Dalam beberapa waktu ini, tepatnya sejak Rusia menginvansi wilayah Ukraina yang bertujuan untuk melumpuhkan kekuatan militer Ukraina, Rusia kemudian diboikot oleh dunia. Terutama, pemboikotan dilakukan di dunia olahraga.
Setiap federasi olahraga dunia menyingkirkan Rusia dari setiap arena olahraga. Dari ajang balap, sepak bola, hingga olahraga secara umum. Namun, yang paling menyita perhatian bagi saya adalah sektor sepak bola.
Dari penyentilan Spartak Moskow dari Liga Europa, Timnas Rusia dari play-off kualifikasi Piala Dunia 2022 Qatar, hingga penendangan Roman Abramovich dari Chelsea.
Jika disuruh memilih mana yang cukup tepat, pendepakan timnas Rusia masih relevan, karena itu memang tim Rusia. Sedangkan, untuk Spartak Moskow masih 50-50, karena tim itu tidak hanya dihuni pesepakbola Rusia. Tetapi memang, klub tersebut berasal dari Rusia.
Kemudian, apa yang terjadi kepada Roman Abramovich, saya sebenarnya setuju, dalam artian, Abramovich didepak dengan catatan mempunyai tenggat waktu tertentu untuk melakukan pergantian kepemilikan Chelsea. Karena, apa yang terlibat dalam struktur dan sistem Chelsea sudah bersangkutan dengan skala semi-makro.
Disebut kecil, tidak pantas, disebut besar juga bukanlah dalam standar sebuah negara, terutama negara-negara besar seperti Inggris dan lainnya. Itulah mengapa segala hal yang berkaitan antara Chelsea dengan Abramovich harus diselesaikan dengan tenggat waktu yang tepat untuk dapat menyingkirkan aroma Rusia dari Chelsea.
Lalu, bagaimana dengan tajuk Save Ukraine, Stop War, Stop Invasion, dan sebagainya yang berseliweran di sepak bola? Bukankah itu berkaitan dengan politik, dan artinya mencampurkan sepak bola dengan politik?
Dari zaman tenarnya Lev Yashin, Pele, hingga Kylian Mbappe, sepak bola juga ada politiknya. Hanya saja, politik di sini adalah keilmuan, alias suatu peran untuk menjalankan struktur organisasi, dari skala kecil yakni klub hingga skala besar seperti federasi yakni FIFA.
Artinya, politik yang ingin dijauhkan dari sepak bola adalah politik pemerintahan. Rasanya memang mustahil, namun kenyataannya FIFA terlihat cukup bisa melakukan itu walaupun perlu adanya dukungan juga dari pihak yang ingin menunjukkan bahwa FIFA 'netral', yakni dengan berbasis di Swiss, bukan di Amerika Serikat (AS) ataupun negara kuat secara ekonomi maupun sepak bolanya di Eropa.
Salah satu nilai positif dari tajuk No Politic Intervension dari sepak bola adalah tidak terlihatnya kekisruhan kalender sepak bola di tengah adanya praktik politik seperti pemilihan umum (pemilu).Â