"Mbok, kalau dendam itu dipelihara, selamanya akan menjadi masalah. Aku yakin Gusti Pengeran sudah memberi balasan pada semua orang yang membunuh Bapak. Kita ndak perlu dendam. Paling tidak, kedatanganku ke sana akan membuktikan bahwa Simbok tidak nyanthet Haji Rofik, sekaligus membuktikan kepada mereka bahwa kita tidak pernah mendendam. Ini masalah kamanungsan, kemanusiaan, Mbok."
"Walah, Mas Timur, mugo-mugo diparingi rezeki tambah akeh, atine Sampean jembar banget, Mas," ucap Yuk Tumina sambil membereskan alat makan di meja.
"Ya sudah kalau begitu. Kamu mandi dulu sana, biar ndak kusut."
Timur datang ke rumah Haji Rofik selepas Ashar. Anggota keluarga dan tetangga bingung dengan kedatangan Timur. Mereka merasa seperti pernah mengenalnya.
"Ini Timur?" tanya Pak Kasto, seorang kerabat Haji Rofik ketika Timur menyalaminya.
"Nggih, Pak. Saya Timur anak Pak Kardi. Saya dengar Pak Haji sakit, biar saya periksa."
"Hei, anak PKI, jangan sentuh suamiku. Kamu pasti mau membunuhnya seperti Simbok-mu!" teriak istri Haji Rofik. Beberapa orang memegangi tangannya.
"Yuk, Sampean itu, ndak usah nuduh-nuduh sembarangan. Fitnah itu. Timur mau ke sini memeriksa Gus Rofik itu sudah bagus. Sampean mestinya malah senang. Ayo, silahkan Timur," kata Pak Kasto sambil mengantarkan Timur masuk ke kamar Haji Rofik.
Tubuh Haji Rofik masih gemetaran ketika Timur memeriksa dengan seksama, dada dan perutnya.
"Pak Haji, tubuhnya terasa sakit?" tanya Timur sambil duduk di sampingnya.
"I...iya...sakit semua. Terus ini gemetaran terus. Kamu siapa?"