Terlepas dari tujuan Kemendag untuk melindungi masyarakat dari risiko-risiko tersebut, namun seperti yang kita ketahui bahwa industri thrifting atau jual beli baju bekas sangat bergantung pada impor tersebut. Padahal di sisi lain, industri thrifting di Tanah Air sedang berkembang sangat pesat.
Tak dapat dimungkiri bahwa industri fashion adalah salah satu penyumbang terbesar kerusakan lingkungan. Berdasarkan data dari European Parliament bahwa 10 persen emisi karbon global dihasilkan dari produksi pakaian dan sepatu, serta 20 persen pencemaran air bersih global diakibatkan oleh produksi tekstil.
Ironisnya lagi, menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SIPSN KLHK), Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah tekstil atau setara 12 persen limbah rumah tangga. Dan dari keseluruhan limbah tekstil tersebut, hanya 0,3 juta ton saja yang bisa didaur ulang.
Maka sebenarnya, industri thrifting atau jual beli baju bekas bisa membantu meminimalisir kerusakan lingkungan akibat limbah pakaian. Karena dengan membeli dan mengenakan kembali baju bekas, maka bisa memperpanjang usia sebuah pakaian. Hal ini disampaikan oleh Aretha Aprilia, Head of Environment Unit UNDP Indonesia, yang menilai bahwa industri thrifting bisa mengurangi limbah pakaian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H