian menangis terisak.

"Walah, Kang Kardi, iki aku kang, bojomu. Iki aku Kang," tangis Karti mencium tengkorak Kardi. Yuk Tumina, Yuk Jum, dan beberapa perempuan lainnya berusaha menenangkannya. Timur memeluk Simboknya, tanpa bersuara. Lama mereka memandangi jasad Kardi yang tinggal tengkorak dan tulang itu.

"Yuk, ini seterusnya harus bagaimana? Apa yang harus kami lakukan?" tanya Pak Miskan.

"Emm..emmm begini saja, Dik, Sampean ajak beberapa warga ke pemakaman untuk menggali kubur. Emmm...aku akan menyiapkan menyucikan jasad Kang Kardi sebentar di kamar belakang. Yuk Jum, Yuk Tum, tolong kalian cari kembang 5 warna. Terserah bunga apa saja pokoknya 5 warna. Cong, tolong bawa jasad Bapakmu ke kamar, Simbok akan mempersiapkan air," pinta Karti.

Setelah Yuk Tumina dan Yuk Jum datang membawa kembang 3 warna, Karti mengajak Timur dan Jati masuk ke kamar. Ia merendam kembang di dalam genthong. Lalu, ia meminta Timur dan Jati membasuhkan air kembang itu ke tengkorak dan tulang Kardi. Selanjutnya, Karti mengajak mereka berdua sujud untuk mendoakan kesempurnaan jasad Kardi. Sesudah sujud, mereka mengkafani jasad Kardi.

Pukul 20.00, Timur, Karti, Jati, beserta warga yang datang untuk memberikan penghormatan kepada Kardi berangkat ke pemakaman. Sebagian yang beragama Islam mengucapkan kalimat-kalimat suci dengan lirih. Timur dan Jati menggandeng Simbok mereka.

Sampai di kuburan, Timur dan Jati didampingi Pak Miskan masuk ke liang lahat. Mereka menata jasad Kardi dengan pelan-pelan. Kemudian, setelah mereka naik ke atas, orang-orang menguburnya. Sebelum, para pengiring pulang, Karti menyampaikan beberapa pesan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun