Terlepas dari kebanyakan negara Eropa menggunakan sistem parlementer dan perdana menteri bukan presiden, namun kita bisa melihat bahwa sepak bola seringkali tetap jalan terus di saat sekelilingnya ada permasalahan.
Contoh nyatanya seperti eksistensi tim nasional Suriah, Irak, Palestina, Ethiopia, hingga Korea Utara. Di saat politik pemerintahannya "tidak normal", nyatanya sepak bolanya tetap jalan terus. Bahkan, mereka masih di atas level timnas Indonesia. Suka-tidak suka, sayangnya itu fakta.
Artinya, sepak bola seperti suatu oase di tengah kemajemukan olahraga. Jarang ada olahraga yang seperti itu. Bahkan, American Football cenderung terpengaruh dengan AS, kriket juga cenderung terikat dengan negara bekas persemakmuran Inggris. Sedangkan, sepak bola dapat menyebar di Amerika Selatan, Afrika, Eropa, hingga Asia Tenggara. Dan, mereka semua terlihat berhak mengakui sepak bola sebagai identitasnya.
Di situlah hebatnya sepak bola, yang harus diakui bahwa bisa saja karena ia tidak terikat dengan politik (pemerintahan) yang jika didalami lagi juga dapat membawa politik identitas, makin bikin pusing jika membahasnya juga.Â
Intinya, dari fleksibilitas sepak bola terhadap dunia itulah yang kemudian dapat kita lihat, bahwa FIFA juga berusaha menjangkaukan sepak bola kepada dunia Timur Tengah (Asia Barat), yang sepanjang saya hidup isinya cuma perang dan terorisme yang paling populer.
Itulah kenapa Piala Dunia 2022 diselenggarakan di Qatar. Negara yang jaraknya dengan Afghanistan, Irak, dan Palestina, ibarat beda blok perumahan saja.
Bagi yang iri dan ingin menjadi pahlawan kemanusiaan saat penunjukan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia, maka segala borok Qatar ditunjukkan lewat media sosial dan media massa digital.Â
Begitu juga dengan borok yang ada di Azerbaijan, negara yang beribukota di Baku itu juga punya borok HAM yang berusaha dikuak saat mereka mulai mendekati sepak bola Eropa yang salah satunya dengan menjadi tuan rumah final Liga Europa 2019.
Apa yang terjadi?
Sepak bola tidak terpengaruh. Jalan terus. Chelsea dapat bersukacita mengangkat piala kasta kedua, dan saya yakin juara Piala Dunia 2022 nanti juga akan berbahagia di Qatar. Apalagi, dengan kalender penyelenggaraannya berdekatan dengan Natal dan Tahun Baru, maka itu akan menjadi kado indah bagi yang juara.